Kematian kakak Debora, Riska, sungguh membuat semua keluarga sangat berduka.
Riska, meninggal saat melahirkan anak pertamanya. Tubuhnya yang lemah, membuat dia tidak bisa bertahan.
Karena keadaan, semua keluarga menginginkan Debora, menggantikan
posisi kakaknya yang sudah meninggal, menjadi istri kakak iparnya.
Debora terpaksa menerima pernikahan itu, karena keponakannya yang masih bayi, perlu seorang Ibu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6.
Debora perlahan meletakkan tubuh kecil Arthur ke dalam box tempat tidurnya.
"Nyonya...apakah anda baik-baik saja?" tanya Nita dengan hati-hati.
Nita juga mendengar dengan jelas, apa yang di teriakkan Tuannya tadi.
Itu kebenaran yang sangat menyakitkan, tentang bagaimana Tuannya menilai Nyonyanya.
Victor terang-terangan mengungkapkan apa yang ada di hatinya, kalau pernikahan paksa yang mereka jalani ini, sangat tidak nyaman bagi kakak ipar Debora.
Mereka tidak tahu, perasaan Debora juga merasa tidak enak menikah dengan kakak iparnya.
Karena ponakannya mendadak kehilangan seorang Ibu, dengan terpaksa Debora merelakan masa kesendiriannya yang nyaman, menikah dengan kakak iparnya.
"Hiks...Nyonya!" Nita merasa sedih melihat wajah datar Debora, yang terlihat diam saja, tidak menunjukkan rasa emosional.
"Aku baik-baik saja, Nita!" akhirnya Debora mengeluarkan suaranya, menanggapi pertanyaan Nita, yang sudah mulai menangis.
Mereka baru saja saling mengenal, antara Majikan dan pembantu, tapi Nita sudah menunjukkan rasa akrab dengan dirinya.
"Apakah saya perlu mengambilkan air hangat untuk anda Nyonya?" tanya Nita.
"Tidak usah!" jawab Debora, "Aku akan kembali ke kamar, beritahu aku kalau Arthur sudah bangun!"
"Baik Nyonya!"
Debora meninggalkan kamar ponakannya tersebut, dan kembali ke kamarnya.
Saat tadi Debora selesai mandi, dan mengambil pakaiannya ke dalam walk in closet, dia baru menyadari, hanya pakaiannya saja yang ada di dalam walk in closet itu.
Ternyata kakak iparnya memilih pisah kamar dengannya, dan memilih pindah ke kamar sebelah.
Debora mengunci pintu kamarnya, dia akan sering mengunci kamar mulai sekarang.
Setelah tahu ternyata, hanya dia sendiri sekarang sebagai pemilik kamar tersebut.
Debora menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidurnya, dan memandang langit-langit kamar dengan lekat.
Kembali dia mengingat apa yang tadi di dengarnya, dan kata-kata tidak suka Victor padanya, membuat perasaan Debora campur aduk, merasa pengorbanannya tidak di hargai.
Saat Debora menerima keputusan ke dua orang tuanya, dan ke dua mertua kakaknya, dia memikirkan dan mempertimbangkan perasaan mereka.
Karena itulah, dia menerima pernikahan ini.
Tapi, mendengar teriakan kakak iparnya tadi, ternyata pria itu tidak memikirkan perasaan semua pihak keluarga mereka.
Debora merasa, kalau dirinya sendiri yang hanya memikirkan perasaan semua orang.
Baiklah! pikir Debora dalam hati, dia sudah membuat suatu hal untuk menghadapi kakak iparnya.
Dia akan melakukan apa yang di katakan pria itu, dengan begitu, orang tuanya dan orang tua pria itu, akan menyerah padanya, dan akan memisahkan mereka.
Saat makan siang, ternyata kakak iparnya itu, tidak keluar Mansion, dia masih ada di rumah.
Debora tidak perduli lagi, dia mau di rumah seharian atau keluar rumah, mereka tidak perlu untuk saling memperhatikan.
Debora melihat kakak iparnya itu, sudah duduk di kursinya, dan sudah di layani oleh Pelayan wanita, yang tadi pagi bicara tidak sopan padanya.
Debora duduk di kursi, di mana dia duduk tadi pagi. Di ujung meja, berjauhan dengan kakak iparnya itu.
Pelayan wanita yang berdiri tidak jauh dari tempat duduk Victor, datang menghampiri Debora, untuk melayaninya juga.
Debora melirik gerak-gerik Pelayan itu, terlihat begitu enggan untuk melayaninya.
Debora harus bersabar dengan situasi yang di hadapinya sekarang, dia harus kuat menghadapi situasi ini.
Pelayan itu menaruh makanan Debora ke depan gadis itu, lalu bergegas kembali ke tempatnya tadi.
Berdiri tidak jauh dari tempat Victor duduk.
Perlahan Debora mulai menyendok makanannya, dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
Tapi, begitu makanan itu di sentuh lidahnya, rasanya sangat buruk sangat tidak enak.
"Huekk!" Debora memuntahkan makanan itu ke piringnya kembali.
Spontan Victor menjatuhkan sendoknya, begitu terkejut dengan apa yang di lakukan Debora.
Wajah pria itu menggelap.
Bersambung......