*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Pertemuan Dengan Weny
Vira menarik napas dalam. Tidak percaya dengan permintaan ibu mertuanya itu.
"Bu, sebenarnya apa salahku sehingga ibu tidak menyukai aku sebagai menantu? Selama ini aku telah berusaha menjadi menantu yang baik. Jika aku memang bersalah katakan saja, agar kita bisa akur layaknya anak dan menantu bukan seperti saat ini, kita seperti bermusuhan."
"Jangan tanyakan apa salahmu, kau pikirkan aja sendiri. Selalu saja merasa menjadi korban hanya untuk dikasihani," ucap Ibu Desy.
Vira tersenyum simpul menanggapi ucapan ibu mertuanya. Sakit hatikah Vira? Tidak. Dia telah terbiasa disakiti hingga hatinya telah kebal dan beku.
Jikapun dia bertahan dan mengikuti kemauan mertuanya, itu semua karena ada rencana lain dari Vira. Dia ingin melihat sampai di mana ibu mertuanya baik dan bertahan dengan menantu barunya.
"Setelah aku pikirkan, aku akan menemui Weny dan memintanya menjadi istri suamiku. Istri pilihan mertuaku. Semoga istri Mas Yudha kali ini sesuai dengan apa yang ibu inginkan. Tidak ada pertengkaran seperti denganku! Kalau begitu aku permisi. Aku akan menemui Weny sesuai permintaan Ibu. Hubungi saja wanita itu, katakan aku menunggunya di kafe B," ucap Vira.
Wanita itu berdiri dan meninggalkan ibu mertuanya. Apakah Vira memang siap dan sudah terima di madu? Jawabannya tidak.
Sekuat apapun seorang wanita, setegar apapun dia, pasti tidak akan mudah menerima kenyataan ini. Cinta yang dulu hanya untuknya seorang harus dibagi. Perhatian yang dulu hanya untuknya seorang, harus di bagi juga.
Vira memukul dadanya yang terasa sesak. Tangisnya pecah di kamar. Hanya di kamar dia bisa menumpahkan segalanya. Seandainya dia memiliki keluarga pasti tidak akan sesedih ini.
Mertuaku memprogram dirinya untuk tidak menyukaiku, ini membuat hari-hariku semakin rumit. Akan aku jadikan masalah sebagai pelajaran yang berarti untuk hidup ini. Bulan menjadi saksi atas masalah hidup ini, maka jangan diperpanjang dengan menambah luka baru.
Vira mengganti pakaiannya, dan mengambil kunci mobil. Dengan langkah pasti dia meninggalkan rumah menuju kafe yang dijanjikan.
Sepanjang perjalanan, Vira berpikir. Apa yang ingin dia katakan dan sampaikan untuk calon madunya itu.
Sampai di kafe yang dituju, Vira memarkir mobilnya. Setelah itu berjalan masuk. Tanpa Vira duga, ternyata Weny telah duluan sampai. Tampak wanita itu sedang memainkan ponselnya. Di depan Weny terdapat segelas minuman.
Sampai dihadapkan Weny, wanita itu tersenyum dengan sinis.
"Ternyata kamu sangat bersemangat bertemu denganku. Apakah kamu juga tidak sabar ingin merebut posisiku?," ucap Vira.
Wajah Weny tampak memerah mendengar ucapan Vira. Namun, wanita itu tidak peduli, apakah Weny akan marah atau tersinggung dengan ucapannya.
Vira duduk berhadapan dengan Weny. Sebelum bicara, dia memesan makanan ringan dan minum. Vira menunggu hingga minuman yang dia pesan datang, dan meneguknya menghilangkan tenggorokannya yang terasa kering.
"Terima kasih karena kamu bersedia datang. Aku yanin kamu telah tahu maksud pertemuan kita ini," ucap Vira memulai obrolan.
Weny memandangi wajah Vira yang tampak datar. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan wanita dihadapannya ini saat dirinya mengatakan jika ibu mertuanya yang menginginkan dia menjadi menantu.
"Aku nggak tahu. Yang aku tahu, tante Desy meminta kesediaan aku untuk menikah dengan putranya Yudha. Aku telah menolaknya, tapi dengan memohon tante berlutut. Aku nggak sampai hati dan akhirnya bersedia menerima permintaan tante Desy," ucap Weny dengan percaya diri penuh.
"Bararti kamu sudah tahu maksud kedatanganku. Aku kesini juga atas permintaan ibu mertuaku, jika bukan karena keinginan darinya, aku mungkin tidak berada disini," ucap Vira.
Wajah Weny makin memerah mendengar ucapan Vira. Ternyata wanita ini, istri pertama Yudha ini tidak secengeng dan selemah yang dia pikirkan selama ini.
...****************...