"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menunaikan Kewajiban Yang Tertunda
Sean sangat geram mendengar cerita dari Sonia, selama ini dia mengira kalau Sonia meninggalkan dirinya dan selingkuh dengan papanya sendiri. Ternyata gadisnya itu berjuang dan tertekan demi melindungi karirnya dan juga adiknya.
Sean memeluk Sonia yang saat ini menangis, dia sudah tidak kuat lagi menahan semua ini sendiri.
"Maafkan aku Sonia, aku tidak menyangka semua ini, aku tidak pernah berpikir kalau kamu diperlakukan seperti itu oleh papaku dan Nila." Sesal Sean.
"Jangan disesalkan lagi, semua sudah terjadi Sean."
"Aku masih tidak menyangka kalau ternyata Nila itu ibu kamu, pantas saja selama ini kamu selalu melindunginya."
"Tolong jalan sakiti lagi ibuku Sean, biarkan dia bahagia, mungkin selama menikah dengan ayah, ibu itu tidak bahagia." Pinta Sonia.
"Hati kamu terbuat dari apa sih? Nila sudah begitu kejam sama kamu dan kamu masih melindungi dia."
"Gimanapun juga dia itu ibu aku, wanita yang sudah bertaruh nyawa melahirkan aku."
"Saat kamu pergi apa Endro memberikan suntikan itu lagi padamu?"
"Iya, aku belum sempat dapat obat dari dia, aku berjuang untuk sembuh, aku berobat kemana-mana, dari obat rumah sakit sampai obat tradisional dan alhamdulillah nya aku udah baik-baik aja sih, nggak tau kenapa obatnya masih berefek sama aku sampai sekarang."
"Kalo kata dokter, cairan itu terlalu banyak masuk ke tubuh kamu, jadi butuh waktu untuk bisa mengobatinya."
"Oh gitu."
"Terima kasih Sonia, aku berpikir kalau kamu itu menyakitiku tapi nyatanya kamu menyakiti dirimu sendiri demi aku." Sean tak kuasa menahan tangisnya, sekarang dendamnya berpindah pada Endro.
"Terima kasih juga karena sudah menerima aku sebagai istri kamu." Sonia menangkup wajah suaminya lalu Sean menciumi wajah Sonia dengan haru.
"Kamu emang nggak curiga sama kematian mamamu waktu itu?" Sonia kembali teringat dengan meninggalnya mama Sean.
"Awalnya enggak, sampai Fian yang bilang kalau dia melihat papa mendorong mama dari balkon, aku ingin membalaskan semua itu tapi kamu malah datang membawa kabar buruk, ya aku semakin terpuruk."
"Maaf ya Sean, aku terpaksa melakukan semua itu. Aku nggak mau ninggalin kamu tapi mau gimana."
"Iya sayang aku ngerti kok, semua sudah terjadi. Sekarang kita bisa memulai dari awal lagi kan?"
"Iya, makasih ya." Mereka sekarang berpelukan, seakan tidak ingin dipisahkan lagi satu sama lain.
"Berarti selama ini kamu ke hotel cuma buat kasih Fian obat?"
"Iya, papa kamu selalu bikin Fian menderita begitu, kasian dia."
"Tapi kalo kata Fian, Nila lah yang sudah menculiknya dan memberikan obat terlarang untuk Fian agar dia menjadi pecandu."
"Semua itu atas suruhan papa kamu, dan kenapa ibu mau ngelakuin ya aku kurang tau juga sih, tapi kalau niat Om Endro, ya buat jadikan Fian alat untuk mengancam ku."
"Makasih ya, setidaknya Fian mendapatkan perhatian dari kamu walau ujung-ujungnya dia jadi berandalan dan kriminal."
"Sekarang kan dia udah berubah."
"Iya juga, alhamdulillah nya perubahan dia sangat pesat."
***
Sean tersenyum, dia mengecup lembut kening Sonia, menyalurkan kasih sayang yang begitu dalam lalu kecupannya turun menuju bibir ranum istrinya itu.
Tangan Sean mulai travelling di tubuh Sonia, tanpa mereka sadari saat ini mereka sudah tidak lagi mengenakan pakaian sama sekali, f*ull nak*ed.
