Rachel, seorang CEO muda yang sukses, hidup di dunia bisnis yang gemerlap dan penuh tekanan. Di balik kesuksesannya, ia menyimpan rahasia besar—ia hamil dari hubungan singkat dengan mantan kekasihnya, David, yang juga merupakan pengusaha terkenal. Tak ingin skandal mengancam reputasinya, Rachel memutuskan untuk menghilang, meninggalkan kariernya dan kehidupan glamor di kota besar. Ia memulai hidup baru di tempat terpencil, bertekad untuk membesarkan anaknya sendiri, jauh dari perhatian publik.
Namun, anaknya, Leo, tumbuh menjadi anak yang luar biasa cerdas—seorang jenius di bidang sains dan matematika. Dengan kecerdasan yang melampaui usianya, Leo kerap membuat Rachel terkejut sekaligus bangga. Di usia muda, Leo mulai mempertanyakan asal-usulnya dan mengapa mereka hidup dalam kesederhanaan, jauh dari kenyamanan yang seharusnya bisa mereka nikmati. Ketika Leo secara tak sengaja bertemu dengan David di sebuah kompetisi sains, masa lalu yang Rachel coba tinggalkan mulai terkuak, membawa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 – Jejak yang Membingungkan
Langit mulai memerah saat mentari pagi mengintip dari balik horizon. Adrian masih duduk di kursi kemudi, matanya fokus ke layar GPS yang kini mati total. Sinyal yang sebelumnya berhasil mendeteksi Nathan lenyap begitu saja di kawasan industri yang terbengkalai.
> Adrian, bergumam: "Ini tidak masuk akal... Mereka tahu aku mengikuti mereka."
Clara, dengan nada cemas: "Apa mungkin mereka sengaja menjebak kita? Marcus tidak pernah bertindak tanpa rencana."
Clara, tangan kanannya di perusahaan, duduk di sebelahnya. Wajahnya memancarkan kecemasan yang sulit disembunyikan, tapi dia tahu Adrian membutuhkan kepala dingin sekarang, bukan emosi.
> Adrian, tegas: "Kalaupun jebakan, aku tetap akan masuk. Nathan ada di sana. Aku tidak peduli apa risikonya."
Clara: "Tapi kalau kau tertangkap, Nathan akan kehilangan satu-satunya orang yang bisa menyelamatkannya."
Adrian: "Itulah alasan kenapa aku tidak boleh gagal."
---
Sementara itu, Nathan duduk di sebuah ruangan kecil dengan jendela berjeruji. Marcus masuk dengan langkah pelan, membawa sebuah buku tebal di tangannya.
> Marcus: "Pintar sekali kau tadi. Melumpuhkan salah satu anak buahku... Anak seusiamu tidak seharusnya tahu cara melakukan itu."
Nathan, dengan nada tajam: "Kalau aku bisa melarikan diri sekali, aku bisa melakukannya lagi."
Marcus, tertawa kecil: "Ah, aku suka semangatmu. Kau benar-benar seperti ayahmu... penuh keberanian, tapi naif."
Nathan menatap Marcus tajam, mencoba menyembunyikan ketakutannya. Marcus duduk di kursi di depannya, membuka buku itu dan menunjukkan diagram yang rumit.
> Marcus: "Kau tahu ini apa?"
Nathan: "Skema jaringan. Dan itu salah besar. Kau salah menyambungkan jalur pengkodeannya."
Marcus, tersenyum licik: "Itulah sebabnya aku butuh kau, Nathan. Dengan kecerdasanmu, kita bisa menciptakan sesuatu yang jauh lebih besar dari perusahaan ayahmu."
Nathan, dengan tegas: "Aku tidak akan membantu orang sepertimu."
Marcus menatap Nathan lama, seolah mencoba membaca pikirannya.
> Marcus, lembut: "Kau masih muda. Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dunia ini. Ayahmu telah membatasi potensimu. Tapi bersamaku, kau bisa menjadi apa pun yang kau mau."
Nathan, berbisik: "Aku hanya ingin pulang..."
Marcus, dengan nada mengancam: "Dan kau akan pulang, setelah kau membantuku."
---
Adrian dan Clara akhirnya tiba di kawasan industri. Mereka memarkir mobil di luar pagar yang rusak, lalu melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
> Clara: "Ini terlalu sunyi. Kau yakin ini tempatnya?"
Adrian, tegas: "Satu-satunya cara untuk tahu adalah masuk."
