Perempuan di Balik Topeng
menceritakan kisah Amara, seorang gadis desa sederhana yang jatuh cinta pada Radit, seorang pria kaya raya yang sudah memiliki dua istri. Radit, yang dikenal dengan sifatnya yang tegas dan dominan, terpesona oleh kecantikan dan kelembutan Amara. Namun, hubungan mereka menghadapi banyak rintangan, terutama dari Dewi dan Yuni, istri-istri Radit yang merasa terancam.
Dewi dan Yuni berusaha menghalangi hubungan Radit dan Amara dengan berbagai cara. Mereka mengancam Amara, menyebarkan fitnah, dan bahkan mencoba untuk memisahkan mereka dengan berbagai cara licik. Amara, yang polos dan lugu, tidak menyadari kelicikan Dewi dan Yuni, tetapi Radit, meskipun jatuh cinta pada Amara, terjebak dalam situasi sulit.ujian
Radit harus memilih antara kekayaan dan kekuasaannya, atau menuruti hatinya yang telah jatuh cinta pada Amara. Kisah ini menjelajahi tema cinta, kekuasaan,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Idayati Taba atahiu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Kemarahan di Balik Topeng
Radit masuk ke rumah dengan langkah yang cepat. Ia menutup pintu dengan keras. Wajahnya tampak tegang dan penuh kemarahan.
"Mas Radit, kamu sudah pulang," sapa Dewi dengan senyuman manis. Ia berusaha untuk menenangkan Radit. Yuni ikut tersenyum dan berusaha memperlihatkan wajah yang penuh kasih sayang.
Namun, Radit tak terpengaruh oleh perbuatan Dewi dan Yuni. Ia langsung mendekati sofa dan duduk di meja depan televisi.
"Dewi... Yuni... datang kalian!" panggil Radit dengan nada yang tegas. Ia menatap kedua istrinya dengan tatapan yang penuh kemarahan.
"Kenapa kalian mengancam Amara?" tanya Radit dengan nada yang keras. "Kalian tahu kan bahwa aku ingin menikah dengannya!"
Dewi dan Yuni terkejut. Mereka tak menyangka Radit akan mengetahui rencana mereka.
"Mas Radit... kami tak bermaksud mengancam Amara," jawab Dewi dengan nada yang penuh penyesalan. "Kami cuma ingin memberinya nasehat agar ia tak terburu-buru dalam mengambil keputusan."
"Omong kosong!" bentak Radit, dengan nada yang keras. "Aku tahu kalian melakukan itu. Kalian takut akan kehilangan aku, bukan?"
Yuni menunduk. Ia takut akan kemarahan Radit. Ia tahu bahwa Radit tak akan segan-segan untuk menghukum orang yang menentang keinginannya.
"Mas Radit... kami mencintai kamu," ujar Yuni dengan suara yang bergetar. "Kami tak ingin kehilangan kamu."
"Kalian harus berhenti melakukan itu!" bentak Radit, dengan nada yang keras. "Aku akan menikah dengan Amara. Bulan depan aku akan melamarnya."
Dewi dan Yuni terkejut. Mereka tak menyangka Radit akan secepat itu melamar Amara.
"Mas Radit... kami memperhatikan kamu," ujar Dewi dengan nada yang sedikit merajuk. "Kami ingin melihat kamu bahagia."
"Kalian harus menerima keputusanku!" bentak Radit, dengan nada yang keras. "Aku akan menikah dengan Amara. Dan, aku tak ingin kalian menghalangi keinginanku."
Dewi dan Yuni terdiam. Mereka takut akan kemarahan Radit. Mereka tahu bahwa Radit tak akan segan-segan untuk menghukum orang yang menentang keinginannya.
"Baiklah, Mas Radit," jawab Dewi dengan nada yang pasrah. "Kami akan menerima keputusanmu."
"Ya, Mas Radit," jawab Yuni dengan nada yang pasrah. "Kami akan mencoba untuk menerima keputusanmu."
Radit menangguk. Ia merasa lega karena Dewi dan Yuni menyetujui keputusannya.
*******
"Aku pergi dulu," ujar Radit, dengan nada yang tegas. "Jangan coba-coba menghalangi keinginanku lagi. Ingat itu."
Radit berdiri dan berjalan meninggalkan Dewi dan Yuni. Ia berjalan menuju kamarnya.
Dewi dan Yuni terdiam. Mereka menatap Radit yang sedang berjalan menjauh. Wajah mereka tampak penuh kecemasan dan kemarahan.
"Dia akan menyesal!" bisik Dewi dengan nada yang penuh kemarahan. "Kita akan membuatnya menyesal!"
******
Debu-debu beterbangan di udara, mengambang di atas sinar matahari sore yang menyelinap masuk melalui celah gorden. Dewi dan Yuni duduk berdampingan di ruang tamu, namun wajah keduanya dipenuhi dengan kerutan kekesalan yang mendalam.