Bi*bir dan li*dah Sean menyapu leher dan tulang selangka Sonia lalu turun ke bagian da*da hingga Sonia mende*sah dan dadanya membusung tinggi, membuat akses Sean di sana semakin besar.
Sean dan Sonia sama-sama menikmati kemesraan mereka malam ini, Sean membuat tanda kepemilikan di tubuh Sonia, le*her, da*da, pe*rut bahkan paha bagian dalam pun tak luput dari semua itu.
Sonia dan Sean sama-sama sudah siap melakukan inti dari hubungan mereka. Sonia memejamkan matanya saat Sean mene*robos keperawanannya. Sangat sulit dan sempit, itulah yang Sean rasakan ketika memasuki Sonia untuk pertama kali setelah satu tahun lebih menikah.
"Nngghh." Sonia menggigit bibir bawahnya ketika Sean berhasil memasuki dirinya, pria itu menahan sejenak gerakannya agar Sonia merasa tenang dan terbiasa dengan miliknya.
Sean melihat air mata keluar dari sudut mata Sonia, lalu dia kecup dan menatap wajah Sonia yang terlihat begitu cantik.
"Terima kasih dan maaf karena sudah merendahkan serta menghinamu selama ini, kau wanita yang suci dan berharga Sonia, terima kasih sudah menjaga kesucianmu untukku." Ucap Sean penuh haru.
"Aku mencintaimu." Ungkap Sonia lalu mereka melakukan hubungan halal dengan penuh kenikmatan dan rasa syukur.
Sean sangat bahagia ternyata selama ini istrinya begitu menjaga diri, dia sangat menyesal sudah menuduh Sonia yang bukan-bukan.
Malam ini begitu istimewa dan merupakan malam yang panjang bagi mereka berdua.
Permainan berlanjut hingga subuh datang, Sean dan Sonia segera mandi lalu shalat subuh berjamaah, kemudian melanjutkan tidur mereka.
Saat sedang rebahan, Sean memeluk Sonia dari belakang dan mengecup-ngecup pundak polos Sonia.
"Jangan mulai Sean, aku ngantuk ini." Keluh Sonia yang tahu dengan gelagat suaminya itu.
"Sebelum tidur, main lagi yuk."
"Nggak kuat aku, dari semalam kita nggak tidur, masak sekarang mau lagi."
"Ntar aku bawa kamu jalan-jalan terus kulineran, mau nggak?" Bujuk Sean, Sonia membalikkan tubuhnya dan menatap Sean dengan polos, hal itu sukses membuat Sean tersenyum.
"Serius?"
"Iya."
Sean kembali memulai permainannya dengan Sonia, dia bahkan tidak peduli jika ini sudah kesekian kali dari semalam.
Setelah selesai, Sonia tidak bisa lagi menahan kantuknya, Sean membiarkan istrinya itu tertidur dengan keadaan mereka sama-sama polos di balik selimut.
Sean mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Kenzo, pria itu sedang ada di New York saat ini.
[Datanglah ke Spanyol, aku ingin memburu seseorang disini.]
Kenzo yang kebetulan sedang memainkan hp langsung membalas pesan Sean
[Oke aku akan ke sana hari ini]
Sean begitu lega mendapat balasan dari Kenzo, dia akan memberi pelajaran berharga untuk Endro.
Setelah mengetahui semuanya dari Sonia, Sean tak bisa lagi mentoleransi siapapun, dia bahkan tidak peduli bahwa Nila adalah ibu tiri sekaligus ibu mertuanya.
"Ibu macam apa kau ini, sangat kejam pada putrimu sendiri. Bahkan kau tidak bisa melihat bagaimana pengorbanan putrimu." Gumam Sean dengan kesal mengingat Nila.
Sean menaruh benda pipih yang sedang di pegang dan bergabung tidur dengan Sonia, mereka tertidur hingga siang hari.
***
Sonia terbangun, dia melihat sekarang sudah hampir sore.
