AMEEZA
Malam ini di meja makan keluarga Bahar hanya terdengar suara denting sendok yang beradu dengan piring. Ameeza diam-diam melirik ke arah Bahar-ayahnya dan Eliska-mamanya. Ia penasaran dengan satu hal. Tapi, Ameeza enggan mengungkapkan maksudnya.
"Lo kenapa, sih," sewot Izzi diiringi dengan sendok yang sengaja dihentak ke piring. Matanya menatap Ameeza tajam. Dari dulu Izzi sangat tak suka dengan sikap Ameeza yang sok dingin, dan sok tidak peduli.
Bahar sejenak berhenti makan. Tatapannya menghunus ke arah Izzi sampai cewek itu tertunduk dan kembali melanjutkan makannya. Seakan hanya dengan tatapan saja Izzi tahu bahwa Bahar sedang memperingati tindakannya yang mengacau acara makan malam hari ini.
Usai menghabiskan makan malamnya, Bahar berdehem membuat semua mata tertuju padanya. "Ayah sudah mendaftarkan kamu ke SMA Antares," tegas Bahar.
Ameeza yang masih belum selesai makan mendadak menghentikan aktivitasnya. Sorot matanya yang sarat akan protesan mengarah pada Bahar yang dibalas sang ayah dengan menatap balik anak bungsunya.
"Bukan tanpa sebab ayah mendaftarkan kamu ke SMA Antares." Bahar menatap Ameeza yang sibuk mencabik-cabik telur rebus dipiringnya. "Supaya ayah bisa memantau kamu. Dari dulu kamu gak pernah patuh dengan aturan sekolah. Kamu ingat, dulu ayah pernah menuruti semua keinginan kamu. Tapi, kenyataannya kamu justru menghancurkan harapan ayah. Kamu tahu, saat itu ayah merasa jadi orang tua yang gagal."
"Kali ini saja, tolong jangan bertindak macam-macam. Kamu mengerti 'kan, Sayang," kata Eliska dengan tatapan lembutnya berharap sang anak mengerti.
Ameeza mendorong kursinya ke belakang menimbulkan suara derit yang cukup nyaring ditengah situasi yang sepi di ruang makan. Tindakan tersebut tak luput dari pandangan Bahar, Eliska dan Angga-kakak pertama Ameeza. Lain halnya dengan Izzi-kakak kedua Ameeza, dia satu-satunya orang yang tidak peduli dengan tindakan Ameeza.
Ameeza berlalu pergi menuju kamarnya. Begitu sampai, perempuan itu merebahkan dirinya di kasur. Menatap langit-langit kamar. Kemudian bangkit dari tidur dan memilih duduk di tengah-tengah kasur. Matanya menjelajahi tiap-tiap detail dari kamarnya.
Tidak ada yang spesial dari kamar Ameeza. Kamar dengan cat putih abu tanpa hiasan apapun. Di kamarnya hanya ada meja belajar, lemari baju, lemari khusus cat, kasur, nakas dan TV.
Tidak seperti kebanyakan anak perempuan yang suka dengan warna merah muda atau ungu. Atau lebih suka menghias kamar dengan segala macam pernak-pernik. Ameeza justru orang yang tidak suka warna feminim dan dekorasi yang ribet.
Ameeza menghela napas panjang. Memilih merebahkan diri daripada memikirkan di mana ia bersekolah besok. Namun, Ameeza berharap semoga saja bukan SMA Antares milik ayahnya. Ameeza berharap keputusan ayahnya akan berubah.
Perlahan kedua mata Ameeza terpejam. Entah sudah berapa lama ia tertidur. Yang pasti ia merasa baru saja tidur sekejap saat ada sebuah tangan yang membangunkannya.
"HAPPY BIRTHDAY!!" teriakan bervolume tidak kecil itu sukses membuat mata Ameeza melek sepenuhnya.
Tatapan Ameeza datar. Kian dingin pula ketika melihat hanya Izin satu-satunya orang yang tampak ogah-ogahan. Atau lebih tepatnya seperti tak sudi merayakan hari ulang tahun Ameeza.
Lo gak pernah berubah, ya, Kak.
...-oOo-...
Dari semenjak Ameeza menaiki mobil sampai ketika mobilnya melewati bagunan sekolah SMA Antariksa ia sudah curiga. Jangan-jangan apa yang menjadi ketidakinginannya terwujud.
Mobil hitam yang mengangkut Ameeza, Angga dan Izzi itu berhenti di depan gerbang. Kepala Ameeza sedikit mendongak guna melihat tugu besar bertuliskan nama SMA. Namun, kepala Angga justru menghalangi.
Izzi menarik paksa Ameeza keluar dari mobil. Meski pada akhirnya Ameeza menepis tangan kakak keduanya kasar. Ia bersandar di badan mobil, dengan tangan bersidekap. Sehingga posisinya sekarang membelakangi.
