(#HIJRAHSERIES)
Keputusan Bahar untuk menyekolahkan Ameeza di SMA Antares, miliknya mengubah sang putri menjadi sosok yang dingin.
Hidup Ameeza terasa penuh masalah ketika ia berada di SMA Antares. Ia harus menghadapi fans gila sepupu dan saudaranya, cinta bertepuk sebelah tangan dengan Erga, hingga terlibat dengan Arian, senior yang membencinya.
Bagaimanakah Ameeza keluar dari semua masalah itu? Akankah Erga membalas perasaannya dan bagaimana Ameeza bisa menghadapi Arian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Hasna Raihana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. I'm Fine
Ameeza masih mengikuti les fisika sepulang sekolah. Namun, kali ini tak sepadat dulu. Ia hanya mengikuti les seminggu dua kali dan belajar secukupnya di rumah. Belajar di sekolah setelah istirahat tidak Ameeza lakukan lagi. Sebab ia sadar, hal itu membuatnya stress.
Sebentar lagi ujian kenaikan kelas tiba, Ameeza bertekad untuk belajar sungguh-sungguh. Ia tidak mau memikirkan apapun di luar dari pembelajaran. Namun, tetap saja Ameeza tak bisa mengontrol hal apa yang harus ia pikirkan.
Suara gaduh di kelas X MIPA 2 tiba-tiba lenyap. Bukan karena adanya guru, melainkan Ameeza yang tiba-tiba melamun. Memikirkan kejadian beberapa hari lalu di lapangan indoor bulu tangkis. Entah kenapa Ameeza merasa ada yang tidak beres dengan Erga. Laki-laki itu terlalu banyak menyimpan rahasia membuat Ameeza jadi penasaran. Itulah kenapa sikap Ameeza plin plan. Kadang jahat kadang baik.
Ameeza memutar tubuhnya ke belakang. Namun, objek yang di tatapnya sekarang ternyata tidak ada. Kursi belakang, tepatnya kursi Erga kosong. Ameeza kembali membalikkan tubuhnya. Ia menoleh menatap Melva. "Erga gak masuk?"
Melva yang sibuk memainkan HP-nya menoleh sekilas. "Gak masuk, beberapa hari kemarin juga gak masuk. Katanya sih sakit," jawab Melva masih terfokus pada HP-nya.
Satu hal yang Ameeza tangkap dari perkataan Melva. Erga sakit. Pikirannya langsung berkelana, memutar ulang kejadian dimana Erga tampak sangat kurus dengan kantung mata yang sedikit menghitam. Bukannya Ameeza sangat memperhatikan Erga, hanya saja Ameeza pernah beberapa kali memegoki Erga disaat kondisinya seperti itu. Namun, ada yang aneh. Ameeza rasa, Erga tidak sakit secara fisik tapi secara mental. Entah itu benar atau tidak, Ameeza hanya menduga saja.
...-oOo-...
Ameeza melempar pilox yang dipegangnya. Lantas terduduk. Ia memegangi kepalanya. Entah kenapa di otaknya hanya ada nama Erga.
Erga sakit apa? Ada dimana? Apa Erga menderita? Apa Erga butuh bantuan? Kenapa Erga gak bales chat gue?
Sial. Ameeza sudah meluapkan kekesalannya dengan mencoret-coret tembok kamarnya dengan pilox. Tapi, kenapa untuk kali ini kekesalannya tak kunjung mereda.
"Lo kenapa, sih?!" teriak Ameeza prustasi sendiri.
Aludra memekik kaget ketika membuka pintu kamar sepupunya. "Yaampun!"
Aludra menghampiri Ameeza yang tengah mengacak-acak rambutnya sendiri. Ia menarik tangan sepupunya itu berdiri, lalu mengajaknya duduk di tepi kasur.
"Yok ke Cafe!" ajak Aludra.
Ameeza yang semula tertunduk jadi mendongak menyorot Aludra dengan tatapan tajam. "Gue lagi gak mood."
Aludra menghela napas panjang. Menatap penampilan Ameeza khawatir. Pasalnya cewek itu sudah seperti orang tak waras dengan rambut acak-acakan. "Lo ... ada masalah apa?" Mata Aludra memicing, memperhatikan setiap detail ekspresi Ameeza yang jarang sekali ia lihat jika berada di sekolah. "Pasti masalah cowok, yah?" tebak Aludra. Perempuan tomboy itu mengangkat kakinya ke atas kasur. Memposisikan duduk yang nyaman. Yah, duduk bersila.
Ameeza yang sudah tak berselera bersuara hanya mengangguk pelan.
Aludra bangkit, cewek itu berdiri di atas kasur lantas melompat. Sekarang ia menghadapkan tubuhnya di depan Ameeza. "Temenin gue ngopi, kuy!" ajak Aludra.
