Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai
Jadi, judul skripsi aku udah fix: “Pengaruh Harga dalam Pemilihan Biro Haji dan Umroh.” Sounds great, right? Tapi, begitu mulai nulis proposal, rasanya kayak nyemplung ke laut lepas tanpa pelampung. Sumpah, bingung banget mau mulai dari mana.
Coba deh, urusan nulis proposal aja udah bikin stress, apalagi ketika ternyata aku belum punya logo universitas yang penting banget buat cover proposal. Rasanya kayak missing puzzle piece yang bikin gambar proposal jadi nggak lengkap.
Akhirnya, aku minta tolong temen buat ngirim logo. Setelah dapet logo, rasanya kayak dapet sinyal WiFi di tempat yang jauh dari coverage area—akhirnya bisa mulai ngerjain cover proposal.
Tapi masalahnya nggak berhenti di situ. Aku ini anak manajemen, dan manajemen keuangan itu jelas bukan keahlian aku. Keluar dari kampus, godaan jajanan tuh udah kayak magnet yang nyedot semua uang di dompet.
Selesai kuliah, aku pasti mampir ke tempat yang jual batagor, ayam geprek, atau seblak yang bikin lidah bergetar. Bakso seharga lima ribuan itu juga nggak bisa ditolak—itu kayak comfort food yang bikin semua masalah sementara terlupakan.
Dan kalau malam tiba, martabak dan sempol muncul kayak penawaran yang nggak bisa dilewatkan. Godaan ini bikin aku merasa seperti terjebak dalam lingkaran setan jajanan yang terus menerus nyedot uang.
Jadi, di tengah-tengah skripsi dan makanan enak ini, aku belajar bahwa manajemen waktu dan manajemen keuangan itu penting banget—karena satu-satunya cara untuk lulus kuliah tanpa bangkrut adalah dengan bisa mengatur keduanya dengan bijaksana. Dan, semoga aja, makanan enak itu nggak jadi penghalang untuk mencapai deadline skripsi yang udah menunggu di ujung jalan.
***
Setelah cover proposal selesai, aku mulai bingung lagi, mau kemana langkah selanjutnya. Aku cari-cari referensi skripsi terdahulu untuk nyontek strukturnya gimana.
Sejauh ini, semua terasa lumayan oke, sampai akhirnya aku ngecek halaman-halaman berikutnya. Di sinilah masalah baru muncul—halaman-halaman itu bikin aku mumet, rasanya kayak berhadapan sama teka-teki Rubik yang susah banget dipecahin.
Akhirnya, aku mutusin buat tiduran aja. Lagian, pengajuan judul juga baru dibuka, jadi kenapa harus stres-stres banget? Kadang aku pikir, mungkin ini bagian dari proses kreatif, di mana ide-ide brilian muncul pas kita lagi santai.
Dan, ya, lebih baik tidur dulu daripada stres terus-menerus mikirin hal-hal yang bikin kepala pusing. Lagipula, ada waktu untuk nyelesaian semuanya, dan tidur juga bagian dari manajemen waktu yang baik—atau setidaknya, itu yang aku coba yakinin ke diri sendiri.
Jadi, aku nyantai aja, nunggu momen inspiratif berikutnya untuk melanjutkan proposal ini.
***
Jadi, aku akhirnya memutuskan untuk beli buku pedoman tugas akhir yang katanya wajib banget dibawa kalau mau ngajuin judul atau bimbingan. Katanya sih buku ini adalah kunci sukses untuk skripsi, jadi aku langsung deh beli.
Setelah buku itu ada di tangan, rasanya kayak nambah satu item penting di checklist hidupku. Tapi, anehnya, meskipun buku udah ada, aku tetap aja bingung harus mulai dari mana.
Aku mulai ngetik proposal dengan semangat yang membara, eh tiba-tiba teralihkan sama handphone.
Gimana nggak, setiap beberapa detik ada notifikasi yang muncul dan bikin aku penasaran, "What's happening on my social media?" Produktivitasku jadi kayak roller coaster—naik turun, nggak jelas arahnya.
