Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menggoda istri
Erlangga dan kedua orang tuanya baru saja sampai di rumah. Sedangkan Nenek, Oma, dan Opanya sudah sampai dari tadi. Malam ini Nenek Fatimah akan menginap di rumah itu. Meski awalnya ia menolak, tapi akhirnya ia setuju.
Erlangga masuk ke kamarnya. Ia segera berwudhu' karena belum shalat Isyak. Dalam do'anya ia mengucap syukur dan tak lupa melakukan sujud syukur.
Setelah selesai shalat, Erlangga membuka bajunya dan menggantinya dengan kaos. Ia duduk di atas tempat tidurnya seraya memandangi foto pernikahannya yang baru saja dikirim oleh Kendra kepadanya.
"Masyaallah cantik sekali, istrinya siapa sih?" Monolognya. Ia jadi senyum-senyum sendiri.
Ia baru membuka chat grup keluarga yang saat ini penuh dengan notifikasi. Mereka tak hentinya menggoda pengantin baru. Namun baik Erlangga maupun Rifka tidak ada yang menanggapi. Mereka hanya tersenyum membacanya.
Di kamar Erika.
"Mbak, telpon dong suaminya. Kasih perhatian biar merasa punya istri. Ucapin selamat tidur kek!"
"Dih, nggak ah!"
"Alah jangan gitu, awas nanti jatuh cinta lho."
"Emang sudah jatuh cinta dari dulu." Batin Rifka.
"Dek, bukannya kamu besok ujian meet semester, tidur gih!"
Erika baru ingat kalau belum belajar materi untuk ujian besok. Ia pun segera tidur agar besok setelah Shubuh bisa belajar.
Sedangkan Rifka tidak bisa tidur. Pikirannya melanglang buana ke mana-mana. Namun tiba-tiba handphone Rifka berbunyi. Ada notifikasi pesan.
"Siapa malam-malam gini kirim pesan." Lirihnya.
Ternyata saat dilihat nomor baru yang tidak ia simpan, namun ia hafal nomer tersebut adalah nomer Erlangga. Selama ini mereka tidak pernah bertegur sapa lewat chat atau telpon. Rifka segera membuka pesan tersebut. Ternyata isinya adalah foto pernikahan mereka. Rifka tersenyum melihat foto tersebut. Melihat chatnya dibaca, Erlangga pun bersemangat untuk mengirim chat lagi kepada istrinya. Ia berharap Rifka mau membalasnya.
💌08985XXXXXXX
Belum tidur?
-
Rifka langsung membacanya dan membalasnya.
^^^💌 My wife^^^
^^^Belum^^^
💌08985XXXXXXX
Kenapa, apa belum mengantuk?
^^^💌 My wife^^^
^^^Ini juga mau tidur kok^^^
💌08985XXXXXXX
Ya sudah kalau begitu. Selamat tidur, have a nice dream 😘😘😘😘
-
Rifka jadi senyum-senyum sendiri membaca chat suaminya. Apa lagi lihat emoticonnya.
"Ya Allah cuma begini saja dia sudah mampu membuatku bahagia." Batinnya.
Rifka tidak mau membalasnya lagi karena ia tidak ingin malam ini tidur terlalu malam. Besok pagi mereka harus pergi ke KUA.
Akhirnya Rifka meletakkan handphone nya kembali lalu membenarkan posisi tidurnya. Ia berharap bisa segera terlelap.
Erlangga pun segera meletakkan handphone-nya. Ia mematikan lampu dan menarik selimut.
"Sementara peluk guling dulu." Batinnya seraya mengulum senyum.
Keesokan harinya.
Waktunya sarapan, Erlangga makan bersama keluarganya yang lain termasuk Neneknya. Setelah sarapan, Erlangga mengajak Neneknya ngobrol di taman belakang karena semalam mereka belum sempat ngobrol banyak.
"Nenek sehat?"
"Alhamdulillah, apa lagi melihatmu bahagia seperti ini nenek makin sehat."
"Nenek merestui Er, kan?"
"Iya Er. Nenek merestuimu. Apa lagi yang nenek harapkan selain melihatmu bahagia. Kamu mencintainya, kan?"
"Hem, sangat."
"Nenek bisa melihatnya."
"Meskipun nenek berharap Aira jodohmu, namun takdir berkata lain. Tidak apa, yang terpenting kamu bahagia. Semoga pilihanmu itu yang terbaik. " Batinnya.
Erlangga juga menanyakan kabar Mbah Endang, Aira, dan yang lainnya.
Tidak terasa sudah jam 8, waktunya Erlangga pergi ke KUA. Ia berangkat ke KUA di dampingi kedua orang tuanya. Begitu juga dengan Rifka. Mereka akan bertemu di KUA.