Ameeza mendongak menatap uluran tangan sepupunya. Kemudian beranjak. "Gue siap-siap dulu," kata Ameeza masih dengan nada lesu.
Usai bersiap-siap mobil hitam milik Aludra meluncur menuju Cafe ElBa. Namun, dipertengahan jalan Aludra berkata ingin mampir dulu ke tempat cuci mobil.
Ameeza turun lebih dulu, lalu duduk di kursi tunggu. Sebelum perempuan itu kembali melamun, suara panggilan Aludra mengalihkan atensinya. Matanya melotot tanpa sadar begitu melihat objek manusia yang berada tepat di balik punggung Aludra.
"Hey!" Tepukan keras di bahu yang dilakukan oleh Aludra membuat Ameeza tersentak, ia refleks berdiri.
"Nyari siapa?" tanya Aludra ketika mata Ameeza mengedar ke penjuru tempat pencucian kendaraan.
Ameeza kembali duduk diikuti oleh Aludra. Cewek itu menunduk lesu.
Apa gue cuma halusinasi, yah?
"Jangan bengong, ih!"
Sentakan dari Aludra lagi-lagi menarik Ameeza dari lamunannya. Perempuan itu sekarang memandangi pekerja yang sedang mencuci mobil dan motor. Sebelum matanya berhenti menatap di satu titik. Yah, Ameeza menatap lekat laki-laki yang mengenakan seragam pekerja pencuci kendaraan. Keningnya mengernyit merasa kenal dengan sosok itu. Sampai sosok itu semakin mendekat, hanya saja laki-laki itu berjalan lewat jalan yang di ujung.
Ameeza melirik sebentar Aludra yang entah sejak kapan tertidur dengan topi yang menutupi wajahnya. Ameeza buru-buru beranjak dari tempat duduk, ia menyebrang jalan mengikuti kemana perginya laki-laki tadi. Meski akhirnya Ameeza kehilangan jejak saat menyebrang tadi, gara-gara banyak kendaraan yang berseliweran. Dan Ameeza tipe orang yang takut menyebrang.
Netra Ameeza menatap ke sekeliling, berharap ia menemukan laki-laki itu. Namun, nihil ia tak kunjung menemukannya.
Ameeza berjalan menyusuri trotoar. Sembari celingukan mencari laki-laki tadi. Sampai kaki Ameeza berhenti tepat di depan sebuah apotek. Dari balik pintu kaca apotek, Ameeza melihat seorang laki-laki keluar dari sana. Ia sangat yakin laki-laki itu adalah orang yang dicarinya sedari tadi. Yah dia pasti Erga.
Ameeza mempercepat langkahnya, tangannya terulur menyambar tangan laki-laki berseragam pekerja pencuci kendaraan. Laki-laki itu berbalik, tatapannya menyiratkan keterkejutan walau samar.
"Erga!"
Erga enggan menatap Ameeza. Laki-laki itu mengeratkan pegangannya pada kantong kresek putih yang ia jinjing.
Ameeza menatap kantong kresek putih digenggaman Erga. Perempuan itu merebut kantong kresek tersebut. Erga yang sedang lengah alhasil tak sempat memberikan perlawanan.
Ameeza terkejut ketika membuka kantong kresek itu. Tatapannya langsung mengarah pada Erga yang tampak sudah berjalan menjauhinya. Ameeza berlari, menarik tangan Erga. "Lo sakit apa? Kok beli perban sama plester sebanyak ini?"
Sorot mata Erga kosong. Cowok itu hanya mematung tanpa berniat menjawab pertanyaan dari Ameeza.
"Lo luka?" Ameeza memangkas jaraknya dengan Erga, menyisakan jarak sejengkal. Ameeza menarik lengan baju Erga, namun laki-laki itu lebih dulu menepis tangan Ameeza kasar. Lantas memundurkan tubuhnya membentangkan jarak yang lumayan jauh.
Ameeza mengejar Erga yang terus berlari. Beruntungnya Ameeza lebih dulu bisa menyambar tangan Erga. Membuat laki-laki itu kembali menghentikan langkahnya. "Lo beneran luka?" lirih Ameeza, kali ini sorot mata cewek itu terlihat meneduh.
Erga membisu.
"Jawab!" sentak Ameeza geram.
"I'm Fine."
Ameeza menggelengkan kepalanya kuat. "Gak! Lo gak baik-baik aja."
Erga menyambar kantong kresek yang Ameeza genggam, setelahnya cowok itu berlari secepat mungkin agar Ameeza tidak bisa mengejarnya.
Ameeza terdiam ditempatnya, menatap sendu Erga yang pergi menjauh. Perempuan itu melepaskan topinya, kemudian tertunduk.
Lo sakit apa Ga?
Ameeza hanya ingin Erga menjawab pertanyaannya sungguh-sungguh. Tapi, yang ia dapat justru kebohongan.
Apa gue bukan orang penting di hidup lo, Ga?
...-oOo-...