✰REKOMENDASI CERITA INTROSPEKSI✰
"Hati yang Terluka, Jiwa yang Kuat" adalah sebuah kisah mendalam dan emosional tentang kekuatan dan ketahanan di tengah badai kehidupan. Di tengah konflik pernikahan yang menghancurkan, Lula berjuang untuk menemukan kekuatan baru setelah dikhianati oleh suami dan sahabatnya.
Di sisi lain, putrinya, Puja, berhadapan dengan tekanan di sekolah, menghadapi dinamika persahabatan yang rumit, dan berjuang untuk mempertahankan integritasnya dalam dunia yang penuh dengan pengkhianatan. Dengan keberanian dan tekad yang kuat, Lula dan Puja menghadapi tantangan besar, saling mendukung dalam perjalanan mereka menuju penemuan diri dan keadilan.
Temukan kekuatan hati yang tulus dan hubungan yang menginspirasi dalam cerita ini, di mana setiap langkah mereka menuju kebahagiaan dan kebenaran adalah perjuangan yang layak diikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Berat.
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Pertengkaran Alvaro dan Ratu
Alvaro tersenyum melihat Ratu dengan membawa seikat bunga dan sekotak makanan favorit Ratu. Wajahnya penuh dengan harapan bahwa kejutan kecil ini bisa mencairkan suasana tegang di antara mereka. Namun, begitu Ratu melihat Alvaro, wajahnya langsung berubah muram.
"Telat lagi karena puja?" tanya Ratu jutek.
"Hah, apa sih kamu...." Alvaro merasa bingung dengan pertanyaan Ratu.
"Kamu telat! Gara-gara puja?"
"Jadi sekarang kamu mau menyalahkan Puja lagi? Aku terlambat bukan karena Puja, tapi karena masalah di jalan!"
Ratu tidak mau mengalah. "Oh, jadi sekarang kamu ingin mengatakan semuanya karena Puja? Setiap kali ada masalah, kamu selalu membelanya! Apa kamu tidak melihat betapa kacau segalanya hari itu?"
"Ini bukan tentang Puja!" tegas Alvaro, wajahnya tampak geram. "Aku sudah bilang, aku tidak bisa terus-menerus menghadapi semua ini. Kamu harus berhenti mengaitkan segala sesuatunya dengan Puja!"
Namun, Ratu malah semakin marah. "Aku hanya ingin semuanya berjalan lancar! Dan sekarang kamu malah menyuruhku berhenti mempermasalahkan Puja! Kita berdua berada di sini dan semua hal buruk terjadi!"
Alvaro mencoba mengabaikan ketegangan. “Aku bawa bunga dan makanan kesukaanmu. Aku pikir ini bisa bikin kamu senang,” katanya sambil mengulurkan bunga dan kotak makanan itu.
Namun, Ratu malah menepis tangan Alvaro, membuat bunga dan makanan itu jatuh ke jalan. “Aku nggak butuh bunga atau makanan! Yang aku butuhin adalah kamu berhenti deket-deket sama Puja!” teriak Ratu dengan marah.
"Apa lagi! Aku gak deket-deket...."
...***...
Sore itu, langit mulai berubah jingga, menggambarkan suasana hati yang tengah kacau. Alvaro melangkah lesu memasuki sebuah kafe tempat biasa dia berkumpul dengan teman-teman kelompoknya. Wajahnya tampak muram, jauh dari keceriaan yang biasanya terpancar. Teman-temannya, yang sudah lebih dulu duduk di pojokan kafe, segera menyadari perubahan itu.
“Eh, Alvaro! Sini duduk!” panggil Dimas, salah satu temannya, sambil melambai.
Alvaro tersenyum tipis, lalu duduk di kursi kosong. Tak seperti biasanya, dia tidak banyak bicara. Pandangannya kosong, seperti sedang melamun.
“Bro, kamu kenapa? Kok mukanya kayak habis kalah perang?” canda Bella, mencoba mencairkan suasana.
Namun, Alvaro hanya tersenyum kecil, lalu kembali tenggelam dalam pikirannya. Sementara itu, Reyhan, yang duduk di sebelahnya, tampak sangat bersemangat.
“Wah, hari ini cerah banget! Aku habis nganterin Tiara pulang, rasanya seneng banget!” kata Reyhan sambil tersenyum lebar.
Mendengar itu, Alvaro hanya mengangguk pelan, tanpa menanggapi lebih jauh. Reyhan pun merasa ada yang tidak biasa.“Vro, ada apa sih? Kamu lagi ada masalah sama Ratu, ya?” tanya Reyhan akhirnya, memecah kebisuan.
Alvaro menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kata-kata yang tepat. Namun, sebelum dia sempat menjawab, pelayan datang mengantarkan minuman mereka.
“Ini pesanan kalian, silakan dinikmati,” kata pelayan itu sambil tersenyum ramah.
Setelah pelayan pergi, Alvaro akhirnya bicara. “Iya, tadi aku bertengkar lagi sama Ratu. Dia... dia terlalu posesif, Rey. Aku nggak tahu harus gimana lagi,” katanya pelan.
Teman-temannya saling bertukar pandang, tak tahu harus berkata apa. Reyhan yang biasanya ceria pun mendadak serius.
“Coba ceritain, Vro. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Reyhan lagi, lebih lembut.
Alvaro menatap Reyhan, lalu mulai menceritakan segalanya. “Ratu selalu cemburu. Dia nggak bisa lihat aku ngobrol sama cewek lain, bahkan sama temen-temen sendiri. Dia selalu minta diprioritaskan, seolah-olah aku nggak boleh punya kehidupan sendiri,” katanya dengan suara berat.