15 menit kemudian, mereka sampai di KUA. Erlangga sampai lebih dahulu. Disusul 5 menit kemudian Rifka pun sampai.
Sama seperti semalam, pengantin baru masih canggung dan malu-malu.
Mereka pun masuk ke dalam untuk proses pendaftaran. Prosesnya cukup lama karena ada sesi pertanyaan kepada kedua belah pihak. Namun setelah itu, mereka dapat bernafas lega karena bisa membawa pulang buku nikah.
Setelah dari KUA, mereka tidak langsung pulang, namun pergi ke galery milik Mami Fatin yang sudah beralih menjadi milik Rifka untuk mengukur baju pengantin dan orang tua.
Ada karyawan yang punya tugas khusus mengukur. Untuk gaun pengantin, Rifka sudah ada stok. Itu adalah gaun pentin impiannya yang ia rancang sendiri tidak untuk dijual. Namun untuk koleksinya sendiri. Setelah ia pakai barulah nanti akan ia sewakan.
Untuk mengukur baju Erlangga, ia tidak mau diukur oleh perempuan yang bukan mahramnya. Jadi kali ini, terpaksa Rifka sendiri yang mengukur suaminya. Mereka berada di ruangan berbeda dari orang tua mereka.
Erlangga sudah berdiri dengan posisi santai. Rifka mengambil alat pengukur. Ia mulai mengukurnya dari bagian atas.
" Tegap, jangan menunduk!"
"Baiklah."
Rifka mulai mengukur bagian dada, lalu mencatatnya. Setelah itu bagian lengan, lingkar pinggang dan panjang celana. Erlangga tak berkedip melihat istrinya. Jantungnya saat ini sedang tidak aman.
"Sudah selesai."
"Belum." Sahut Erlangga.
"Sudah, sudah diukur semuanya."
Tanpa membalas perkataan istrinya, Erlangga menarik tangannya sehingga tubuh Rifka merapat kepadanya. Lalu Erlangga menarik hidung istrinya dengan lembut.
"Au, sakit!"
"Ah benarkah? Bukankah yang sakit hidungmu, tapi kenapa pipimu yang merah?"
Sontak Rifka langsung menangkup kedua pipinya. Dan hal tersebut membuat Erlangga mengulum senyum.
"Ehem, bisa tidak belajar panggil suami sendiri dengan sebutan yang enak didengar?"
"Iya Pak su."
"Ish, panggilan apa itu?"
"Lalu?"
"Huh... aku yakin kamu mengerti."
Rifka menundukkan wajahnya. Ia benar-benar mati kutu kali ini.
Baru saja Erlangga ingin menggoda istrinya lagi, namun Bunda memanggil mereka untuk melanjutkan hal lainnya.
Rifka mengelus dadanya. Dalam hatinya ia bersyukur Bunda Winda segera datang.
"Pras biarkan anak-anak satu mobil. Kasih mereka waktu berdua. Kamu dan dek Winda gabung di mobilku saja."
"Baik, Kak."
"Papi memang pengertian. " Batin Erlangga.
Sedangkan Rifka merutuk di dalam hatinya. Ia bukannya tidak senang dekat dengan suaminya, tapi ia takut salah tingkah dan salah bicara
Erlangga pun membukakan pintu untuk istrinya.
Mereka melanjutkan perjalanan ke restoran untuk makan siang bersama.
Selama perjalanan, Erlangga fokus mengemudi, karena hujan turun dengan tiba-tiba. Tidak lama kemudian mereka pun sampai di restoran yang dituju.
Erlangga dan Rifka berlari kecil untuk masuk ke restoran. Orang tua mereka, sudah sampai terlebih dahulu. Mereka pun memesan makanan yang diinginkan.
"Haccim... haccim.... " Erlangga bersin. Ia memang tidak kuat dengan cuaca dingin.
"Bang, alergimu kambuh."
"Biasa Bunda. "
"Rifka, Bunda kasih tahu ya. Samimu ini nggak kuat sama dingin. Makanya dia sering minum yang hangat-hangat."
"Nanti kalau sudah beristri juga alerginya pasti sembuh, dek." Ujar Papi Zaki.
"Kan sudah beristri, bang."
"Iya, tapi belum kawin, hahaha... "
Papa Pras ikut tertawa. Mami Fatin hanya bisa geleng-geleng kepala.
Pengantin baru hanya mengulum senyum.
Erlangga tidak menyangka ternyata mertuanya bisa segokil itu. Sepertinya ketularan Opa Tristan.
Bersambung....
...****************...
Maaf baru bisa up karena tidak ada waktu kak
Terima kasih yang sudah support dan mengerti keadaan author 🙏
lanjut
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka