Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Suara Yura benar-benar membuat hati Juna terasa adem, begitu menenangkan jiwa dan raganya.
Saking menikmatinya, ia sampai lupa tujuan dia naik ke atas untuk memasuki kamar.
"Juna" Suara Jazil di sertai tepukan di punggungnya, membuat tubuhnya berjengit.
Pria itu seketika membalikkan badan, dan langsung mendapati wanita yang melahirkannya. "M-mamah?"
"Lagi ngapain kamu berdiri di depan kamar Yura?"
"E-enggak ngapa-ngapain, mah" Juna mengusap bagian belakang kepalanya dengan gugup.
"Hmm, kamu pasti terpana dengan suara Yura, kan? Mamah bilang juga apa, dia gadis yang sholehah, kamu nggak akan rugi nikah sama dia"
"Mamah!" Suara Juna membuat Yura menghentikan bacaannya, ia lantas menoleh ke arah sumber keributan, dan lamat-lamat melihat sekelebat bayangan Juna.
Wanita yang masih mengenakan mukena berdiri kemudian berjalan menghampiri pintu.
"Mamah, mas Juna!" Kata Yura selang beberapa detik.
Jazil tersenyum meringis. "Sayang, boleh mamah masuk?" Jazil dan Juna mengalihkan pandangan ke Yura yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Boleh, mah"
"Tuh, di suruh masuk" Sambar Juna merasa kesal, usai mengatakan itu, dia langsung pergi dari hadapan dua wanita beda generasi itu.
"Masuk, mah!" Titah Yura, sedikit bergeser supaya Jazil bisa masuk.
"Makasih, sayang"
Tanpa menutup pintu kamarnya, Yura berjalan mengekori mamahnya.
"Mamah ingin bicara, sayang" Ucap Jazil.
"Bicara apa, mah?"
Dua wanita itu sama-sama menaiki ranjang dan ambil posisi duduk bersisian, punggungnya sama-sama bersandar pada headboard.
"Mamah tahu soal pria itu, nggak apa-apa ya, nggak di pilih. Pasti ada pria yang lebih baik dari dia yang Allah pilihkan buat kamu"
Tersenyum kecut, Yura menumpukkan tangan kanannya di atas punggung tangan Jazil yang tengah menggenggam tangan kirinya.
"Nggak apa-apa, mah. Dia bukan pria ideal menurut Yura"
"Kamu nggak sedih, gitu?" Alis Jazil menukik tajam.
"Enggak!"
"Tapi kenapa tadi kayak ada kesal pas bikin moci?"
"Mamah nggak tahu tadi aku bikin moci sama siapa?"
"Sama Juna, kan?" Sahut Jazil kebingungan.
"Dia lah yang udah bikin aku kesal sebenarnya"
"Dia bikin kesal gimana, biar mama omelin dia, nanti"
"Nggak usah, mah? Lagian akhir-akhir ini mas Juna sudah bersikap sedikit manis ke aku. Maksud aku, dia jadi suka antar jemput aku"
"Kalau begitu, mending kamu nikahnya sama mas Juna"
"N-nikah sama mas Juna?"
Jazil mengangguk tanpa ragu.
Yura melepaskan genggaman tangannya dengan sedikit menyentak. "Mama ada-ada saja, masa aku nikah sama mas Juna"
Wanita itu bergidik. "Iih aneh!"
"Loh, ya nggak aneh lah sayang. Aneh itu kalau kalian ada hubungan darah, kalian kan bukan saudara, jadi boleh menikah"
"Ya nggak mungkin lah, masa aku nikah sama musuhku"
"Banyak tuh, musuh jadi suami"
"Nggak mau, mah!" Tegas Yura, lalu turun dari kasur.
Ia melepas kain putih yang membalut dirinya, sekaligus melipatnya.
"Sudah hampir jam lima mah, mending mamah mandi, terus siap-siap"
"Tapi kamu nggak apa-apa kan ikut datang ke acara lamarannya Azizah?"
"Ya nggak apa-apa, mah. Sudah seharusnya aku datang. Kan dia teman yang paling mengerti aku"
"Okay, kalau gitu mamah lega. Mama senang kamu nggak sedih"
Giliran wanita itu turun dari ranjang.
"Mamah yakin kamu akan dapat pria yang lebih baik dari Malik, mamah juga akan selalu do'ain kamu supaya dapat nikah sama mas Juna"
"Ma~ma~h" Intonasinya terdengar lembut, tapi juga penuh penekanan.
"Maksud mamah, pria baik-baik yang seperti mas Juna" Sanggah Jazil dengan senyum jahil, lalu bergegas keluar dari kamar sang putri.
Yura menggeleng dengan senyum terkembang. Tatapannya jatuh pada punggung Jazil yang tahu-tahu menghilang. But, mengingat permintaan mamahnya tadi, mendadak bayangan Juna ketika jatuh di atas tubuhnya saat menolongnya terlintas.
Ia ingat betul seperti apa raut cemas yang tergambar di wajah kakaknya itu. Tampak sangat jelas, sebab jarak wajah mereka hanya sejengkal.
"Astaga, kenapa jadi mikirin mas Juna, si. Pria itu sangat menyebalkan, suka membuli, juga suka sekali marah-marah. Huhhfff " Dia mengibaskan kepalanya, berusaha mengusir bayangan pria yang akhir-akhir ini selalu bersikap lembut.