Teman-temannya mendengarkan dengan seksama. Reyhan mengangguk, mencoba memahami perasaan sahabatnya.
“Aku paham, Vro. Tapi, apa kamu nggak bisa ngomong baik-baik sama dia? Biar dia ngerti?” tanya Reyhan.
Alvaro menggeleng. “Sudah berkali-kali, Rey. Tapi dia selalu bilang kalau dia takut kehilangan aku. Dia merasa cuma aku yang peduli sama dia, terutama sejak ibunya meninggal,” jelas Alvaro.
Reyhan menarik napas dalam-dalam. “Aku ngerti. Tapi, kamu juga harus mikirin diri sendiri, Vro. Kalau hubungan ini bikin kamu nggak bahagia, apa gunanya?”Alvaro terdiam, memikirkan kata-kata Reyhan.
Dia tahu sahabatnya itu benar, tapi ada sesuatu yang membuatnya ragu.“Kamu tahu nggak, Rey? Sebelum ibunya Ratu meninggal, beliau sempat minta aku buat jaga Ratu, buat selalu ada di sampingnya. Aku janji sama beliau, Rey. Gimana aku bisa ingkar janji itu?” kata Alvaro, suaranya bergetar.
Reyhan terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Vro, janji itu penting. Tapi, kamu juga nggak bisa terus-terusan mengorbankan kebahagiaanmu sendiri. Mungkin, almarhum ibunya Ratu juga nggak mau lihat kamu menderita kayak gini.”
Alvaro menatap Reyhan, matanya penuh keraguan. “Kamu bener, Rey. Tapi, aku bingung harus gimana. Ratu juga berubah banyak sejak bergabung dengan Queen of King. Dia bukan Ratu yang dulu lagi,” katanya pelan.
Teman-teman yang lain hanya bisa mendengarkan dengan simpatik. Bella yang duduk di seberang Alvaro, akhirnya ikut bicara.“Alvaro, aku setuju sama Reyhan. Kamu harus jujur sama Ratu, jelasin perasaanmu. Kalau memang nggak bisa dipertahankan, lebih baik kalian berpisah daripada terus-terusan kayak gini,” katanya bijak.
Alvaro mengangguk pelan, tahu bahwa mereka semua benar. Namun, hatinya masih berat untuk mengambil keputusan itu.
Setelah tugas kelompok selesai, mereka mulai bersiap-siap untuk pulang. Reyhan menepuk pundak Alvaro dengan lembut.“Vro, apapun keputusanmu, kita selalu di sini buat dukung kamu. Ingat itu,” katanya dengan tulus.
Alvaro tersenyum, merasa sedikit lega mendengar dukungan dari sahabat-sahabatnya. “Terima kasih, Rey. Terima kasih semuanya. Aku akan pikirin baik-baik,” katanya.
Malam itu, setelah pulang dari kafe, Alvaro terus merenung. Dia tahu bahwa dia harus membuat keputusan penting dalam hidupnya. Hubungan dengan Ratu sudah tidak sehat, tapi janji kepada almarhum ibunya juga membuatnya merasa terikat.
...***...
Esok harinya, Alvaro memutuskan untuk menemui Ratu. Dia ingin bicara dari hati ke hati, mencoba mencari jalan keluar yang terbaik. Ratu menyambutnya dengan senyuman, tapi ada kegelisahan di matanya.“Alvaro, kamu datang. Ada apa? Ada yang mau kamu omongin?” tanya Ratu dengan suara lembut.
Alvaro mengangguk, mencoba menyusun kata-kata. “Ratu, aku... aku ingin kita bicara serius. Tentang hubungan kita,” katanya pelan.
Ratu terdiam, menunggu dengan cemas. Alvaro melanjutkan, “Ratu, aku sayang sama kamu. Tapi, hubungan kita sekarang nggak sehat. Kamu terlalu posesif, terlalu cemburu. Aku butuh ruang untuk diriku sendiri, untuk hidupku.”
Mata Ratu mulai berkaca-kaca. “Tapi, Alvaro... aku takut kehilangan kamu. Kamu satu-satunya yang aku punya,” katanya dengan suara bergetar.
Alvaro meraih tangan Ratu, mencoba menenangkan. “Aku ngerti, Ratu. Tapi, kita nggak bisa terus-terusan kayak gini. Kita harus berubah, harus lebih dewasa. Kalau nggak, kita nggak akan bahagia.”
Ratu menangis, air matanya mengalir deras. “Aku nggak tahu harus gimana, Alvaro. Aku terlalu takut kehilanganmu.”
Alvaro menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan emosinya. “Ratu, aku janji akan selalu ada buat kamu. Tapi, kita harus belajar untuk saling percaya dan memberi ruang. Kalau kita terus kayak gini, hubungan kita nggak akan bertahan.”
Ratu terisak, tapi akhirnya mengangguk pelan. “Aku akan coba, Alvaro. Demi kita. Demi janji kita,” katanya dengan suara bergetar.
Alvaro tersenyum tipis, merasakan beban di dadanya sedikit berkurang. “Terima kasih, Ratu. Kita akan coba sama-sama,” katanya dengan tulus.
Mereka berpelukan, mencoba menguatkan diri. Alvaro tahu bahwa ini adalah langkah pertama menuju perubahan, dan dia berharap bahwa mereka bisa melewatinya bersama. Dengan dukungan dari sahabat-sahabatnya, dia yakin bahwa apapun yang terjadi, dia akan mampu menghadapi semuanya.
...***...