Alana, seorang gadis yang harus tinggal bersama keluarga Zayn setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tragis, merasa terasing karena diperlakukan dengan diskriminasi oleh keluarga tersebut. Namun, Alana menemukan kenyamanan dalam sosok tetangga baru yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, hingga kemudian ia menyadari bahwa tetangga tersebut ternyata adalah guru barunya di sekolah.
Di sisi lain, Zayn, sahabat terdekat Alana sejak kecil, mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Alana telah berkembang menjadi lebih dari sekadar persahabatan. Kini, Alana dihadapkan pada dilema besar: apakah ia akan membuka hati untuk Zayn yang selalu ada di sisinya, atau justru untuk guru barunya yang penuh perhatian?
Temukan kisah penuh emosi dan cinta dalam Novel "Dilema Cinta". Siapakah yang akan dipilih oleh Alana? Saksikan kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nungaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Keesokan harinya.
Alana keluar lengkap dengan seragam yang sudah rapih, Zayn menatap Alana dari atas sampai bawah. Ada rasa tak suka saat ia melihat Alana memakai rok pendek, Ia memasang ekspresi dingin ke arah Alana yang Alana sendiri tak mengerti.
“Kenapa pakai rok yang itu? Yang biasanya mana?” tanyanya dingin. Tak suka? Jelas, ia tak ingin orang-orang memandangi tubuh seksi wanita yang di sukainya itu.
“Ah... yang itu lagi dicuci, kemarin kotor,” jawab Alana menyudahi pembicaraan.
Ia tidak ingin Zayn menggali lebih dalam tentang mengapa rok itu kotor, karena itu semua adalah ulah para pembuli yang menendangnya hingga terjatuh.
“Oh ya, Za! Ayo buruan berangkat, nanti kita telat lagi!” Lana melirik Zayn yang tak juga bergerak. “Loh, kok kamu malah bengong sih? Ayo, lah!” Lana menarik tangan Zayn dan mengajaknya keluar.
“La, kamu... Kalau kedinginan, bilang ya. Nanti aku kasih jaket nih,” ucap Zayn, yang gatal ingin segera menutupi rok Lana dengan jaketnya.
“Apa sih? Ayo, ah!” seru Lana tak sabar.
30 menit kemudian
Lana dan Zayn tiba di gerbang sekolah SMA Nusantara. Semua mata siswa laki-laki tertuju pada Alana. Zayn segera menatap tajam ke arah mereka dan melangkah maju untuk menutupi Alana dengan tubuhnya.
"La , ayo cepetan jalannya," ujarnya menarik Alana.
"Kamu kenapa sih, Za? Dari tadi aneh banget," tanya Alana heran.
"Kamu duluan aja, Za, aku mau ke toilet dulu," ucap Lana.
"Hah! Oh, oke. Aku tunggu di sini," balas Zayn.
"Eh, nggak usah, nanti lama. Kamu nggak malu apa, dilihatin cewek-cewek lagi nunggu di depan toilet cewek?" ujar Lana sambil tersenyum menggoda.
Zayn tampak berpikir sejenak. "Yaudah, tapi kamu cepetan balik, ya?" katanya, sambil berbalik ke arah kelas mereka, meski terlihat enggan meninggalkan Alana sendirian.
"Haduh, Zayn kok aneh banget sih, hari ini," gumam Lana sambil melangkah masuk ke toilet.
Setelah menuntaskan urusannya di toilet Alana segera mencuci tangannya di wetafel. aliran air dari kran membuatnya segar. Namun saat ia tengah asik dengan menggosok tangannya. Pintu toilet terbuka.
Krieeet.
"Loh, anak itu..." gumamnya dalam hati.
Alana terdiam sejenak, netranya mengamati wanita dengan rambut pendek berponi tebal itu. Sebuah kenangan melintas kembali ke pikirannya. Alana masih ingat bagaimana gadis itu berdiri sendirian, wajahnya dipenuhi rasa takut dan keraguan saat berusaha mempertahankan diri dari para pembuli.
