Jeanette Archer, seorang wanita bersuami, menghabiskan satu malam panas bersama seorang pria. Hal itu terjadi di acara ulang tahun adik kesayangannya.
Axton Brave Williams, yang anti pernikahan, menerima tantangan dari para sahabatnya untuk melepas keperjakaannya. Ia melakukan sebuah ONS dengan seorang wanita di sebuah klub.
Jean merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukannya, membuat dirinya menerima perlakuan suaminya yang semakin lama semakin acuh. Hingga pada akhirnya ia menemukan bahwa suaminya telah mengkhianatinya jauh sebelum mereka menikah.
Sebuah perceraian terjadi, bahkan kedua orang tuanya mendukung ia berpisah, karena wanita selingkuhan suaminya tengah hamil. Di hari yang sama, ia mengetahui bahwa dirinya tengah hamil akibat malam panas yang ia lewati.
Tak mendapat dukungan dari siapapun, membuatnya lari saat hamil dan kembali menikmati petualangannya di alam bersama anak dalam kandungannya. Hingga takdir membawanya kembali pada pria yang merupakan ayah anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ELIZABETH
Dia baik baik saja.
Hanya itu kalimat yang diucapkan oleh Axton ketika Jeanette menghubunginya dan menanyakan keadaan Alex. Bagi Jeanette, jawaban itu justru mengerikan karena ia takut Axton mengambil Alex. Pikiran buruk kembali menghampirinya, membuatnya mencabut jarum infus yang berada di punggung tangannya.
Kakinya sudah tak terlalu sakit seperti sebelumnya, mungkin dokter menyuntikkan penghilang rasa sakit. Tidak mengapa sakit itu hilang sementara waktu, sehingga ia bisa mengambil Alex nya kembali.
Dengan sedikit mengendap, Jeanette berjalan menuju ke arah pintu keluar. Sebelumnya, ia melakukan perombakan pada pakaian rumah sakit yang ia kenakan, dengan peralatan seadanya.
Berhasil! Ia berhasil keluar dari rumah sakit dan menuju ke rumahnya. Dengan kunci cadangan yang selalu ia letakkan di dalam tanah di dekat pintu, ia membuka pintu rumahnya.
Jeanette mengambil sebuah tas dan memakainya dengan menyilang di dada. Setelahnya, ia membuka lemari dan membuka sebuah kotak. Ia menghela nafasnya pelan dan mengambil sebuah pistol yang sudah ia miliki sejak ia remaja.
Pistol itu sudah ia bawa sejak ia pergi meninggalkan Berlin. Ia memilikinya tentu saja dengan surat surat lengkap. Namun yang paling luar biasa, pistol itu tak akan terdeteksi di bandara. Jadi Jeanette dengan mudah membawanya ke mana saja tanpa takut.
Ia terpaksa mengeluarkannya karena ia tak ingin Axton mengambil Alex darinya. Mungkin ia berlebihan, tapi ia tak mau kehilangan Alex, apalagi diambil oleh seorang pria yang anti pernikahan. Bukankah itu berarti ia juga tak ingin memiliki anak.
"Aku tak akan membiarkan siapapun mengambil Alex dariku," gumam Jeanette.
Tak perlu mencari di mana kemungkinan Axton membawa Alex, sudah pasti ke hotel yang sama tempat ia menemukan Alex waktu itu. Jeanette pun pergi ke sana dengan menggunakan sebuah taksi online karena ia tak mungkin menggunakan sepeda motornya.
Sesampainya di hotel, ia mendekati resepsionis dan kembali bertanya, "Di mana saya bisa bertemu dengan Tuan Axton Williams?"
Tiba tiba seorang staf hotel datang mendekati resepsionis, "Oo Tuan Axton sedang berenang bersama putranya."
Putranya? Apa dia mengakui Alex sebagai putranya? - Jeanette.
"Di mana kolam renangnya?" tanya Jeanette dan staf itu menunjuk dengan tangannya.
Jeanette pun langsung berjalan ke arah yang ditunjukkan, sementara staf hotel tersebut mendapat teguran dari resepsionis yang bertugas.
"Mengapa kamu memberitahunya?"
"Bukankah dia bertanya?"
"Iya, tapi tak boleh seperti itu jika ingin bertemu Tuan Axton, harus membuat janji terlebih dahulu."
"Mati aku! Aku tidak tahu. Apa aku akan dipecat?"
Ketakutan mulai merasuki staf hotel tersebut dan ia berjalan perlahan di belakang Jeanette untuk melihat apa yang akan wanita itu lakukan.
