Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nia Kesanyangan Keluarga
Hari-hari terus dilalui dengan penuh bahagia, kini Nia tak lagi ikut Faris ke kantor. Nia memilih untuk mengakrabkan diri dengan semua keluarga, dengan mertua, bibi mertua, nenek mertua dan termasuk kakek yang sangat dihormati di rumah itu.
Tak terasa dua bulan kini ia sudah menjadi menantu keluarga itu, semua sudah sangat akrab dengannya. Begitupun Farah dan juga Tita, mereka bahkan lebih sering saling telepon dibanding Faris dan mereka berdua.
Tita yang masih SMA dan sekolah di kota yang sama, sering curhat pada Nia, bahkan terkadang ia datang ke rumah itu untuk bertemu Nia. Padahal selama ini, setelah kedua orang tuanya bercerai ia tak berani datang ke sana, dia pergi sejak kecil dan sudah dewasa saat ini dan masih tak berani sekaligus sungkan untuk datang ke rumah ayahnya.
Terkecuali ada acara-acara tertentu dan itupun jika ibunya mengizinkannya. Namun, tidak kali ini, semenjak Nia ada di sana, Nia selalu memanggilnya untuk datang walau sekedar untuk bersantai, jika ibunya sedang keluar kota dan ia sendiri di rumah. Terkadang Nia, mengajaknya untuk menginap di sana. Tentu saja semua dengan izin ibu mertua dan juga suaminya, semua keluarga tak ada yang keberatan karena memang mereka juga sangat menyayangi kedua anak itu, terlepas dari fakta jika keduanya ternyata bukanlah anak-anak Faris, tapi kasih sayang mereka sudah melekat pada keduanya.
"Mama, terima kasih ya, karena Mama aku bisa diterima di keluarga ini lagi," ucap Tita yang kini ada di kamar Nia, sementara Faris sendiri masih berada di kantornya.
"Iya, walau bagaimanapun kamu adalah bagian dari rumah ini, jadi jika kamu ingin ke sini jangan sungkan-sungkan datang saja, walau Mama enggak menelponmu. Kamu lihat sendiri kan, yang lainnya juga sangat menyayangimu," ucap Nia membuat Tita pun mengangguk.
Disaat mereka sedang berbincang-bincang, Farah melakukan video call dengan Tita. Tita mengangkatnya dan mengatakan jika dia sedang bersama dengan mama di kamar mamanya.
"Iri banget sih sama kalian, aku iri sama kamu, Dek. Kamu sudah dekat dengan keluarga ayah kembali, aku juga sangat ingin," ucap Farah, dimana dia juga selama ini selalu ingin bergabung kembali dengan keluarga ayahnya. Namun, rasa sungkan dan juga keegoisan dari ibunya membuat mereka jauh dari semua keluarga besar ayahnya.
"Nanti kalau kamu ke sini, kamu kan bisa datang juga," jawab Tita membuat Nia pun mengangguk di belakangnya.
"Oh ya, Mama Nia. Apa ibuku masih suka mengganggu Mama?" tanya Farah.
"Nggak, kok. Aku nggak pernah ketemu ibu kalian, aku juga pernah mendapat pesan dari seseorang dan aku juga tak tahu mungkin itu ibu kalian atau bukan, tapi waktu itu dia hanya menyapa dan mengatakan ingin bertemu. Tapi, aku tak membalas, ayah kalian melarang Mama untuk membalas pesan dari nomor yang tidak tersave di ponsel Mama," jawab Nia.
"Aku sudah berusaha mengatakan kepada ibu untuk tak mengganggu kalian, tapi entahlah ibuku mendengarkan atau tidak. Bahkan sekarang ibu terus meminta aku agar bisa mempertemukan ayah dan ibu, tentu saja aku menolak," jawab Farah berterus terang kepada Nia. Ia rasa ia harus berterus terang kepada istri kedua ayahnya itu. Nia adalah sosok yang sangat baik, ia tak ingin karena ibunya membuat hubungan mereka menjadi berjarak.
"Terima kasih ya, kamu sudah mengatakannya padaku. Tapi, tenang saja, aku percaya kok sama Mas Faris, ayah kalian dan aku juga nggak dendam sama ibu kalian, mungkin ibu kamu memang lagi butuh bantuan," ucap Nia.
"Iya sih, Mah. Ibuku sangat stress, tagihan dari bank terus aja datang dan ibu nggak punya uang, ibu hanya punya uang cukup untuk makan dan juga memulai usaha baru. Ibu harus pinjam dari satu tempat ke tempat lain dan setiap hari pergantian rentenir yang datang menagih ke rumah," jelas Tita.
"Ya, sudah. Nanti jika ayah kalian pulang, coba kita bicara dulu ke ayah, semoga saja Mas Faris bisa bantu," ucap Nia membuat Farah dan juga Tita semakin menghormati sosok istri kedua ayahnya itu. Walau ibu mereka sudah jahat padanya, ia masih berniat untuk menolong ibunya. Sejahat-jahat apapun ibu mereka, Raya tetaplah ibunya. Mereka masih menyayangi Raya, mereka merasa kasihan jika Raya terus ketakutan saat menghadapi para rentenir yang mengancamnya.
Setelah berbicara cukup lama, akhirnya mereka pun mengakhiri panggilan mereka. Nia mengajak Tita untuk bergabung dengan yang lainnya dilamtai bawah, di mana mereka semua sedang bercengkrama di teras belakang. Ada kakek dan juga nenek di sana.
Tiba-tiba di tengah mereka sedang berbincang, Nia tiba-tiba merasa sangat pusing.
"Nia, kamu kenapa, Nak?" tanya Agatha yang melihat Nia memegang kepalanya dan terlihat pucat.
"Nggak tahu, Bu. Aku sangat pusing," ucapnya.
"Mama nggak apa-apa? Wajah Mama sangat pucat," ucap Tita yang berada di samping Nia.
"Tita, bawa Mama ke kamar, Mama ingin istirahat di kamar saja. Aku ke kamar dulu ya, Kek," pamit Nia membuat Kakek pun mengangguk.
"Iya, hati-hati, Tita bawa Mamamu ke kamar," ucap kakek membuat Tita pun berdiri. Tinggi badan Tita bahkan lebih besar dari Nia, membuat Tita langsung dengan sikap membawa mamanya ke kamar. Namun, belum juga sampai di tangga, Nia langsung pingsan membuat Tita menjerit.
"Nenek, Mama pingsan!" ucap Tita yang berusaha menahan kepala Nia agar tak terbentur dilantai dan bertepatan dengan itu Faris juga sudah pulang dari kantor, ia langsung berlari menghampiri Nia dan mengangkatnya ke kamar.
sukses selalu author