Lana masih berdiri termangu, meski gadis itu sudah meninggalkan toilet. Hingga di kelasnya, pikirannya tetap melayang. Namun, pandangannya kembali tertuju pada wanita yang sama.
Ternyata dia sekelas denganku ya... Kapan dia pindahnya? Perasaan udah di kelas aja, batin Alana.
Sebenarnya, Airin sudah pindah sejak kemarin. Namun, Alana tidak terlalu memperhatikan karena terlalu sibuk menyalin PR Zayn di sekolah.
Sekarang, pandangannya beralih ke Zayn yang sedang tidur nyenyak di meja sebelahnya.
"Hey, Za, bangun woi!" Bisiknya pelan, ia menggoyangkan tubuh Zayn tapi tak bangun juga.
"Dih dia tidur terus perasaan, tapi kenapa nilainya selalu bagus, ya?" Celetuk Alana pelan merasa heran dengan kebiasaan aneh Zayn.
"Ngomong-ngomong setelah hari itu dia baik-baik saja ya?" Tanya Lana pada dirinya sendiri saat kembali menatap Airin.
"Wussh..."
"Ah, angin! Siapa yang buka jendela sih?! Gerutu Alana.
Ia menunduk untuk mengambil kertas-kertasnya yang berjatuhan. Saat menoleh ke depan, pandangannya tertuju pada Airin, rambutnya tersingkap terkena hembusan angin.
" wah... Apa nih!"
sejenak alana terkesima tatkala melihat paras cantik gadis itu, dengan mata bulat besar, lensa mata hitam legam sangat jernih. kalau punya mata cantik seperti itu kenapa ia menutupinya dengan poni tebal sampai matanya tak pernah terlihat jelas. Batin Lana heran.
*
*
Suara bel berbunyi dengan begitu nyaringnya, para siswa dan siswi berhamburan keluar menuju sebuah kantin. Jam istirahat adalah waktu yang di tunggu oleh semua murid, mereka bisa menenangkan sejenak kepalanya dari beberapa pelajaran agar perut ya terisi dan dapat berfikir kembali.
Alana dan Zayn sedang mengantri di loket kantin sekolah. Terlihat Zayn yang sudah mulai gelisah, menatap antrean panjang di depannya dengan ekspresi tak sabar. Sementara itu, Alana berdiri diam sambil memandang ke arah Airin, yang duduk sendirian di sudut kantin.
“Kamu nggak ambil piring La?” tanya Zayn cuek, sambil tetap fokus pada antrian kantin. Ia tidak menyadari bahwa Alana masih teroaku menatap airin.
“Zayn, kamu hari ini makan sendirian saja, ya?” balas Lana.
Zayn mengernyit “Hah…?
jawaban Lana membuat Zayn heran tak mengerti, mengapa ia berkata seperti itu, karena biasanya Lana paling benci makan sendirian. Namun Lana tak memperdulikan Zayn yang masih menatapnya, dan malah berjalan mendekati meja Airin.
Lana langsung duduk di depan wanita rambut Bob yang bernama Airin itu. "kamu nggk papa kan? kamu kemarin pulang dengan selamat? Aku khawatir, jadi..."
Airin menatap tajam Alana. "Hei..! Kamu nggak usah peduliin urusanku!" tegasnya dingin.
Alana tersentak "Apa...?!"
"Kamu nggak usah mencampuri urusanku, jadi pergi sana!" Bentak Airin, membuat Lana terdiam.
Akhirnya Alana bangkit dengan ragu dan meninggalkan wanita itu. Ia kembali mendatangi Zayn yang asik menyantap makanannya sambil menatap Alana.
30 menit berlalu.
Jam istirahat sudah habis kini saatnya para siswa kembali ke dalam kelasnya masing-masing dan melanjutkan pelajaran.
*
*
Di Tempat lain
Zidan sedang duduk santai di sebuah kafe, mengobrol dengan salah satu Temannya. Suasana di sekitar mereka ramai, namun Zidan tampak fokus pada percakapan yang berlangsung di antara mereka.
