Dealova, gadis cantik dengan segala kesedihannya. Dipaksa menjadi orang sempurna membuat Lova tumbuh menjadi gadis yang kuat. Dia tetap berdiri saat masalah datang bertubi-tubi menghantamnya. Namun, sayangnya penyakit mematikan yang menyerang tubuhnya membuat Lova nyaris menyerah detik itu juga. Fakta itulah yang sulit Lova terima karena selama ini dia sudah menyusun masa depannya, tapi hancur dalam hitungan detik.
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
1 Minggu kemudian, Lova sudah diperbolehkan pulang, tapi dia harus tetap rutin cuci darah 3 kali seminggu.
Hari ini, Lova sudah diperbolehkan Aksa masuk sekolah. Karena hari Senin, mereka berangkat lebih awal karena ada upacara.
"Kamu gak usah ikut baris, istirahat di UKS aja," ucap Aksa.
"Beneran?"
Siapa yang mau berdiri panas-panasan di lapangan? Tentu saja Lova tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Aksa mengangguk singkat. Dia sedang fokus menyetir.
"Nanti kalau ada guru nyariin aku gimana? Apalagi pacar Bapak yang centil itu, dia pasti nyari aku terus hukum aku." Lova memasang wajah sebal lantaran ingat Fara yang sama seperti Aksa, sering menghukumnya dengan alasan tidak jelas. Untung saja Aksa sudah tobat.
"Sudah saya izinkan," kata Aksa.
"Nanti kalau mereka curiga gimana?" Lova tiba-tiba panik.
"Curiga kenapa? Lebih baik kalau mereka tau semuanya," jawab Aksa.
Lova berdecak kesal. Lihat, pria itu selalu melakukan sesuatu tanpa persetujuannya. Bukan masalah status, tapi Lova hanya tidak mau orang lain tau tentang pernikahan mereka. Akan ada saatnya mereka akan tau, tapi bukan dalam waktu sedekat ini.
"Lain kali, kalau mau lakuin apa-apa, Bapak harus perlu persetujuan aku," ucap Lova.
"Lama."
"Itu sama aja Bapak gak hargai aku sebagai istri Bapak!"
Aksa menahan senyumnya saat mendengar penuturan itu.
"1 Minggu lebih kita menikah, akhirnya kamu mengakui saya sebagai suami."
Lova mencebikkan bibirnya, "Kan emang fakta! Biasa aja kali!"
"Kemarin-kemarin gak pernah gitu," balas Aksa.
"Suka-suka aku lah!"
Aksa mendengus geli. Dia pun semakin mempercepat laju mobilnya.
Hingga beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di parkiran khusus guru. Lova segera turu, seperti biasa dia langsung pergi tanpa menunggu Aksa dan tanpa lihat sekeliling.
Dari parkiran siswa, Venus dan teman-temannya melihat hal itu. Sebenarnya bukan sekali dua kali mereka melihat Lova keluar dari mobil Aksara.
Jadi bener mereka punya hubungan? Batin Venus.
"Kalau suka dikejar, jangan diem aje!" bisik Gibran seraya menepuk pundak Venus.
Tak hanya mereka yang melihat, beberapa murid yang baru tiba pun melihat Lova juga. Wajar kalau mereka berburuk sangka, karena biasanya Lova dan Aksa itu sering kucing-kucingan.
"Lova jadi sugar baby nya Pak Aksa?"
"Curiga gue kalau mereka ada hubungan sepesial."
"Ini gak sekali dua kali. Kemarin Lova gak kelihatan, Pak Aksa juga gak kelihatan kan?"
"Udah gue duga, Lova emang gak sebaik itu. Cocok sama kelakuannya yang suka cari gara-gara."
Bisikan gosip mulai menyebar.
Sedangkan empu yang digosipkan malah asik membeli susu kotak di kantin.
"Makasih, Bu." Lova segera pergi dari area kantin. Namun, di koridor dia bertemu dengan Riya yang berjalan berlawanan dengannya.
"Lova! Ya ampun! Akhirnya lo udah balik!" Riya memeluk Lova sebentar.
"Lo udah beneran sehat, kan?" tanya Riya khawatir.
"Iya," jawab Lova seadanya, tak mungkin dia memberi tau tentang penyakitnya.
"Syukur deh, gue ikut lega! Oh iya, sepulang sekolah, jalan yuk! Nggak jauh kok, gue mau ajak lo ke cafe yang baru buka. Cafe nya aesthetic parah! Ya ya?" Riya memasang wajah memelas.
Lova berpikir sejenak, kalau dia mengiyakan, nanti Aksa tidak memperbolehkan bagaimana?
"Nanti gue kabarin lagi ya," ucap Lova.
