Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasihat Kakak
Tiba-tiba Aisha kaget melihat Kak Zainab berdiri di belakang suaminya.
Alvian yang juga baru menyadari ada kakak iparnya di belakangnya, langsung pamit pergi.
Aisha menghampiri kakaknya.
"Kata pegawai administrasi, suamiku yang menempatkan Kak Siti di ruangan VIP."
Zainab terdiam.
"Ayo kak kita masuk ke dalam, kasihan Kak Siti sendirian."
"Tunggu dulu," ucap Zainab memegang tangan adiknya.
"Kakak ingin bicara dulu." Zainab menarik adiknya untuk duduk di bangku.
Keduanya sudah duduk. Zainab memandang wajah sang adik.
"Kakak lihat semuanya tadi, kamu salah. Caramu bersikap pada suamimu salah dik. Terlepas dari apapun salahnya, kamu tak boleh bersikap seperti itu pada imammu"
Aisha terdiam.
"Semua rumah tangga itu berproses, ada berbagai macam kesusahan, kesulitan dan cobaan seperti contohnya adalah pengkhianatan. Ingat Dik. Semuanya adalah tarbiyah atau pendidikan mental dan ketahanan iman bagi semua pihak. Baik itu suami atau istri. Jika suamimu berada di jalan yang salah, tugas istri adalah bersabar kemudian berusaha untuk mengingatkan mengarahkan dan menasihatinya dengan baik dan lemah lembut, pegang tangannya, ajak dia kembali ke jalan yang benar bersamamu. Setelah itu bertawakal dan berdoalah kepada Allah."
"Perbanyak doa kepada Allah SWT yang Maha memiliki segalanya. Ingat betapa dahsyatnya doa seorang istri untuk suaminya. Karena itu jangan pernah lewatkan untuk selalu mendoakan kebaikan bagi suamimu."
Aisha semakin menundukkan kepalanya.
"Ingat Dik. Betapa akan kecewanya Abah dan Ummi jika orang tua kita tahu bahwa kamu dikhianati seperti ini oleh suamimu, tapi mereka akan lebih kecewa lagi jika tahu kalau kamu memperlakukan suamimu dengan tidak baik hanya karena kesalahannya padamu."
"Kakak tahu, kakak mengerti. Siapa yang tak sakit hati jika suaminya berpaling pada wanita lain. Tapi anggaplah itu ujian bagimu, bersabarlah, nasihati dia, ajaklah kembali ke jalan yang benar. Dan tetaplah berbuat baik pada suamimu karena terlepas dari apapun, surgamu ada pada keridhaannya."
"Kamu pasti tahu, dahsyatnya pahala bagi istri yang bersabar menghadapi perilaku buruk suaminya, yang kurang dalam memenuhi haknya?"
Aisha terlihat menitikkan air matanya.
"Allah SWT mengujimu karena Allah tahu kamu sanggup. Diantara kita semua kakak beradik, kamu tahu siapa yang paling tangguh? Kamu. Kamu paling berani diantara kami semua."
"Kakak. Aku tak sekuat yang orang lain lihat. Hatiku tetaplah rapuh juga." Aisha terisak.
"Aku tahu jika aku salah kak. Aku tidak sabar dalam menghadapi ujian ini. Kemarahanku membuatku lupa akan tugasku sebagai seorang istri." Aisha memeluk kakaknya sambil menangis.
"Terima kasih kak sudah mengingatkanku." ucapnya lagi.
"Dan tolong jangan katakan pada Abah dan Ummi tentang masalah rumah tanggaku ini," Aisha melihat kakaknya.
"Tentu saja tidak. Jika Ummi dan Abah tahu, Abah pasti akan menyalahkan diri sendiri, karena merasa gagal mencarikan suami yang baik untukmu."
***
"Kamu mencampuradukkan masalah pribadi dan pekerjaan." Alvian melihat Anita kesal.
"Kamu tidak profesional."
"Kamu juga secara tidak langsung memberi tahu semua orang tentang masalah kita."
"Sekarang aku yakin jika seluruh karyawan Rumah Sakit sedang membicarakan kita. Mereka kini tahu jika aku sudah menikah dan kamu bertengkar dengan istriku."
Anita terlihat semakin frustasi, di menundukkan kepalanya sambil memijat keningnya.
"Kenapa menyalahkan aku. Istrimu yang mulai," jawab Anita pelan.
