Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 - Minta Maaf Terus
"Reza!" pekik Monalisa sekali lagi, dia pun mengetuk pintu rumah itu dengan kuat.
Namun bukan Reza yang kembali, melainkan penjaga keamanan yang datang.
"Maaf Nona, anda harus segera pergi dari sini," ucap penjaga itu.
Mona hanya terdiam, nafasnya memburu tanda amarah. Dia mundur beberapa langkah dan menjauh dari pintu, sungguh tak terima di perlakukan seperti ini.
Apalagi kesalahan jelas bukan hanya ada padanya, tapi juga pada Ajeng yang menghasut sangat anak.
Ajeng pasti marah dengannya karena insiden jatuh itu, lalu pengasuh tak tahu diri itu menghasut Sean untuk pulang.
"Sudah berapa lama Ajeng bekerja disini?" tanya Mona pada penjaga tersebut, dia tidak langsung pergi.
"Sudah 2 bulan ini Nona."
"2 bulan?" ulang Mona, itu bukanlah waktu yang lama, tapi bagaimana bisa anaknya terlihat begitu dekat dengan sang pengasuh.
Hal mencurigakan itu membuat Monalisa tak bisa diam saja, pasti ada hal lain yang dilakukan oleh Ajeng untuk membuat Sean bersedia dekat dengannya. Mungkin ancaman, atau bahkan niat terselubung.
Ajeng tidak hanya bekerja sebagai pengasuh, namun berusaha juga untuk menggantikan posisinya sebagai mama bagi Sean.
Mona menggelengkan kepalanya kecil, manusia miskin seperti aja memang pasti akan melakukan segala cara untuk bisa hidup enak dengan instan
Awas kamu Jeng. Batin Mona.
Lantas tanpa ada kata lagi, Mona pun segera pergi dari sana.
Sementara itu di dalam rumah keluarga Aditama, tak ada satupun yang menganggap tentang kedatangan Monalisa barusan.
Apalagi saat Sean mulai turun dan bergabung dengan semua keluarga, maka tidak ada sedikitpun pembahasan tentang wanita itu.
"Ajeng, panggil papa Reza di kamarnya, sekalian kamu kalau mau minta maaf," ucap Oma Putri, mereka sudah tiba di meja makan tapi belum terlihat Reza di sana. Kata Rilly, kakaknya itu masih berada di dalam kamar.
Dan Ryan yang mendengar perintah ibunya itu pun langsung menoleh, sedikit ada rasa tak nyaman di dalam hatinya ketika Ajeng akan menemui sang kakak di dalam kamar.
"Mungkin sebentar lagi turun Oma, tunggu saja," ucap Ryan.
"Tidak apa-apa Om, aku akan naik ke atas." Ajeng yang menyahut, meski takut, dan meski setuju dengan kalimat om Ryan, tapi Ajeng tidak ingin menolak perintah Oma Putri, jadi mau tidak mau Ajeng pun harus segera pergi dari sana.
Sean yang tau ketakutan mbak Ajeng-nya pun hanya mengulum senyum.
Menaiki anak tangga sedikit berlari, Ajeng akhirnya tiba di lantai 2. Menuju kamar papa Reza yang ada disebelah kamar Sean.
"Ya Allah, diketuk apa tunggu saja ya?" gumam Ajeng, lalu menelan ludahnya sendiri dengan kasar.
"Ketuk saja lah," putusnya kemudian.
Dengan tangan yang seperti bergetar, dia pun mengetuk pintu kamar itu. Ajeng langsung bicara sebelum mendengar apapun dari dalam sana ...
"Ini Ajeng Pa!" ucap Ajeng dengan suara cukup tinggi, setelah mengetuk pintu itu dia pun meremat kedua tangannya sendiri.
Selalu saja merasa gugup dan takut tiap kali hendak berhadapan dengan papa Reza.
Dan tak lama kemudian, pintu itu pun terbuka, papa Reza keluar ...
Deg!
Ajeng seperti gelagapan. Apalagi saat melihat papa Reza yang selalu menatapnya dengan tatapan dingin.
"Oma meminta aku memanggil papa untuk segera sarapan," ucap Ajeng, kedua matanya berulang kali berkedip dengan cepat, tanda gugup.
Reza hanya mengangguk kecil, tanpa berkata sepatah kata pun. Membuat Ajeng makin bingung.
Namun sebelum papa Reza pergi dari sana, dia harus segera meminta maaf.
"Pa, aku, aku, aku minta maaf." Ajeng menunduk.
Reza tetap menatap datar.
"Hem," jawabnya singkat, lalu pergi.
"Pa!" Ajeng reflek menahan lengan pria itu, dia belum selesai bicara tapi papa Reza sudah mau pergi saja.
Namun secepat kilat dia pun sadar jika telah salah menahan lengan ini, jadi buru-buru Ajeng melepasnya.
"Ma-maaf, ta-tapi papa tidak akan memecat aku kan?"
"Kamu mau dipecat?"
"Tidak!!" balas Ajeng dengan membentak. Sadar salah, dia minta maaf lagi.
"Maaf."
"Jangan banyak ulah, jangan ambil keputusan sesuka hatimu meski itu adalah permintaan Sean, cobalah untuk bicara denganku atau Oma Putri. Paham kan?" balas Reza akhirnya.
Ajeng sudah menunduk, rasanya dia sedang dimarah oleh ayahnya sendiri.
"Baik Pa," jawab Ajeng lirih.
"Maafkan aku," timpal Ajeng lagi. Entah sudah berapa banyak dia mengucapkan kata maaf itu. Minta maaf terus.