Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Setiap kali aku ingat respon dospem 1, rasanya kepalaku penuh lagi. Kata-kata beliau terus terngiang, like a voice that just won’t stop in my mind, seakan-akan ada suara yang tak mau berhenti di pikiranku.
Padahal, aku tahu aku harusnya mulai bergerak, harusnya sudah mulai fokus pada langkah berikutnya. But somehow, overthinking ini seperti lengket banget di kepala, refusing to leave, enggak mau pergi.
Aku terlalu larut dalam pikiran-pikiran itu, sampai-sampai aku lupa bahwa aku enggak bisa terus begini. Masa aku mau terus-terusan sedih dan khawatir?
I know I should be stronger, aku tahu kalau aku harusnya bisa lebih kuat, tapi perasaan takut kalau bimbingan ini akan sulit, kalau bakal ada banyak revisi, keeps haunting me, terus menghantui aku. Aku bahkan belum mulai bimbingan, tapi bayangan tentang betapa susahnya nanti sudah membuatku cemas.
Sometimes at night, when I try to sleep, saat aku mencoba tidur, suara-suara itu masih terus ada di otakku. Seolah ada diskusi tanpa akhir yang berlangsung di dalam kepalaku, membicarakan semua hal yang mungkin salah, semua kesulitan yang mungkin aku hadapi.
Aku berusaha menutup mata dan menenangkan pikiran, but still, this overthinking is so strong that it keeps me stuck in the same place, tapi tetap saja, overthinking ini begitu kuat menahan aku di tempat yang sama.
I realize that I can’t keep going like this. Aku sadar, ini enggak bisa terus-terusan begini. Aku enggak bisa membiarkan diriku terjebak dalam rasa takut dan cemas. Tapi, semakin aku berusaha melawannya, semakin kuat pikiran-pikiran itu menghimpitku.
I know I need to start moving, aku tahu aku harus mulai bergerak, to take small steps forward, harus mulai mengambil langkah kecil, but that first step feels so heavy, tapi langkah pertama itu terasa begitu berat.
When will this overthinking finally go away?
Kapan ya, overthinking ini bisa hilang?
When will I be able to feel calm and focused again?
Kapan aku bisa merasa tenang dan fokus lagi?
Rasanya, aku ingin melangkah maju, tapi bayangan ketakutan dan kekhawatiran ini terus menarikku mundur.
***
Saat aku mulai menyusun penelitian kuantitatif, satu hal yang benar-benar bikin aku bingung adalah bagaimana menyusun latar belakang masalah.
Aku ngerasa seperti berusaha membalikkan segitiga, dimulai dari yang paling umum, lalu beranjak ke teori-teori relevan, dan akhirnya fokus ke gejala atau indikator yang akan aku teliti.
How can I start with a general statement? How can I structure and craft a relevant narrative?
The more I try to understand and begin, the more confused I feel.
Bagaimana cara memulai dengan pernyataan umum? Bagaimana bisa menyusun narasi yang terstruktur dan relevan? Semakin aku mencoba untuk memahami dan memulai, semakin aku merasa kebingungan.
Dimulai dari pernyataan umum, aku harus menemukan cara untuk menyajikan konteks yang luas tentang topik yang akan aku teliti.
Ini termasuk menjelaskan latar belakang secara umum yang mencakup kondisi, fenomena, atau situasi yang relevan dengan penelitian kuantitatifku.
Kemudian, aku harus menjelajahi teori-teori yang relevan dengan topik penelitianku. Aku harus memastikan bahwa aku menggunakan teori yang dapat mendukung dan memberikan dasar untuk analisis dataku nantinya.
Aku membaca berbagai literatur untuk menemukan teori yang tepat, tapi justru makin banyak teori yang aku baca, makin bingung aku memilih mana yang benar-benar relevan dengan penelitianku.
Terakhir, aku harus fokus pada gejala atau indikator spesifik yang akan aku teliti. Ini adalah langkah yang paling terperinci, di mana aku harus menyusun narasi untuk menunjukkan bagaimana gejala tersebut berkaitan dengan latar belakang masalah dan teori yang sudah aku bahas sebelumnya.
***
Saat aku terjun dalam mempelajari topik ini, rasanya seperti menghadapi labirin tanpa akhir. Semakin dalam aku mencoba menggali, semakin banyak cabang-cabang kebingungan yang aku temui. Proses ini seperti memutar roda gigi yang tampaknya tak pernah berhenti bergerak.
