NovelToon NovelToon
Di Antara Dua Dunia

Di Antara Dua Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Papa Koala

Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.

Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.

Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menikmati Waktu yang Ada

Beberapa hari setelah petualangan mereka ke desa, kehidupan kembali ke ritme yang lebih tenang. Zoe, seperti biasa, sudah kembali dengan energinya yang tidak ada habisnya, selalu menemukan hal-hal kecil yang membuat harinya menarik. Sementara Ethan, meskipun masih introvert dan lebih senang menghabiskan waktu dengan dirinya sendiri, merasa ada perubahan halus yang menyelimuti mereka. Setiap momen bersama Zoe, bahkan yang paling sederhana sekalipun, mulai terasa lebih spesial.

Pagi itu, Zoe dan Ethan duduk di beranda kecil homestay. Udara sejuk pegunungan menyelimuti mereka, membuat suasana pagi semakin tenang. Zoe, yang masih mengenakan piyama kotak-kotak kesukaannya, memegang secangkir kopi panas sambil menggoyang-goyangkan kakinya.

“Kamu sadar nggak sih, Eth? Kita udah seminggu lebih di sini, tapi rasanya kayak baru kemarin kita datang,” Zoe bersandar ke kursinya, menatap awan yang menggantung rendah di langit.

Ethan, yang duduk di sebelahnya sambil membaca buku, melirik Zoe dari balik kacamatanya. “Iya, waktu emang cepat berlalu kalau kita menikmati momen-momen kecil.”

Zoe tersenyum puas. “Akhirnya kamu mulai bisa nikmatin hidup ya, Eth.”

Ethan tersenyum tipis, menutup bukunya dan menaruhnya di atas meja. “Mungkin, atau mungkin kamu yang ngeracuni aku dengan gaya hidup santai ini.”

“Hey, nggak ada yang salah dengan santai!” Zoe membela diri. “Terlalu sibuk itu bikin stres. Kadang kita perlu lepas dari segala kesibukan dan sekadar... menikmati apa yang ada.”

Ethan mengangguk pelan, seolah setuju tapi tidak ingin mengakui sepenuhnya bahwa Zoe benar. “Mungkin kamu ada benarnya,” katanya pelan, seolah tidak mau terlalu memberi pujian.

Zoe tertawa kecil, “Kamu tuh, selalu aja nggak mau ngaku kalau aku benar.”

Ethan hanya tersenyum, tidak ingin memperpanjang argumen itu. Baginya, Zoe adalah anomali—seseorang yang penuh energi, optimis, dan selalu bisa melihat sisi terang dalam segala situasi. Sementara Ethan, dengan caranya sendiri, lebih menikmati ketenangan, refleksi, dan kebiasaan-kebiasaan kecil yang teratur. Namun, semakin lama dia mengenal Zoe, semakin dia menyadari bahwa keduanya memiliki cara unik untuk saling melengkapi.

“Jadi, ada rencana hari ini?” Ethan bertanya, mencoba mengalihkan perhatian Zoe dari topik sebelumnya.

Zoe menyesap kopinya dan tersenyum penuh rahasia. “Aku ada ide, tapi nggak tahu kamu bakal suka atau nggak.”

Ethan mengangkat satu alis. “Apalagi sekarang?”

“Kamu tahu nggak di sebelah utara desa ada bukit kecil yang katanya punya pemandangan matahari terbenam terbaik di sini?” Zoe bertanya dengan antusias, jelas sudah merencanakan sesuatu.

Ethan menatapnya dengan ekspresi datar. “Matahari terbenam? Bukannya kita udah cukup banyak liat matahari terbenam?”

Zoe menepuk tangan Ethan dengan ringan. “Ayolah, Eth! Beda tempat, beda suasana. Ini katanya luar biasa, dan kamu pasti bakal suka. Lagian, kapan lagi kita bisa lihat matahari terbenam di tempat sekeren ini?”

Ethan, yang tadinya ragu, akhirnya mengangguk juga. “Baiklah, tapi kamu yang pimpin jalan. Aku nggak mau nyasar di tengah bukit.”

“Deal!” Zoe langsung berdiri dengan semangat. “Kita berangkat nanti sore, dan aku janji ini bakal jadi salah satu matahari terbenam paling keren yang pernah kamu lihat.”

Ethan hanya bisa tersenyum kecil, memikirkan bagaimana Zoe selalu bisa membuat hal-hal sederhana seperti melihat matahari terbenam menjadi sebuah petualangan.