“Katanya hari ini kamu wawancara, ya? Gimana? Hasilnya udah keluar?” Tanya teman Zidan, Alfian sambil menyeruput minumannya yang tinggal separuh.
Zidan menghela nafas berat “Belum Al. Soalnya ini magang, jadi aku bakal kerja selama tiga bulan dulu. Semoga aja semuanya berjalan lancar."
Alfian menatap Zidan yang tampak lesu “ Nggak usah loyo gitu dong mukanya, Aku yakin kamu pasti bakal berhasil Dan! Oh iya, kamu kalo kerja di situ sehari aja pasti nguras banyak energi ya, hahaha!”
Zidan hanya mendengus, tak bisa menyangkal ucapan Alfian, karena apa yang dikatakan Alfian memang benar. Sebenarnya ia sangat malas berinteraksi dengan banyak orang. Karena itu membuatnya capek harus berpura-pura menampilkan wajah palsu untuk memenuhi ekspektasi mereka.
Alfian kembali berbicara. "Tapi kan rumahmu dekat, jadi enak kalo mau berangkat kerja. Oh ya, gimana dengan rumah barumu? Sekarang kamu tinggal sendirian, pasti kesepian ya?" tanya Alfian.
"Ya, menyenangkan" Jawab Zidan singkat, sambil membereskan barangnya ke dalam tas bersiap untuk pulang.
"Sialan! Udah mau balik aja? Kita kan jarang jarang nongkrong cepet baget baliknya." umpatnya Alfian kesal.
Zidan tersenyum, "iya lain kali kan masih bisa ketemu." Ucapnya.
Lain kali aku main ke rumahmu bareng Zahra!" balas Alfian.
"Ya, boleh. Aku duluan ya. Pamit Zidan yang mulai melangkahkan kaki meninggalkan kafe.
"Hei..! Dan! jangan lupa hubungi Zahra. Dia sedih, lo kamu cuekin terus!" Teriak Alfian.
Zidan menghentikan langkahnya sejenak, menatap Alfian dengan tatapan yang sulit diartikan. "Iya, hahah... dahh..."
"Huft... Zidan, dasar nggak peka!" Dengus Alfian ia tahu temannya itu memang sedikit dingin dan cuek tapi ia tetap mengatakannya.
*
*
Di sekolah Nusantara
Alana masih bengong, memikirkan kata-kata Airin tadi sambil berjalan pulang.
"Apa aku melakukan kesalahan? Huh! Apa urusannya denganku? Kalau dia melarangku memperdulikannya, ya sudah!" Gerutu alana kesal.
"Kenapa kamu ngomong sendiri, La?" tanya Zayn yang tiba tiba nongol.
"Huh...! Kaget aku," seru Lana mengelus dadanya.
Hei, Za, kamu juga menganggapku remeh?" Tanya Alana yang menatap selidik Zayn, masih terlihat raut wajah kesalnya yang ia lampiaskan ke Zayn.
"Kamu ini ngomong apa sih?" Zayn mengernyit, lagi-lagi tak mengerti dengan pertanyaan aneh Alana yang random.
Sesampainya di rumah, Alana masih saja kepikiran tentang itu. Padahal ia sudah bertekad untuk mengabaikannya, tapi tetap saja muncul di benaknya, namanya juga Alana. Di luar terlihat ceria, padahal sebenarnya sering kepikiran hal-hal kecil seperti ini.
"Hemm..."
Kok dia ngusir aku sih? Kan aku niat nolongin? Apa aku terlalu ikut campur? Ah entah lah bikin pusing aja!
“Oh ya, aku harus balikin kemeja itu. Kenapa kemarin malah ku bawa, nggak langsung ku kembaliin, sih? Haa… aku kaya orang bodoh aja!”gumam Alana kesal merutuki kebodohannya.
“Menyebalkan! trus gimana cara ngembaliinya sekarang? kan aku malu!" dumalnya sambil menendang-nendang kasur.