Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 22 - PERGI KE PESTA
"Apanya yang gawat?" tanya Clarisse dengan santai. Ia menggantungkan jubahnya lalu menuangkan teh kepada dirinya sendiri.
Anne mondar-mandir di dalam ruangan, sangat cemas dengan apa yang akan terjadi pada Clarisse. "Putri Adeline mengundang anda ke pestanya nanti malam." ujarnya lalu berlari mengambil sebuah kartu yang tergeletak diatas meja.
Clarisse menerimanya lalu membuka segelnya dengan cepat. Disana tertulis namanya dengan sangat rapi yang membuat dia mengernyit heran.
Ini pasti ada yang tidak beres. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya putri Adeline mengundangnya ke pesta yang sangat mewah, bukankah itu hal yang sangat mencurigakan? Namun Clarisse tidak ingin menunjukkannya supaya Anne tidak semakin cemas.
"Santai saja, anda tidak usah khawatir. Lagipula dia juga tidak akan berani membunuhku di depan banyak orang." ujar Clarisse menenangkan Anne.
"Memang dia tidak berani membunuh Yang mulia, tetapi dia bisa saja melukai Yang mulia. Kemarin saja anda pulang dalam keadaan terluka, apakah anda tidak ingat? Saya khawatir jika dia akan berbuat lebih buruk."
"Hah?" Clarisse mengedipkan matanya bingung karena ucapan Anne, lalu segera tersadar bahwa Anne sudah mengetahui dia terluka minggu lalu.
"Ups." Anne menutup mulutnya menyesali bahwa dia berbicara begitu banyak. Sekarang dia keceplosan dan Yang mulia pasti akan marah.
"Apakah anda mengetahuinya?"
Anne menganggukkan kepalanya dengan pelan menjawab pertanyaan Clarisse. Ia menegakkan tubuhnya lalu memberanikan diri untuk berbicara, "Jadi saya sarankan, anda jangan datang ke pesta itu! Saya khawatir kalau putri Adeline akan melakukan hal yang sama lagi."
Clarisse merenungkan ucapan Anne dan berpikir ada benarnya juga. Tetapi tidak mungkin dia membatalkannya sekarang karena waktunya yang sudah mepet. Putri Adeline pasti sengaja melakukannya supaya dia tidak bisa mempunyai waktu untuk menghindar.
"Yang mulia, bagaimana kalau anda berpura-pura sakit?"
"Tidak." balas Clarisse sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Putri Adeline pasti akan curiga dengan sakitku yang datang tiba-tiba dan dia pasti akan menyuruh orang untuk memeriksaku. Semuanya akan menjadi bencana jika sandiwara ku terbongkar."
"Lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Aku akan datang saja."
"Apa??" teriak Anne membelalak kaget. "Tidak bisa. Anda tidak bisa datang ke pesta itu. Yang mulia pasti akan menjadi sasaran empuk di kalangan pendukung putri Adeline."
"Jangan khawatir, Anne. Apakah anda berpikir saya tidak bisa membalas? Asal kamu tahu saja, saat di pesta teh kemaren aku berhasil membuat salah satu pendukung putri Adeline meminta maaf padaku."
"Ta..tapi." balas Anne masih khawatir.
"Tidak apa-apa." ujar Clarisse sambil mengelus tangan Anne dengan pelan. "Tidak akan ada yang terjadi padaku. Bukankah ini juga hal yang bagus jika aku datang ke pesta itu. Aku bisa masuk ke lingkaran para bangsawan dan menyelidiki siapa saja yang mendukung Putri Adeline. Siapa tau aku bisa menarik mereka ke pihakku dan membuat mereka berpaling dari putri Adeline."
Anne menghela nafas pasrah lalu dengan terpaksa menganggukkan kepalanya. "Baiklah, jika itu keinginan Yang mulia. Saya tidak akan memaksa lagi."
"Terimakasih Anne." ujar Clarisse sambil tersenyum. "Terkadang kamu bersikap seperti ibuku, terkadang kamu juga bersikap seperti temanku, karena itulah aku selalu bersyukur karena kamu selalu di sampingku."
"Apa yang anda bicarakan, Putri?" seru Anne salah tingkah. "Saya hanya melakukan tugas saya dan melindungi anda dengan sebaik-baiknya."