"Aku tak mengatakan apapun, tapi seperti biasa dia mengataiku wanita yang tak mempunyai harga diri, mengejar pria beristri." Anita terlihat kesal mengingat kejadian tadi siang.
"Aku tahu Aisha. Dia tak akan seperti itu jika kamu tak memancing keributan terlebih dahulu."
Anita langsung melihat Alvian yang duduk di depannya.
"Apa!?" tanyanya tak percaya.
"Kamu lebih mengenal Aisha wanita yang baru 3 bulan kamu kenal dibanding aku yang sudah lima tahun menemanimu? Kamu lebih percaya dia dibandingkan aku?" Anita terlihat kesal.
Alvian mendesah.
"Sudahlah." Dia berdiri.
"Aku lelah."
Anita melihat Alvian.
"Aku harap kamu tak lupa akan janjimu untuk menceraikannya dan kembali padaku."
Alvian tak menjawab dia hanya melihat Anita sekilas lalu pergi berjalan meninggalkannya.
Anita semakin frustasi, dia kembali duduk sambil kemudian menangis tersedu.
Ingin rasanya baginya melupakan Alvian, melupakan cintanya, melupakan semua kenangan indah mereka bersama dan memulai kembali hidupnya, namun apa daya rasa cintanya terlalu besar, kenangan itu semakin melekat hingga merelakannya pergi seakan dia juga akan kehilangan separuh jiwanya.
***
Malam hari.
Alvian pergi ke ruangan kakak iparnya untuk melihat keadaannya, kebetulan dia melihat Aisha sedang bersiap-siap untuk pulang.
"Kamu akan pulang?"
Aisha hanya mengangguk saja.
"Aku menyuruhnya pulang, dia punya suami yang harus dia urus di rumah, besok pagi dia bisa kesini lagi sekalian membawa baju ganti untuk kami." Zainab melihat Alvian.
Alvian mengangguk.
"Baiklah mari kita pulang."
Setelah berpamitan keduanya meninggalkan ruangan.
Alvian berjalan dengan di ikuti oleh istrinya. Aisha tampak mengambil jarak untuk tak berjalan terlalu dekat dengan suaminya.
Aisha tahu jika semua orang sedang memperhatikan keduanya, setelah itu terlihat mereka bisik-bisik di belakangnya.
Entah Alvian juga melihat atau tidak, Aisha menjadi sedikit risih, dia berpikir mungkinkah ini diakibatkan oleh keributan tadi pagi.
Di dalam mobil.
Aisha tampak lelah, dia memeluk tasnya sambil bersandar dengan lesu pada kursi.
Alvian sesekali meliriknya. Dia tahu jika istrinya itu kelelahan, seharian ini dia melihat istrinya bolak-balik mengurusi keperluan kakaknya.
"Apa suami Kak Siti tidak kesini?"
Aisha menggelengkan kepalanya.
"Kenapa?" Alvian merasa heran.
"Besok istrinya akan di kuretase, harusnya suaminya menemaninya kan?"
Aisha tak segera menjawab.
"Mungkin dia harus mengurusi istrinya yang lain," jawab Aisha pelan.
Alvian menarik napas. Dia tak ingin bertanya atau berkata berkepanjangan lagi atau istrinya akan memberikannya lagi jawaban yang menohok.
Alvian kembali memilih diam dan fokus menyetir.
"Boleh saya bertanya sesuatu?" tanya Aisha tiba-tiba.
"Iya," jawab Alvian kaget sambil melirik istrinya.
"Apa orang-orang tidak tahu jika anda sudah menikah?"
Alvian terlihat lebih kaget lagi, dia menelan ludah.
Tanpa melihat, Aisha seakan sudah tahu jawabannya.
"Maafkan saya, karena keributan tadi pagi. Kini semua orang sudah pasti tahu."
"Saya harap itu tak mengganggu pekerjaan anda dan hubungan anda dengan dokter itu," ucap Aisha lagi.
"Sudah aku katakan jika kami sudah tak ada hubungan apa-apa lagi,"
"Aku sudah memutuskan hubungan kami, sudah hampir satu bulan yang lalu. Sudah lama aku ingin mengatakannya padamu."
"Kenapa putus?"
Alvian tampak bingung menjawab.
"Saya harap bukan untuk meminta penghargaan dan kepercayaan dari saya, karena semua itu tak dapat diminta. Hanya dengan konsisten menunjukkan sikap dan perilaku yang patut barulah kita akan dipercaya dan dihargai."