Laptopku juga nggak mau kalah, layar terus-terusan hidup, mati, hidup, mati berkali-kali. Kayak dia juga bingung, "What should I do now?" Rasanya semua teknologi di sekitarku pada ikut-ikutan stres dengan skripsi ini.
Akhirnya, sambil ngelihat layar laptop yang kayak disco dengan hidup-matinya, aku cuma bisa pasrah. Aku nyerah sama keadaan, ngambil camilan, dan berharap kalau semua ini bakal berakhir dengan happy ending.
Sementara itu, aku terus berdoa biar laptopku nggak minta cuti dan handphoneku bisa lebih pengertian.
***
Di tengah segala drama skripsi ini, ada beberapa teman yang udah mulai bergerak cepat, ngajuin judul, bahkan ada yang udah dapet dosen pembimbing.
Sementara itu, ada manusia-manusia malas kayak aku yang masih sibuk procrastinating, selalu bilang "besok aja deh" atau "nanti aja masih sempet."
Tapi apa daya, waktu jalan terus, sementara teman-teman yang lain udah melesat kayak pelari marathon.
Lama-lama, aku mulai panik juga. I mean, nobody wants to be left behind, right? Akhirnya, dengan penuh tekad dan dorongan dari rasa takut ditinggal teman, aku pun mulai bergerak.
Fix, gak bisa ditunda lagi. Kalau nggak mulai sekarang, bisa-bisa aku jadi satu-satunya yang belum ngajuin, dan itu akan sangat memalukan.
Mulai dari ngerjain proposal sampe kejar jam tayang, rasanya kayak masuk ke dalam episode marathon yang bikin mata panda ini makin kentara. Everyday feels like a final exam, dengan deadline yang mengejar-ngejar di belakang.
Tapi ya, at the end of the day, this is the struggle we signed up for. Mau gimana lagi? Akhirnya, kita yang biasanya mager-mageran, jadi rajin mendadak.
Semuanya karena fear of missing out dan rasa malu kalau sampai ditinggal teman. Jadi, yaudah, let's just get this over with. Kalau perlu begadang, begadang deh.
Mata panda? Gak apa-apa, asal kelar.
***
Syarat ngajuin judul itu harus bawa buku pedoman, lembar kertas from falidasi team tugas akhir dan proposal yang udah di print.
Nah, waktu itu, aku sebenarnya punya niat baik buat ngikutin semua aturan, tapi yah, namanya juga manusia, aku nggak baca sistematika penulisan dengan detail. Aku masih pakai kertas A4 padahal yang diminta itu B5.
Marginnya? Don't ask, pasti salah.
Jadi, pertanyaanku waktu itu, “Buat apa buku kalau nggak dibaca?”
But in my defense, aku baca kok, ya walaupun cuma bagian sistematika penulisan buat latar belakang masalah, batasan masalah, dan teman-temannya. Udah, sisanya? Skip aja, ngapain repot-repot.
Dan yang bikin aku merasa sedikit lebih baik adalah, ternyata gak cuma aku yang salah. Banyak juga temen-temen seperjuangan yang nasibnya serupa. Ada yang salah ukuran kertas, ada yang margin gak pas, bahkan ada yang lebih epic lagi—tulisan di halaman tertentu tuh gak rata kiri kanan.
Why? Karena mungkin kebanyakan copas dan lupa dirapihin. Salah satu contohnya? Yours truly.
Waktu pertama kali aku sadar kalau banyak yang sama-sama tersesat di labirin tugas akhir ini, rasanya kayak dapat pelukan virtual dari semesta.
Pada akhirnya, kita semua tau kalau ini cuma fase yang mesti dilalui. Salah format? No big deal, masih bisa diperbaiki. Salah margin? It's okay, masih ada waktu buat ngeprint ulang. Dan kalau pun nanti hasil akhirnya gak sempurna, at least, kita udah mencoba yang terbaik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Delita bae
hadir semangat pagi😁
2024-11-04
1