"Aku tidak percaya! Bagaimana dia bisa setega itu?" desis Dewi, suaranya bergetar dengan amarah. "Memangnya dia siapa? Dia tidak boleh tinggal di rumah ini!"
Yuni hanya mengangguk setuju, matanya menatap kosong ke arah jendela. "Aku juga tidak suka. Dia itu cuma perempuan murahan yang ingin menumpang hidup di sini."
Keduanya diam sesaat, terbenam dalam pikiran masing-masing. Mereka tidak bisa melupakan kejadian beberapa hari yang lalu. Amara, seorang perempuan muda yang baru dikenal Radit, datang ke rumah dan bersikeras untuk tinggal di sana. Permintaan itu, yang begitu mendadak dan tak terduga, membuat Dewi dan Yuni geram.
"Kita harus bertindak, Yuni," ujar Dewi, matanya berkilat tajam. "Kita tidak bisa membiarkannya tinggal di sini. Kita harus menghentikannya!"
Yuni sedikit ragu. "Tapi bagaimana caranya? Dia selalu mengadu ke Radit. Kita takut dia akan menceritakan semuanya."
"Kita tidak perlu cerita dengan Radit," jawab Dewi dengan senyum licik. "Kita bisa mengatasinya sendiri."
Yuni masih merasa takut, tapi melihat tekad yang terpancar di mata Dewi, dia pun akhirnya mengangguk setuju. "Tapi bagaimana? Kita harus punya rencana yang bagus."
Debu kembali berputar di udara, seakan menjadi saksi bisu rencana licik yang mulai mereka susun.
********
Topeng Penyesalan
Dewi dan Yuni terdiam sejenak. Mereka menatap satu sama lain dengan tatapan yang penuh kecemasan. Mereka tak menyangka hubungan Radit dan Amara akan secepat itu berkembang. Mereka tak menyangka Radit akan secepat itu melamar Amara.
"Kita harus mencari cara yang tepat," ujar Dewi dengan nada yang keras. "Kita harus mencari kelemahan Amara. Kita harus mencari cara untuk menghancurkan hubungan Radit dan Amara."
"Ya, Dewi," jawab Yuni dengan nada yang sedikit bergetar. "Kita harus mencari cara untuk menyingkirkan Amara dari kehidupan Radit."
Dewi dan Yuni berencana untuk pura-pura pergi ke Kupu-kupu Klub. Mereka ingin meminta maaf pada Amara. Mereka berharap Amara akan menerima permintaan maaf mereka.
"Kita harus memperlihatkan pada Radit bahwa kita menyayanginya," ujar Dewi dengan nada yang keras. "Kita harus memperlihatkan padanya bahwa kita menerima keputusannya."
Yuni menangguk. Ia merasa takut akan rencana Dewi. Namun, ia juga takut akan kehilangan Radit.
Matahari sudah mulai meredup, meninggalkan langit dengan warna jingga yang lembut. Di tengah senja yang syahdu itu, Yuni dan Dewi melangkah keluar dari rumah dengan ekspresi penuh penyesalan.
"Kita harus minta maaf," ujar Yuni, suaranya bergetar, namun matanya masih berbinar-binar dengan kelicikan.
"Ya, kita harus membuatnya percaya bahwa kita menyesal," timpal Dewi. "Kita harus bisa menarik simpati Radit."
Mereka berencana menuju Club Kupu-Kupu, tempat hiburan malam yang dikenal di kota itu. Tujuan mereka bukanlah untuk bersenang-senang, melainkan untuk pura-pura bertobat di hadapan Amara.
Di Club Kupu-Kupu, mereka menemui Amara yang sedang duduk sendirian di meja bar. Ekspresi Amara masih dipenuhi kesedihan karena kejadian yang baru saja terjadi.
"Amara, maafkan kami," ujar Yuni, suaranya bergetar, seolah-olah benar-benar menyesal. "Kami salah telah berprasangka buruk padamu. Kami tidak seharusnya berbuat seperti itu."
Dewi pun ikut menimpali, "Kami benar-benar bodoh, Amara. Kami tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Amara tercengang. Dia tidak menyangka Dewi dan Yuni akan meminta maaf kepadanya. Dengan polos, dia menerima permintaan maaf mereka.
"Tidak apa-apa," jawab Amara, air matanya terjatuh. "Aku mengerti. Kalian mungkin terpengaruh oleh orang lain."
Tiba-tiba, Radit muncul. Dia baru saja pulang dari kantor. Melihat Yuni dan Dewi bersama Amara, Radit langsung terdiam. Dia pun ikut terbawa suasana.
"Aku senang melihat kalian berdua sudah berbaikan," ujar Radit. "Aku juga minta maaf karena telah bersikap kasar padamu, Yuni dan Dewi. Aku terburu-buru mengambil keputusan."
Yuni dan Dewi tersenyum lebar. Rencana mereka berjalan sempurna. Amara dan Radit sama sekali tidak menyadari kepura-puraan mereka.
Bersambung...