"Ya udah. Mau izin ortu lo dulu ya? Gak papa, gue maklum, kan lo anak bungsu. Kalau gitu gue duluan ya! Gue tunggu kabar baik dari lo. Bye bye..." Riya melambaikan tangannya dan perlahan menjauh. Meski kaku, Lova pun membalas lambaian tangan itu.
"Gue tebak, pasti si Aksa gak bolehin gue ke luar," gumam Lova. Dia menyedot susu kotaknya sambil berjalan menuju kelas.
****
Kaivan menumpu kedua tangannya di atas lutut. Matanya menatap tajam ke arah jeruji besi yang tertutup.
Pikirannya melayang mencari cara untuk keluar dari tempat sialan ini. Dia sangat tidak betah di tempat sempit dan pengap seperti ini. Terlebih keluarganya juga jarang menjenguk karena sibuk. Setiap hari Kai berharap Lova menjenguknya, dia akan minta maaf pada adiknya itu.
Kai memejamkan mata sambil mendongak. Kepalanya seakan ingin pecah karena terlalu banyak yang dipikirkan.
Pasti Dea udah nikah sama si sialan itu. Batinnya geram.
"Arrgghhh!" teriaknya seraya mengacak-acak rambut.
"Napa lu? Stress?" celetuk salah satu pria yang satu jeruji dengannya.
"Berisik!"
"Lah? Elu yang berisik ya pea!"
Kai tak menjawab lagi. Dia membaringkan tubuhnya di lantai dingin itu. Lagi-lagi otaknya mencoba berpikir keras.
Entah apa yang akan dilakukan Kai nanti, tapi pastinya, tujuan utamanya tak jauh-jauh dari Lova.
****
Aksara
[Saya ada rapat sehabis pulang sekolah. Kamu pulang sama orang suruhan saya. Dia sudah nunggu di luar gerbang.]
"Dih, demi apa rapat lagi?" cibir Lova. Namun sedetik kemudian dia tersenyum cerah.
"Berarti gue bisa ke luar dong?" gumamnya.
Tak lama dari itu, Riya tiba-tiba datang menepuk pundaknya.
"Gimana?" tanyanya penuh harap.
"Bisa," jawab Lova.
"Yes! Yuk berangkat sekarang!" seru Riya. "Kebetulan gue berangkat pake mobil tadi."
"Tapi, gue mau kasih tau supir gue dulu. Dia udah nunggu di depan," ujar Lova.
"Oke. Gue tunggu di mobil aja kalau gitu." Lova mengangguk setuju. Dia pun segera menghampiri orang suruhan Aksa.
"Om, saya ada kerja kelompok di rumah temen. Om pulang sendiri aja ya. Saya kerja kelompoknya bentar doang kok!"
"Maaf—"
"Aku udah minta izin Pak Aksa. Katanya boleh. Bye!"
Setelah mengatakan itu, Lova segera pergi dari sana dan masuk ke mobil Riya.
"Ready?" Senyum Riya tersungging.
"Let's go!" balas Lova tak kalah riang.
****
Sepanjang perjalanan, kedua gadis cantik itu berbincang-bincang ringan.
"Gue denger, lo ada hubungan ya sama Pak Aksa?" Riya bertanya tiba-tiba.
"Hah? Hubungan apa?" bingung Lova. Dia pura-pura tau.
"Lo sering berangkat pulang bareng Pak Aksa. Gue kira kalian ada hubungan sepesial." Riya tersenyum jahil.
"Apa sih? Nggak kok. Kebetulan Pak Aksa itu temen kakak gue, terus kakak gue nitipin gue ke Pak Aksa, gitu loh," jelas Lova. Dia benar-benar berakting seperti membicarakan fakta.
"Ohh gitu. Lega gue..." Riya menghela nafas.
"Lega kenapa? Jangan bilang lo demen sama si tua itu?" tanya Lova syok.
"Siapa sih yang gak demen sama Pak Aksa? Kalau diajak nikah sekarang gue juga ayok aja," jawab Riya. Dia tersenyum membayangkan Aksa tiba-tiba melamarnya.
"Idih! Selera lo kayak aki-aki!"
Riya mendengus, "Gue yakin, lo gak akan nolak juga kalau diajak nikah sekarang."
Lova meneguk ludahnya, "Gue bakal nolak lah! Ya kali gue terima!"
"Gue gak percaya."
"Terserah lo. Tapi, gue bingung, dari tadi kita muter-muter mulu perasaan. Katanya cafe nya deket, kok belum sampai?" Lova menengok kanan kiri yang ramai kendaraan.
"Salah maps gue. Kita lewat jalan pintas aja, biar cepet," jawab Riya.
Lova mengangguk paham. "Gara-gara bahas si Aksa, jadi hampir nyasar kan."
Riya tertawa ngakak mendengar penuturan itu.
***
up up up! CRAZY UP!
oiya janlup up ya kak