---

Sore hari tiba lebih cepat dari yang mereka duga. Zoe, dengan gaya khasnya, sudah menyiapkan segala sesuatunya—botol air, selimut tipis untuk duduk, dan tentu saja kamera untuk mengabadikan momen. Ethan, meskipun tidak seantusias Zoe, ikut membawa beberapa barang seperti makanan ringan dan kacamata hitam.

“Siap?” Zoe bertanya dengan senyum lebar di wajahnya.

Ethan mengangguk, sambil menyesuaikan ranselnya. “Siap untuk apapun yang kamu rencanakan kali ini.”

Perjalanan menuju bukit tidak terlalu sulit, hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit berjalan kaki. Jalanan setapak yang mereka lalui penuh dengan pohon-pohon hijau dan udara yang sejuk. Zoe seperti biasa, berjalan di depan dengan semangat, sesekali berbalik untuk memastikan Ethan tidak tertinggal jauh di belakang.

“Kamu beneran nggak mau lari kecil? Biar cepat sampai,” Zoe menggoda sambil berlari-lari kecil di tempat.

Ethan tertawa pelan. “Aku lebih suka jalan santai. Kamu lari aja kalau mau.”

“Aww, Eth, kamu nggak asyik,” Zoe tertawa tapi tetap berjalan dengan cepat. “Padahal lari itu bikin adrenalin meningkat.”

“Ya, dan bikin capek,” Ethan balas dengan tenang, membuat Zoe kembali tertawa.

Setelah beberapa saat, mereka akhirnya sampai di puncak bukit. Pemandangan di depan mereka benar-benar menakjubkan, hamparan lembah hijau yang terbentang luas, dengan matahari yang perlahan-lahan mulai tenggelam di balik pegunungan di kejauhan. Warna langit mulai berubah, dari biru cerah menjadi jingga kemerahan, seolah-olah seluruh alam sedang bersiap untuk tidur.

Zoe duduk di atas selimut yang dia bentangkan, menatap pemandangan di depannya dengan takjub. “Kamu lihat itu, Eth? Indah banget kan?”

Ethan, yang duduk di sebelahnya, hanya bisa mengangguk setuju. “Iya, ini... luar biasa.”

Zoe tersenyum puas. “Tuh kan, aku bilang juga apa. Kadang, kamu cuma perlu percaya sama aku.”

Ethan menoleh ke arah Zoe, memandangi wajahnya yang bersinar terkena sinar matahari terbenam. Ada sesuatu dalam diri Zoe yang selalu membuatnya kagum. Mungkin bukan hanya soal energinya, tapi juga cara Zoe melihat dunia penuh dengan rasa ingin tahu dan optimisme, sesuatu yang membuat Ethan, meskipun dengan caranya sendiri, mulai melihat hidup dari sudut pandang yang berbeda.

“Kamu benar, Zo,” Ethan akhirnya berkata pelan. “Aku perlu lebih banyak percaya sama kamu.”

Zoe menoleh, tampak terkejut mendengar Ethan mengakuinya. “Serius?”

Ethan mengangguk, dan untuk pertama kalinya sejak mereka sampai di sini, dia merasa benar-benar nyaman dengan kata-kata itu. “Serius.”

Zoe tersenyum lebar, hampir tertawa karena tidak menyangka Ethan akan mengatakan hal itu. “Wow, kamu baru aja bikin hari aku makin sempurna, Eth.”

Mereka duduk dalam keheningan selama beberapa saat, hanya menikmati pemandangan dan kebersamaan. Tidak ada yang perlu dikatakan lagi semuanya terasa cukup, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Ethan merasa damai. Bukan hanya dengan situasi, tapi juga dengan perasaannya terhadap Zoe.

Matahari akhirnya tenggelam sepenuhnya, dan langit mulai gelap. Zoe bangkit berdiri, menggulung selimutnya dan bersiap untuk kembali ke homestay.

“Kita balik?” tanyanya sambil tersenyum.

Ethan mengangguk, tapi sebelum mereka mulai berjalan, dia menarik Zoe ke pelukannya, memeluknya erat. Zoe, yang terkejut, tidak berkata apa-apa, hanya membalas pelukan itu dengan lembut.

“Terima kasih,” Ethan berbisik pelan, cukup untuk didengar Zoe.

Zoe tersenyum dalam pelukan Ethan, merasakan kehangatan yang berbeda di antara mereka. “Sama-sama, Eth.”

Dengan itu, mereka berjalan pulang, menyusuri jalan setapak di bawah langit malam yang penuh bintang, siap untuk menikmati malam terakhir mereka di desa kecil itu bersama.

1
Hunter Cupu
urhyrhyr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!