Mereka menemukan sebuah gedung dengan pintu besar yang terbuka sedikit. Dengan senjata di tangan, Adrian melangkah masuk. Di dalam, mereka disambut dengan pemandangan yang mencurigakan—ruangan kosong dengan beberapa kotak kardus yang berserakan.
> Clara: "Ini seperti... tempat yang sudah ditinggalkan."
Adrian, dengan nada rendah: "Atau tempat yang sengaja dibuat terlihat seperti itu."
Mereka memeriksa setiap sudut, sampai akhirnya Adrian menemukan sebuah laptop yang masih menyala. Di layar, ada video siaran langsung Nathan yang sedang duduk di ruangan lain, berbicara dengan Marcus.
> Marcus di layar: "Aku tahu kau datang, Adrian. Kau selalu begitu mudah ditebak."
Adrian, berbisik: "Bajingan..."
Marcus: "Mari kita buat ini lebih menarik. Aku akan memberimu pilihan... tapi kau harus cepat."
Tiba-tiba, timer muncul di layar, menghitung mundur dari 30 menit.
> Clara, panik: "Dia membuat ini menjadi permainan!"
Adrian, dingin: "Kalau itu maunya, aku akan menang."
---
Di ruangan lain, Nathan terus memutar otaknya. Dia tahu Marcus memperhatikannya dengan cermat, tapi dia juga tahu bahwa Marcus terlalu percaya diri. Saat Marcus sibuk berbicara melalui layar dengan Adrian, Nathan mulai mengutak-atik tali di tangannya, mencari titik lemahnya.
> Nathan, dalam hati: Ayah pasti datang. Tapi aku tidak bisa hanya duduk diam.
Dia akhirnya berhasil melepaskan ikatannya. Dengan langkah hati-hati, dia meraih obeng kecil yang ada di meja dekatnya. Saat Marcus selesai bicara, Nathan berdiri di belakangnya.
> Nathan, dengan nada tajam: "Lepaskan aku sekarang, atau kau akan menyesal."
Marcus menoleh, dan untuk sesaat, dia terlihat terkejut. Tapi dia segera tersenyum.
> Marcus: "Kau sungguh cerdas, Nathan. Tapi kau masih anak-anak."
Nathan, dengan tegas: "Aku lebih dari sekadar anak-anak."
---
Adrian akhirnya menemukan pintu menuju ruangan tempat Nathan ditahan. Namun, sebelum dia bisa masuk, dia dihentikan oleh salah satu anak buah Marcus. Pertarungan fisik pun tak terelakkan.
> Clara, berteriak: "Awas, Adrian!"
Dengan usaha keras, Adrian berhasil melumpuhkan pria itu. Dia membuka pintu dengan paksa dan menemukan Nathan berdiri di sudut ruangan, dengan Marcus memegang obeng yang tadi diambil Nathan.
> Adrian: "Nathan! Kau tidak apa-apa?"
Nathan, berlari ke arahnya: "Ayah!"
Namun, sebelum mereka bisa melangkah keluar, Marcus menekan sebuah tombol di dinding. Alarm berbunyi, dan pintu-pintu besi mulai menutup.
> Marcus: "Kau pikir kau bisa keluar dari sini begitu saja?"
Adrian menyuruh Nathan berlari ke Clara sementara dia menghadapi Marcus.
> Adrian: "Kau menginginkan aku? Biarkan anakku pergi."
Marcus: "Oh, Adrian... Ini baru permulaan."
---
Marcus menarik senjata dari jaketnya, mengarahkannya ke Adrian. Nathan, yang sudah berada di dekat pintu bersama Clara, berbalik dan berteriak.
> Nathan, berteriak: "Jangan!"
Marcus tersenyum dingin, menarik pelatuknya. Tapi... sebelum peluru melesat, suara ledakan lain terdengar dari luar. Bangunan itu mulai bergetar hebat.
> Clara, panik: "Adrian! Tempat ini akan runtuh!"
Adrian: "Pergi! Bawa Nathan keluar!"
Nathan menolak pergi, tapi Clara menariknya dengan paksa. Di saat yang sama, Marcus memanfaatkan kekacauan itu untuk melarikan diri, meninggalkan Adrian di tengah ruangan yang mulai runtuh.
Apakah Adrian berhasil keluar hidup-hidup? Atau Marcus sudah merencanakan sesuatu yang lebih besar dari sekadar menculik Nathan?