Bibir Clarisse melengkung menjadi senyum pahit. Benar, dia membuktikan ucapannya dan melakukan itu sampai akhir hayatnya. Memikirkan hal itu lagi membuat Clarisse merasa sesak, dia menarik nafas dalam-dalam mencoba menetralkan perasaannya. Setelah berhasil, dia menjawab perkataan Anne lagi dengan nada ceria, "Baiklah, jadi lakukanlah itu sampai aku mati."
Anne menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menanggapi perintah Clarisse.
"Tapi aku tidak membiarkan hal itu terjadi untuk kedua kalinya. Namun membiarkan Anne pergi dari sisiku sangatlah tidak mungkin. Aku hanya akan membiarkan dia di sampingku dan menjaganya supaya tidak terluka."
Tiba-tiba saja Anne teringat bahwa dia belum menyiapkan gaun yang akan dipakai Putri Clarisse pergi ke pesta. Ia berlari menuju lemari dan mengeluarkan gaun Clarisse satu persatu.
"Apa yang terjadi, tidak ada satu pun gaun yang layak untuk dipakai." Anne mendecakkan lidahnya memandang gaun-gaun yang berjejer di atas tempat tidur. Semuanya kuno dan tentu saja tidak akan cocok dengan pesta megah putri Adeline.
"Apa yang anda lakukan?" tanya Clarisse penasaran sambil berjalan mendekati Anne.
"Saya sedang mencari gaun yang akan dipakai oleh anda untuk pergi ke pesta." jawab Anne sambil tidak melepaskan pandangannya dari gaun-gaun yang berjejer di atas tempat tidur.
Clarisse menganggukkan kepalanya mengikuti pandangan Anne. "Aku akan memakai yang ini saja." ujarnya sambil menunjuk gaun berwarna hijau yang tergeletak di atas tempat tidur.
"Apakah anda yakin?" tanya Anne khawatir. Gaunnya terlalu polos dan ia khawatir bahwa teman-teman putri Adeline akan mengejeknya.
"Ya, saya yakin." jawab Clarisse sambil menganggukkan kepalanya. "Anne, apakah anda bisa memberi renda dan manik-manik di sekitar bagian ini?" kata Clarisse sambil menunjuk gaun itu di bagian dada dan pinggang.
"Ya, saya bisa." jawab Anne sambil menganggukkan kepalanya.
"Lalu bisakah anda melakukannya sekarang juga, karena kita hanya punya sisa waktu tujuh jam lagi."
"Saya bisa Yang mulia." seru Anne lalu berlari dengan cepat mengambil jarum dan benang serta alat-alat yang dibutuhkan.
Clarisse menganggukkan kepalanya sambil duduk di atas tempat tidur mengawasi Anne yang sedang mengerjakan gaunnya. Untunglah Anne bisa menjahit kalau tidak ia tidak akan tau apa yang terjadi setelahnya. Walaupun ia lebih senang memakai pakaian yang sederhana, tetapi ia juga harus melihat situasi dan tempatnya. Putri Adeline pasti akan memfitnahnya menuduhnya meremehkan tuan rumah karena memakai pakaian yang terlalu sederhana.
Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya Anne selesai mengerjakan gaunnya. Senyum puas terpatri di bibirnya kala mengamati hasil kerja kerasnya selama dua jam ini.
"Yang mulia, saya tidak menyangka ini akan sangat bagus. Ide anda benar-benar brilian." seru Anne dengan kekaguman. Gaun yang semulanya sangat polos sekarang menjadi hidup karena manik-manik dan renda yang menghiasinya.
Clarisse mengganggukkan kepalanya sambil tersenyum puas. Ia juga sangat senang dengan hasil kerja keras Anne. "Terimakasih Anne." ujarnya terharu.
"Sama-sama Yang mulia." jawab Anne turut senang.
"Nah sekarang anda harus mandi karena sebentar lagi pesta akan dimulai! Saya akan menyiapkan bak mandi dan minyak essential lavender untuk dipakai oleh anda." ujar Anne sangat bersemangat. Entah siapa yang tadi menyuruhnya untuk tidak datang sekarang dia secepat itu sudah melupakannya.
Clarisse mengganggukkan kepalanya sambil tersenyum kecil terinfeksi suasana hati Anne yang sangat senang.
Akhirnya setelah berkutat cukup lama dengan segala macam perawatan, Anne hanya tinggal memberi Clarisse sentuhan terakhir. Ia menata rambutnya dengan sedikit bergelombang sambil meletakkan tiara di sepanjang rambutnya.
"Selesai." gumam Anne sambil tersenyum puas.
"Yang mulia, coba lihatlah ke cermin!"