"Sean bangun, ini udah jam 3 sore loh, kebablasan kita tidurnya." Sonia mengguncang tubuh Sean yang masih terlelap tidur.
"Biarin aja, lagian mau ngapain kita, udah tidur aja lagi." Jawab Sean dengan suara serak sambil merangkul Sonia kembali dalam pelukannya.
"Udah sakit punggung aku tidur." Sonia menuruni kasur dan merasakan sakit di pangkal pahanya, dia sedikit kesulitan untuk berjalan.
"Ini kenapa sih? Sakit banget lagi." Keluh Sonia, Sean tersenyum melihat istrinya yang lagi kesakitan begitu.
"Namanya juga abis lepasin status perawan, ya wajar aja sakit, ayo sini sebelum mandi main dulu." Sonia menatap tajam ke arah Sean.
"Nggak mau, aku capek." Sonia berjalan menuju kamar mandi, saat akan menutup pintu, Sean masuk dengan tiba-tiba yang membuat Sonia kaget dan hampir terpeleset.
"Kamu ini, kalo aku jatuh gimana?"
"Kan nggak jatuh, mandi bareng yuk."
"Kok firasat aku nggak enak ya." Sean langsung menyerang istrinya itu dan melepaskan semua yang menem*pel di badan mereka, akhirnya permainan berlanjut di kamar mandi. Sekarang kamar mandi itu sudah di dominasi oleh suara kenikmatan mereka berdua, Sean semakin tidak bisa jauh dari istrinya, yang ada, jika Sonia pergi, dia beneran gila.
Setelah selesai mandi, Sean membantu Sonia untuk mengeringkan rambut, mereka hendak pergi keluar untuk mencari kulineran yang enak, Sonia sangat suka makan ketimbang belanja barang-barang branded.
"Kamu mau beli apa sih?" Tanya Sean.
"Nggak tau, liat nanti aja."
"Nggak mau beli baju atau barang-barang branded gitu?"
"Nggak, aku nggak terlalu suka."
"Kamu beruntung, makan banyak tapi badan tetap ideal."
"Itu adalah suatu anugrah yang patut aku syukuri, aku nggak perlu capek-capek diet." Sedang asik bersenda gurau, bel di kamar mereka berbunyi.
"Sebentar ya." Sean membukakan pintu dan melihat Kenzo sudah ada di hadapannya sekarang.
"Cepat sekali sampai?"
"Aku memang sudah ada di Spanyol kemarin, biasa senang-senang. Dan kauuu." Kenzo menatap Sean dari ujung kepala hingga kaki, di leher Sean juga ada bekas tanda kepemilikan.
"Habis senang-senang kau rupanya, main berapa ronde semalam?" Tanya Kenzo menertawakan Sean.
"Jangan macam-macam, sana pergi, jangan masuk dulu."
"Kenapa? Apa Sonia belum pakai baju?" Ledek Kenzo pada Sean yang terlihat baru selesai mandi dan masih mengenakan handuk di tubuh atletisnya.
"Pergi sekarang atau-"
"Oke bos." Kenzo pergi sebelum Sean menyudahi perkataannya sambil tertawa.
***
Kenzo keluar dari hotel mewah tersebut, sesampainya di luar dia Kenzo menyalakan rokok dan menikmatinya.
Dia menghubungi Sean memberitahu kalau dia sedang menunggu di parkiran. Selang beberapa menit Sean pun datang, dia memasuki mobil Kenzo.
"Gimana rasanya? Apa kau bisa memuaskan istrimu? Secara bukankah ini hal pertama untukmu bukan." Tanya Kenzo sambil tertawa pada Sean.
"Walaupun ini hal pertama bagiku tapi aku bukan orang bodoh."
"Dulu aku sering mengajakmu bersenang-senang tapi kau tidak mau, kan bisa hal itu membuat kau belajar bagaimana cara memuaskan wanita."
"Aku tidak perlu praktek lapangan, aku bisa belajar sendiri dengan caraku, buktinya Sonia puas tuh."
"Dasar bego kau Sean, hal enak begitu malah kau tunda, setahun pula. Kalau aku yang memiliki istri cantik seperti Sonia, pasti tidak akan aku abaikan kewajibanku." Kenzo semakin menertawakan Sean.