Bersamaan dengan seorang tamu, Jeanette akhirnya bisa masuk ke area kolam renang yang menggunakan kartu akses khusus tamu hotel. Dari balik jendela kaca besar, Jeanette bisa melihat bagaimana Alex terlihat bahagia bersama dengan Axton.
Ia memang tak berhak memisahkan keduanya, karena mereka adalah Ayah dan Anak, tetapi Jeanette hanya berjaga jaga agar Axton tak mengambil Alex darinya.
"Alex!" Axton dan Alex langsung menoleh.
"Mommy!" teriak Alex.
"Kita pulang," ajak Jeanette. Jika Alex bisa diajak pulang tanpa ada hambatan dari Axton, tentu ia tak perlu menggunakan kekerasan.
Alex yang memang merindukan Jeanette, langsung meminta pada Axton untuk menaikkannya ke pinggir kolam.
"Om, Alex mau Mommy," pinta Alex.
"Baiklah, ayo kita naik."
Axton menuju ke tangga kolam dan naik dari sana, sambil menggendong Alex. Jeanette memalingkan wajahnya ketika melihat Axton yang hanya menggunakan celana renang dan bagian dada yang terbuka, yang tentu saja memperlihatkan tubuhnya yang terlihat ideal dan pasti memancing hassrat para kaum hawa yang ada di sekitar kolam renang.
Tak ingin membuat keributan di kolam renang hotelnya sendiri, Axton mengajak Alex dan Jeanette untuk membersihkan diri di kamarnya, setelah sebelumnya menggunakan bathrobe.
Di dalam kamar,
"Siapa yang mengijinkanmu untuk pulang?" tanya Axton pada akhirnya.
"Aku sendiri," Jeanette yang telah selesai memandikan Alex, kini memakaikan baju untuk putranya itu.
"Kita pulang sekarang, sayang," ucap Jeanette pada Alex sambil tersenyum.
"Kamu harus kembali ke rumah sakit," ucap Axton.
"Tidak, terima kasih. Ah ya, aku akan mengganti biaya rumah sakitnya. Jika kamu tak ingin memberikan nomor rekeningmu, aku akan menitipkan uangnya nanti di resepsionis," ucap Jeanette.
Wanita ini benar benar keras kepala. - batin Axton yang terus melihat ke arah Jeanette yang dengan telaten mengurus Alex.
"Kita pulang sekarang, sayang," ucap Jeanette.
"Mobil Om," ucap Alex.
"Tidak, sayang. Mommy sudah memesan taksi."
"Batalkan taksinya, aku sendiri yang akan mengantar kalian," ucap Axton.
Jeanette yang awalnya berada dalam posisi setengah berlutut, kini berdiri dengan tegap menatap ke arah Axton, "Tuan Axton Williams yang terhormat. Saya mohon dengan sangat agar tidak bertindak semau anda. Alex adalah putra saya dan biarlah saya yang menentukan. Saya mengucapkan terima kasih atas bantuan anda," dengan setengah membungkuk Jeanette mengucapkan terima kasih.
"Mom."
"Ayo, sayang," Jeanette menggenggam dan menuntun tangan Alex. Alex menoleh ke belakang sebelum ia dan mommynya keluar dari kamar itu.
Mengapa aku tidak rela jika melihatnya membawa Alex. - batin Axton sambil menghela nafas pelan.
Axton pun ikut keluar. Jika memang Jeanette tak ingin diantar, maka setidaknya ia harus memastikan mereka sudah masuk ke dalam taksi online. Melihat Axton mengikutinya, Jeanette menggenggam tangan Alex dengan erat.
Masuk lift bersama, Alex sesekali melirik ke arah Axton dan tersenyum. Hal itu membuat Axton pun tersenyum padanya. Axton membuat tanda dengan telapak tangannya di sebelah telinga, dan Alex tentu mengangguk.
Mereka sampai di lobby hotel. Jeanette mengeluarkan ponselnya dan memeriksa apakah taksi online nya sudah datang.
"Berikan pelukan dulu untuk Om," Axton setengah berlutut dan merentangkan tangannya. Alex segera melepaskan tangannya dari genggaman Jeanette dan menyambut pelukan Axton.
"Alex sayang Om," bisik Alex. Ucapan Alex membuat hati Axton terasa bergetar dan juga hangat secara bersamaan.
Perasaan apa ini? - batin Axton.
"Taksinya sudah datang, sayang. Ayo!" ucap Jeanette yang melayangkan tangannya agar Alex meraihnya.
Namun, baru saja Jeanette dan Alex mau melangkah keluar dari lobby hotel, ada sebuah suara yang memanggil.
"Elizabeth."
🧡 🧡 🧡