Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Terganggu harga diri
Dalam perjalanan ke Hotel Thamrin sebagai tempat acara, di dalam mobil Dita duduk di belakang bersama Nyonya Bagyo. Tuan Bagyo duduk di depan bersama Arman, sedang Arman bertindak sebagai supir.
"Beruntung kamu memilih Dita, Man." sinis Ibu Arman sembari menggenggam tangan Dita dan mengusapnya lembut. Dita yang duduk disampingnya tersenyum senang dipuji oleh calon ibu mertuanya.
"Lihatlah betapa cepatnya wanita pilihan kamu semula itu, Man. Mengambil laki-laki lain sebagai pengganti kamu, kontan gak pake nunggu sehari pun. Sudah bagus kamu menuruti nasehat orang tua. Kaca mata orang tua itu lebih tajam memandang yang terbaik untuk anaknya. Dengan bersatunya kamu dan Dita, posisi kamu di perusahaan bisa diperjuangkan biar tidak terus di bawah telunjuk Dewi."
Tapi bukan itu yang dirunsingkan oleh Arman. Dia lebih terganggu harga dirinya sebagai laki-laki yang pernah menikmati tubuh Dewi. Pria itu menggenggam stir dengan erat, dari tadi giginya terkatup rapat. Sejak Dewi mengumumkan pernikahan dirinya dengan Alan hanya dalam hitungan menit sejak ibunya memilih Dita untuk dijadikan istrinya, Arman susah payah mengontrol emosinya.
Apa yang membuat Arman panas adalah, ternyata dia tidak bisa terima saat membayangkan nanti Dewi akan ditiduri oleh Alan setelah mereka sah jadi suami istri. Sebagai parlente urakan, gak mungkin Alan perduli dengan kesucian seorang perempuan karena dia juga jelas udah gak perjaka. Apalagi selama ini dia cinta mati sama Dewi. Bisa dibayangkan Dewi akan bahagia menjalani hari-harinya bersama Alan, karena itu Arman cemburu.
Tidak bisa dipungkiri, sebenarnya dia belum bosan dengan aroma kenikmatan tubuh Dewi. Kelihaian Dewi menjadi lawan tanding yang sempurna untuk bercinta bagi Arman. "Sudah ada Dita kenapa aku belum move on," keluh dalam hatinya.
"Arman lihat depan!" tegur Tuan Bagyo tiba-tiba mengejutkan Arman.
Oh, sh!t!
Arman hampir saja menabrak seorang pengendara motor kalau dia tidak segera nge-rem, padahal laju mobilnya cukup pelan karena kemacetan. Namanya juga melamun, ...
"Akh!"
"Akh!"
Bersamaan terdengar suara terkejut dari jok belakang saking kerasnya Arman menginjak rem. Itu Dita dan Nyonya Bagyo yang menjerit bareng.
"Arman hati-hati mengemudi!" pekik Nyonya Bagyo kesal karena dirinya hampir terlempar. Kening Dita bahkan telah kejedut ke sandaran kursi di depannya. Tubuhnya yang lemah tidak kuat menahan hentakan.
"Maaf Bu," ucap Arman melirik keduanya dari spion depan. "Sebaiknya kalian juga pakai sabuk pengaman." Pria itu menarik nafas panjang sebelum meneruskan perjalanan.
Dia sempat senang melihat keputusasaan Dewi yang patah hati dan menderita dicampakkan olehnya. Tapi si kunyuk Alan merubah keadaan 180°, Dewi akan tersenyum bahagia lusa saat acara pernikahan kembar mereka. Dan dia, apakah dia akan bahagia melihat kebahagiaan Dewi?
Dita lebih muda dan segar, cantik melebihi Dewi tapi kenapa aku tidak bisa menghilangkan gejolak asmara saat bersama Dewi. Bayang-bayang Dewi saat terpuaskan di bawah kungkungannya tak bisa ditepis Arman. Come on Man, sekarang bukan saatnya merindukan Dewi.
Dita yang duduk di belakang juga terganggu jiwanya. Apakah benar perbuatannya merebut calon suami kakaknya hanya karena dia lebih disukai keluarganya. Bagaimana kalau Kak Arman tidak bisa move on dari Dewi?
Tapi Dewi juga akan jadi milik Om Alan. Kak Arman dan Dewi akan benar-benar putus. Semula Dita khawatirkan memang tentang itu. Meski dia mendapatkan raga Arman tapi bagaimana dengan hatinya? Dan sekarang kekhawatiran itu tidak diperlukan lagi. Syukurlah, Dita menarik nafas lega.
.
.
Supir yang membawa mobil Dewi dan Alan tiba di parkiran VIP Hotel Thamrin. Perempuan itu langsung mendapat sambutan dari beberapa Manager yang menunggu kedatangannya.
"Meeting dalam 1 jam," ujarnya sambil melewati barisan Manager.
"......" Para Manager saling melirik dengan ekor mata mereka. Meeting dadakan sangat jarang tejadi. Apakah ada hal yang urgent?
Mereka semua mengangguk hormat. Memang sudah ada perasaan aneh sejak Arman, calon mempelai pria datang lebih dulu bersama Dita, si Nona kedua Grup Thamrin. Lalu siapa pria kusut brewokan yang bersama Dewi, ini pertama kali pihak eksekutif melihatnya.
Dengan Alan disampingnya, Dewi melangkah penuh percaya diri. "Kita langsung ke kamar tunggu pengantin," ujarnya pada Alan.
Hm, angguk Alan mengikuti Dewi, mengindahkan tatapan para Manager yang memandang heran padanya.
.
.
Ceklek, pintu dibuka.
Di dalam kamar tunggu pengantin sudah ada Dita dan Arman beserta Tuan dan Nyonya Bagyo. Mereka memandang sinis dengan kehadiran Dewi yang pongah.
"Maaf, kalian harus buka kamar lain karena kamar ini saya yang order," kata Dewi saat berada lima langkah di dalam kamar.
"Tidak usah kamu bilang kita juga udah booking kamar baru!" balas Arman tak kalah jutek, "Ayo sayang." Lalu dia mengandeng tangan Dita keluar dari kamar dengan sengaja menabrak bahu Alan yang menyumpal di depan pintu bagian luar.
Arman hanya menunggu Dewi, apa mau menggunakan kamar ini atau tidak. Ternyata dia mau disini, ya sudah Arman bawa calon istri dan keluarganya ke kamar yang telah dipesannya jauh hari dengan nama samaran.
Sebelum menyusul Putra serta calon menantunya, "Dewi, bisa kan kamu bicara baik-baik. Bagaimanapun hubungan kita akan naik ke level keluarga. Sebagai kakak tertua, sebaiknya kamu menunjukkan contoh yang baik pada adikmu bagaimana caranya menghormati orang tua," sinis Nyonya Bagyo. "Ayo, Pak!" Dia menggandeng tangan suaminya keluar.
Hah!
"Mereka boleh menindas saya, kenapa saya harus bersikap baik pada mereka!" Dewi meradang.
"Sudahlah! Baik juga nasehat ibu itu." Alan masuk ke kamar mencari posisi aman untuk duduk.
"Ih!" Dewi menepuk pundah Alan yang lewat di depannya. "Kamu dipihak siapa sebenarnya?"
__________