seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Batas yang Menghilang
Keesokan paginya, Lieka terbangun dengan sinar matahari yang perlahan menembus jendela besar ruang kantornya. Dia berbaring di sofa yang nyaman, tubuhnya masih terasa hangat oleh keintiman yang baru saja terjadi malam sebelumnya. Di sebelahnya, Tanier tertidur lelap dengan posisi yang tidak jauh darinya. Malam itu, mereka telah melewati batasan yang selama ini dijaga rapat-rapat.
Lieka mengangkat tubuhnya dengan perlahan, merasa sedikit bingung. Apa yang terjadi antara dirinya dan Tanier bukanlah sesuatu yang pernah dia bayangkan akan terjadi. Sebagai CEO, dia selalu memegang kendali dalam segala hal—baik dalam pekerjaannya maupun dalam hidupnya. Namun, satu malam bersama Tanier telah mengubah segalanya. Dia merasakan sesuatu yang berbeda, sebuah perasaan yang tak bisa dia tolak, meskipun dia tahu betul bahwa hal itu tidak sepenuhnya benar dalam konteks profesional.
“Apakah ini benar-benar apa yang aku inginkan?” Lieka berbisik pelan pada dirinya sendiri, matanya memandang ke arah Tanier yang masih terlelap.
Pikiran Lieka melayang pada bagaimana hubungan ini akan memengaruhi pekerjaannya. Bagaimana karyawan lain akan melihatnya jika mereka tahu tentang kedekatannya dengan Tanier? Dan lebih lagi, bagaimana ini akan memengaruhi perasaan pribadinya?
Namun, di sisi lain, Lieka tidak bisa mengingkari perasaan hangat yang mengalir di dalam dirinya saat bersama Tanier. Ada sesuatu yang berbeda tentang pria itu—sikapnya yang sabar, humoris, namun penuh perhatian, membuat Lieka merasa dihargai bukan hanya sebagai bos, tetapi sebagai seorang wanita.
Tanier mulai terbangun, matanya terbuka perlahan saat melihat Lieka sedang duduk di sampingnya. "Pagi," ucapnya pelan, masih dengan suara serak akibat tidur.
Lieka menoleh dan tersenyum kecil, namun wajahnya masih menampakkan sedikit kekhawatiran. "Pagi," jawabnya singkat. Dia merasa canggung untuk berbicara tentang apa yang terjadi malam sebelumnya.
Tanier duduk dan mengamati wajah Lieka, mencoba memahami apa yang dipikirkan wanita itu. Dia tahu malam itu tidak hanya sekedar pelampiasan gairah, tetapi juga sebuah titik balik dalam hubungan mereka. "Apa yang kamu pikirkan?" tanya Tanier dengan lembut, ingin memberikan ruang bagi Lieka untuk berbicara.
Lieka menarik napas dalam-dalam, memalingkan wajahnya sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Aku hanya... memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa aku bosmu, Tanier. Dan ini... ini mungkin saja menimbulkan masalah."
Tanier tersenyum tipis. "Aku mengerti. Tapi, aku di sini bukan hanya karena kamu CEO. Aku di sini karena aku benar-benar peduli padamu, Lieka. Apa yang terjadi tadi malam bukan hanya tentang posisi kita di kantor, tapi tentang perasaan kita."
Mendengar kata-kata itu, hati Lieka sedikit melunak. Namun, dia tahu dunia di luar mereka tidak akan semudah itu menerima situasi ini. "Mungkin," jawab Lieka pelan, "tapi kita harus berhati-hati. Dunia kerja kita tidak sesederhana ini."
Tanier menatap Lieka dengan penuh perhatian. "Aku siap menghadapi apa pun, selama aku bisa bersamamu."
Lieka merasa hatinya berdebar mendengar kata-kata Tanier. Di satu sisi, dia masih diliputi oleh rasa takut dan ketidakpastian. Di sisi lain, Tanier berhasil membangkitkan sesuatu dalam dirinya yang sudah lama terkubur—sebuah keinginan untuk dicintai tanpa syarat, terlepas dari peran dan statusnya.
"Tapi kita tidak bisa membiarkan ini mengganggu pekerjaan," kata Lieka dengan nada tegas, mencoba mengembalikan sedikit kendali yang biasanya ia pegang. "Kita harus menjaga profesionalisme di kantor."
Tanier mengangguk. "Aku setuju. Di kantor, kita tetap seperti biasa. Tapi di luar itu..." Ia menatap Lieka dengan pandangan yang penuh arti, "kita bisa membiarkan perasaan ini berkembang."
Lieka terdiam, memikirkan ucapannya. Dia tahu bahwa Tanier mungkin benar, tapi jalannya tidak akan mudah. Meskipun begitu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Lieka merasa siap untuk mengambil risiko, siap untuk merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar tanggung jawab pekerjaan.