****
Tiba saatnya Juna, Jazil serta Yura berangkat ke rumah ustadz Zaki. Ketika pria itu keluar dari kamar dan baru berjalan beberapa langkah, pintu kamar Yura terbuka dari dalam, tak berapa lama muncul Yura dari balik pintu itu.
Untuk sesaat, Juna seperti terhenyak dengan penampilan Yura.
Tertutup, tapi tetap terkesan seksi. Itu menurut Juna. Dia sampai tak percaya bahwa ternyata Yura tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, bahkan mendekati kata sempurna.
Pria itu menelan ludahnya, sangat terpesona pada wanita yang mengenakan gaun warna grey.
Yura yang menyadari eskpresi Juna, langsung menunduk seraya menormalkan rasa gugup yang mendadak menyerangnya.
"Sudah siap?" Tanya Juna sedikit gugup juga sebenarnya.
"Sudah" Jawab Yura, merasa kikuk.
"Ya udah, ayo berangkat"
"Iya, ayo!"
Juna mempersilakan Yura untuk jalan terlebih dulu.
Ketika langkahnya sudah sampai di bawah, Ternyata Jazil juga sudah siap. Wanita paruh baya itu sedang duduk di ruang tv, dengan pakaian yang sama warnanya seperti Yura dan juga Juna.
Gaun couple yang sengaja Jazil pilih di butiknya untuk menghadiri acara pertunangan anak dari sahabatnya.
"Wah.. Kalian ini kalau jadi pasangan cocok banget" Kalimat Jazil, otomatis membuat Yura dan juna salah tingkah.
"Mamah ini kerasukan setan mana si? Ngomongnya ngelantur terus" Kata Juna datar.
"Ayo berangkat!" Tambahnya berjalan ke luar rumah. Sebenarnya Juna sedang merasakan dentuman tak nyaman yang timbul dari dadanya.
"Ih, di bilangin serius juga. Kalian benar-benar cocok, mamah nggak bohong"
Gilaran Yura mengayunkan kaki menyusul Juna.
"Kalian ini nggak menghargai mama ya" Jazil turut mengikuti putrinya. "Iiih.. Awas ya, nanti kalau papa pulang, mama aduin sikap kalian ke papa"
"Aduin aja!" Sahut Juna dan Yura bersamaan.
"Waahh... Kalian kompak sekali, udah bajunya satu warna, satu cantik, satu ganteng. Gimana nanti kalau punya anak kira-kira"
"Mah, nggak usah ngehalu, cepetan masuk! Kalau enggak, aku tinggal"
"Iya, sayang"
Juna langsung menancapkan gas begitu dua wanita yang duduk di belakang sudah siap.
Dua puluh menit kemudian, mereka akhirnya sampai di lokasi tujuan.
Suasana rumah ustadz Zaki sudah ramai karena ada beberapa keluarga yang juga turut hadir.
Yura segera menemui sahabatnya yang katanya ada di kamar sedang di rias oleh MUA.
Keduanya saling berpelukan begitu bertemu.
"Selamat ya Zah. Aku ikut senang"
"Makasih Ra, dan aku minta maaf"
"Minta maaf buat apa?" Yura melepas pelukannya, lalu menatap Zizah yang terlihat sangat cantik.
"Aku merasa nggak enak sama kamu"
"Sudah, jangan di bahas. Hari ini adalah milikmu, kamu harus bahagia. Dan ku beri tahu sekali lagi" Katanya, berusaha menarik bibirnya ke atas. "Berhenti merasa bersalah, aku bisa apa kalau kamulah yang terpilih untuk menjadi istrinya. Lagi pula dia bukan pria yang ku cari"
"Semoga kamu bisa mendapatkan pria yang lebih baik lagi dari Malik"
"Aamiin" Sahut Yura.
"Mbak Zizah, rombongan keluarga pak Malik sudah tiba" Kata Neti, ART di rumah Ustad Zaki. "Ibu meminta mbak Zizah keluar"
"Iya, bik. Sebentar lagi"
Dia mengangguk paham, lalu pergi.
"Kamu sudah siap?" Tanya Yura berusaha tegar.
"Aku gugup, Ra. Aku deg-degan"
"Rilex aja. Ambil napas panjang, keluarkan dengan perlahan"
Zizah pun melakukan apa yang Yura katakan. Tak hanya dia, Yura juga berusaha menguatkan diri dengan cara mengisi oksigen ke dalam paru-parunya sebanyak mungkin.
Setelah keduanya keluar, hati Yura semakin teriris melihat keluarga Malik tersenyum bahagia.
Begitu juga dengan pria yang sedang menjadi pemeran utama dalam prosesi lamaran kali ini. Dia tampak bahagia dengan pilihannya.
Jadi tidak salah jika Yura mundur. Yura berfikir, andai saja bisa, pria itu pasti akan memilih mereka berdua. Buktinya, tak dapat rotan, akar pun jadi, dan bisa membuatnya puas.
Bersambung
ereks luar biasa..dan tlng singkirkn pelakory..jangan trs di uji antara yura jg juna..jd kpn mereka bisa bahagia.
.
keren juna, jawabanmu gentle berani menolak dan teruslah menjadi suami yang jadi pengayom dan pengayem
sakinah mawaddah warrohmah
semoga episode selanjutnya kak author kasih yura hamil kembar
lanjut kak