In my efforts to understand and build arguments, dalam upaya memahami dan menyusun argumen, I often feel trapped in a complex, aku sering kali merasa terperangkap dalam pola pikir yang rumit and confusing mindset, dan membingungkan.
Setiap teori yang aku baca seolah menambah lapisan kerumitan, bukannya memperjelas. Rasanya, setiap upaya untuk menyusun latar belakang masalah malah membawa aku ke jalur yang lebih membingungkan. Aku seakan berlari dalam lingkaran, mencoba mencari titik terang namun malah semakin terjebak dalam kebingungan.
At times, I feel like I'm at a dead end. Pada titik tertentu, aku merasa seperti berada di ujung jalan yang buntu. All the effort, semua usaha dan waktu yang aku curahkan seakan sia-sia ketika aku masih belum bisa menemukan solusi yang memuaskan.
In these moments, aku merasa perlu untuk mundur sejenak, dan itulah saatnya aku memilih untuk rebahan.
Rebahan bukan sekadar bentuk pelarian, melainkan sebuah strategi untuk menyegarkan pikiran. Sometimes, langkah mundur ini memberikan perspektif yang baru. By resting, aku memberi waktu bagi pikiranku untuk beristirahat dari ketegangan yang ada.
Ini mirip dengan bagaimana kita membutuhkan waktu untuk refleksi dan pemulihan, agar bisa kembali dengan energi dan pandangan yang lebih jernih.
***
It's time to end today with some sleep, while preparing myself for tomorrow.
Sudah saatnya aku menutup hari ini dengan tidur, sembari mempersiapkan diri untuk hari esok.
Tomorrow, aku akan bertemu dengan dospem 2, dan I have high hopes, harapanku sangat besar. Aku sangat berharap beliau ada di kampus seperti yang direncanakan.
Honestly, rasaku adalah bahwa pertemuan ini tidak akan terlalu menegangkan. Dosperm 2 dikenal sebagai dosen yang very supportive dan mempermudah mahasiswa. Beliau memiliki reputasi sebagai sosok yang lebih santai dan tidak terlalu memberatkan dalam proses bimbingan.
Interestingly, dospem 2 ini juga dikenal dengan responsifnya. When contacted via chat, ketika dihubungi melalui chat, beliau selalu memberikan jawaban dengan cepat.
Dan meskipun terkadang ada jeda waktu yang agak lama, beliau tetap membalas dengan penuh perhatian.
Ini memberikan rasa nyaman dan kepastian bahwa setiap pertanyaan atau kesulitan yang aku hadapi bisa disampaikan dengan baik dan akan mendapatkan tanggapan yang konstruktif.
Secara fisik, dospem 2 juga memiliki ciri khas yang membuatnya berbeda. Wajahnya yang awet muda menjadi salah satu kelebihan yang tidak bisa diabaikan. Menurutku, beliau adalah dosen yang paling comel di kampus.
***
Tidur yang cukup dan mengurangi overthinking—these are my biggest hopes right now, ini adalah harapan terbesarku saat ini, dan kenyataannya, ini adalah tantangan yang tidak mudah untuk dihadapi.
Di tengah rutinitas yang padat dan beragam tekanan, I often find myself trapped in an endless spiral of thoughts, sering kali aku menemukan diri terjebak dalam spiral pemikiran yang tak berujung.
his overthinking seems to be the main barrier, drowning me in a sea of prolonged anxiety and doubt.
Overthinking ini seakan menjadi penghalang utama, menenggelamkan aku dalam lautan kecemasan dan keraguan yang berkepanjangan.
Saat pikiran melayang ke berbagai masalah dan kekhawatiran, aku sering kali lupa untuk menjaga kebutuhan dasar, salah satunya adalah makan dengan tepat waktu.
Ketika aku terlarut dalam pemikiran yang tak ada habisnya, waktu makan menjadi tidak konsisten, and my body feels the effects, tubuhku merasakannya. Sometimes, rasa lapar ini datang tanpa aku sadari karena pikiran yang terlalu sibuk menyelimuti seluruh my attention and energy.
In reality, tidur yang cukup adalah fondasi yang sangat penting. However, dalam situasi di mana overthinking menguasai, kualitas tidur menjadi terganggu. Dan ketika tidur tidak optimal, aku merasa lebih mudah terjebak dalam siklus kecemasan yang terus-menerus.
Ini menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan, di mana kurang tidur dan kurang makan saling berkaitan dengan perasaan stres dan kelelahan.