"Satu langkah pada satu waktu, Tanier," jawab Lieka akhirnya, tersenyum pelan. "Kita lihat bagaimana ke depannya."
Tanier tersenyum, perasaan lega dan bahagia memenuhi hatinya. "Satu langkah pada satu waktu, Lieka. Aku di sini untuk mendukungmu, selalu."
Lieka dan Tanier duduk dalam diam untuk beberapa saat, merenungi keputusan mereka. Ruangan terasa sunyi, hanya terdengar suara pelan AC yang mengisi udara. Dalam keheningan itu, mereka berdua tahu bahwa malam yang mereka habiskan bersama bukan sekedar hubungan fisik, tetapi sebuah pertaruhan terhadap masa depan mereka.
"Aku harus kembali ke rumah," kata Lieka, berdiri dari sofa, merapikan pakaiannya. Meski penampilannya tetap memukau seperti biasa, ada sesuatu dalam sorot matanya yang menandakan kelelahan emosional.
Tanier mengangguk pelan, menyadari bahwa ruang untuk bergerak lebih jauh sekarang sangat tipis. "Aku mengerti. Jangan khawatir, Lieka. Aku akan tetap menjaga jarak di kantor, seperti yang kita sepakati."
Lieka tersenyum tipis, meski rasa khawatir masih membayangi hatinya. "Bagus. Itu yang terbaik untuk saat ini." Dia melangkah menuju pintu, namun sebelum keluar, ia menoleh ke arah Tanier. "Tapi ingat, Tanier, jangan pernah meremehkan apa yang kita hadapi di luar sini. Dunia kerja penuh dengan intrik dan kompetisi. Kita harus siap menghadapi apapun yang datang."
Tanier berdiri di tempatnya, wajahnya serius namun tenang. "Aku selalu siap, Lieka. Apapun yang terjadi, kita hadapi bersama."
Saat Lieka melangkah keluar dari ruangan, perasaannya bercampur aduk. Di satu sisi, ia tahu bahwa dia harus melindungi reputasinya sebagai CEO, menjaga jarak dari hubungan yang berpotensi merusak. Namun, di sisi lain, ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa diabaikan. Perasaan yang baru saja dibangkitkan oleh Tanier, sebuah kebahagiaan yang tak pernah dia duga akan muncul dalam hidupnya yang penuh tekanan.
***
Hari itu, di kantor, Lieka kembali ke rutinitasnya sebagai CEO. Perusahaan sedang menghadapi proyek besar yang penuh dengan risiko, dan setiap langkah harus diperhitungkan dengan cermat. Ada rapat penting yang harus dihadiri, negosiasi yang harus dituntaskan, dan strategi yang harus disusun.
Di tengah-tengah kesibukan tersebut, Lieka berusaha keras menjaga profesionalismenya di depan semua karyawan, termasuk Tanier. Meski tatapan mereka kadang-kadang bertemu, mereka berdua menjaga jarak yang sudah disepakati. Tidak ada yang boleh tahu tentang apa yang terjadi di antara mereka.
Namun, Lieka merasakan ketegangan di sekitarnya. Berbagai rumor mulai beredar tentang dirinya dan Tanier, meski belum ada yang secara langsung menuduh. Lieka tahu bahwa dunia bisnis adalah tempat yang kejam, di mana kabar buruk menyebar lebih cepat dari kebenaran. Kompetitor dari luar perusahaan, bahkan beberapa dari dalam, pasti akan menggunakan apa saja untuk menjatuhkannya.
Tekanan ini semakin meningkat ketika sebuah ancaman dari masa lalu tiba-tiba muncul kembali: mantan suami Lieka, Sugi. Sejak perceraian mereka, Sugi telah menghilang dari kehidupannya, namun tiba-tiba ia muncul dengan agenda yang belum jelas. Lieka tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa Sugi akan mencoba mengacaukan segalanya—baik dalam urusan pribadi maupun bisnis.
Ketika hari menjelang sore, Lieka mendapat kabar bahwa Sugi ingin bertemu dengannya. Jantungnya berdetak lebih cepat, tetapi ia tahu bahwa pertemuan ini tak bisa dihindari. Sugi bukan hanya mantan suaminya, tapi juga seseorang yang masih memiliki pengaruh besar dalam dunia bisnis. Lieka harus bermain hati-hati.
Saat dia mempersiapkan diri untuk pertemuan itu, pikirannya melayang ke Tanier. Ada perasaan hangat yang mendesak di hatinya, perasaan yang tak bisa dia abaikan. Meski dia tahu risiko yang harus dihadapi, Lieka tak bisa memungkiri bahwa Tanier telah menjadi bagian penting dari hidupnya—sesuatu yang membuatnya merasa lebih hidup di tengah-tengah semua tekanan yang menghimpit.