"Lo ngapain masih di situ?" tanya Izzi dengan wajah marah dan setengah kesal.
Menetralkan sedikit suasana hati. Ameeza akhirnya mau membalikkan badan. Dan bom! Rasanya sendi-sendi Ameeza lemas mendadak. Di depannya sudah jelas terpampang nama 'SMA Antares.'
Ameeza tak mau dianggap membantah. Meskipun dalam hati kesal tapi Ameeza berusaha cuek. Ia berjalan memasuki gerbang SMA Antares lebih dulu dari kedua kakaknya.
Begitu sampai di pertengahan jalan menuju kelas. Angga menahan tangan adiknya. "Mau keliling dulu gak? Lo 'kan gak ikut MOS."
Ameeza melirik sebentar jam tangannya yang masih menunjukkan pukul enam pagi. Ameeza mengangguk setuju.
Setelah memperkenalkan beberapa ruang kelas, dan beberapa lab. Angga memberhentikan langkahnya di depan ruang OSIS.
Melihat itu Ameeza berusaha tetap cuek dengan apa yang sedang dilakukan Angga. Ia memilih menyender di tembok dekat pintu ruang OSIS dari pada melihat tindakan kakaknya.
"Mau masuk?" tanya Angga.
Ameeza menggeleng. Ia memilih untuk segera kembali ke kelasnya. Mengingat sekarang sudah pukul tujuh kurang.
Bukannya Ameeza kembali ke kelas, ia justru tersesat di lingkungan SMA Antares. Terlebih lagi seluruh mata murid SMA Antares mengarah kepadanya. Ameeza risih.
Meski samar Ameeza masih bisa mendengar beberapa ucapan orang-orang disekitar mengenai dirinya.
"Itu adiknya Angga sama Izzi 'kan?"
"Iya-iya, sepupunya juga sekolah di sini."
"Hebat. Kesempatan baru nih buat deketin Angga."
"Ide cemerlang."
"Wah, itu adeknya Angga cakep juga. Gue mau gebet, ah."
"Enak aja gue juga pengen."
"Ayo saingan."
"Ayo."
Irama kaki Ameeza semakin cepat. Anak-anak SMA Antares yang bergosip tentangnya membuat telinga Ameeza panas. Meskipun itu bukan ejekan. Tetap saja Ameeza risih dengan kehebohan murid SMA Antares saat mengetahui kehadirannya. Seolah dirinya adalah seorang artis.
Bahkan Ameeza melupakan niatnya untuk kembali ke kelas. Ia sudah tidak peduli lagi dengan keadaannya yang tengah tersesat. Ameeza berbelok asal ke lorong sepi.
"Sial," umpat Ameeza pelan.
Sebuah tangan menepuk bahu Ameeza. "Lo ngapain di sini?" tanya Shaula-sepupu Ameeza.
Ameeza menggeleng.
"Yuk ke lapang. Udah mau upacara, nih."
Tanpa penolakan Ameeza mengangguk. Walau dengan kondisi semangatnya yang sudah menurun semenjak ia memasuki gerbang SMA Antares. Dan sekarang semuanya jelas. Ia di sekolahkan di SMA milik ayahnya ditambah dengan kedua kakak dan sepupunya bersekolah di sini.
Sebelum Ameeza memasuki kelas X MIPA 2 untuk menyimpan tas, ia sempat melihat seorang cowok yang sibuk membaca buku tebal di kursi yang ada di koridor.
Namun, Ameeza tak peduli. Ia memilih meneruskan langkahnya memasuki kelas. Lalu, mengikuti upacara bendera.
Meski pada akhirnya banyak pasang mata melihatnya dengan tatapan dan tanggapan yang berbeda-beda. Bahkan sepanjang upacara ia benar-benar dibuat dongkol. Ameeza ingin cepat pulang.
Saat menaikan bendera. Ameeza sedikit terganggu dengan bisik-bisik dan kehebohan yang terjadi di belakangnya. Ia berbalik sebentar.
"Tandu mana!"
"Bentar."
Ameeza sedikit terkejut dengan Shaula dan beberapa anak PMR membantu mengangkat salah seorang anak yang pingsan ke tandu.
Matanya sempat menatap seorang cowok yang diangkut dengan tandu. Seketika Ameeza terdiam beberapa saat, matanya mengikuti kemana anggota PMR membawa cowok yang pingsan itu. Sampai akhirnya hilang dari pandangan.
Si kutu buku tadi. Ternyata cowok lemah.
Ameeza kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Fokus pada upacara.
"Gue berharap kehidupan masa SMA gue damai," gumam Ameeza pelan.
...-oOo-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
zennatyas
Wahh, dari awal aja udah seruu nihh 😍
2024-11-13
0
zennatyas
demi apa kalo liat cowok pingsan, Za?😭
2024-11-13
0