"Kau datang ingin membantuku atau menertawakan ku?"
"Dua-duanya." Kenzo kembali tertawa yang membuat Sean kesal, untung saja semalam dia diberi energi tambahan oleh Sonia, kalau tidak mungkin sekarang dia akan memukul sahabatnya itu.
"Bagaimana ceritanya? Siapa yang akan kau buru? Jangan bilang kalau Miller, aku belum siap memburunya sekarang."
"Bukan Miller, kalau dia sih, sebelum menyerang kita harus tau secara mendalam tentang dia, nggak bisa sembarangan juga." Ujar Sean.
"Lalu siapa sekarang?"
"Endro dan Nila."
"Mereka lagi? Emang buat onar apa mereka sekarang?" Tanya Kenzo dan Sean menjelaskan semuanya pada Kenzo, betapa kagetnya Kenzo mendengar cerita Sean dan dia juga tak menyangka kalau Nila adalah ibu kandung Sonia.
"Gila, tapi kok Nila dan Sonia nggak mirip ya, Sonia itu lembut dan cantiknya masyaallah tapi si Nila hmm astaghfirullah." Kata Kenzo.
"Menurutku sih, Sonia lebih mirip ayahnya." Timpal Sean.
"Berarti Nila ini sudah selingkuh dengan papamu semenjak mamamu masih hidup?"
"Pria tua itu kan memang tukang selingkuh, nggak heran kalau begitu, lagian dia hanya memanfaatkan Nila sebagai alat untuk mengikat Sonia, dia selalu mengancam kalau Sonia menolak kemauannya maka Nila yang akan dia celakai."
"Sonia berkorban demi ibunya tapi ibunya sendiri malah mengorbankan anaknya, ini gila sih."
"Ya emang gila, dia itu memang orang gila."
"Jadi apa tujuanmu sekarang?"
"Aku ingin mengulik informasi mendalam dari Endro dan juga Nila, kalau dari ceritanya Sonia, Endro yang menyuruh Nila untuk membuat Fian jadi pecandu, berarti mereka ada hubungan dengan bisnis gelap, mereka akan membawa kita untuk mengenal Miller lebih dalam lagi."
"Apa jaminannya kalau mereka akan memberikan informasi begitu saja? Orang-orang yang terlibat bisnis gelap begitu tidak akan sembarangan untuk buka suara."
"Aku punya jaminannya."
"Apa?"
"Istriku."
"Kau sama gilanya dengan mereka berarti, kau rela mengorbankan istrimu untuk tujuanmu itu?" Kenzo tidak terima jika Sonia yang menjadi jaminannya.
"Tenang aja."
"Aku tidak setuju, sudah cukup Sonia menderita selama ini, jangan kau tambah lagi penderitaannya dengan menjadikan dia jaminan."
"Aku sudah memikirkan semuanya dengan matang, kau tidak perlu khawatir."
"Harusnya kau yang khawatir, bukan aku bodoh. Sekarang katakan apa rencanamu, jika membahayakan Sonia aku tidak mau." Sean mengatakan semua rencananya pada Kenzo dan tidak ada hal yang membahayakan Sonia, Kenzo setuju untuk menjalankan rencana dari Sean, di samping itu mereka berdua juga akan menjaga Sonia.
"Kalau begitu aku mau." Ponsel Kenzo bergetar, dia melihat kalau Sonia menghubunginya, dia langsung mengangkat panggilan dari Sonia.
"Ada apa Son?" Tanya Kenzo, Sean menatap tak suka pada Kenzo.
"Sean mana? Aku nelfon dia berkali-kali tapi nggak diangkat, kalian ada dimana sih?" Tanya Sonia dengan suara serak seperti habis menangis.
"Kamu nangis ya?" Sean merebut ponsel itu dari Kenzo.
"Kamu kenapa sayang?" Tanya Sean.
"Kamu itu dimana? Aku nelfon kamu berkali-kali tapi nggak diangkat, buang aja itu hp kamu, bikin cemas aja." Sonia marah-marah pada Sean, dia sangat khawatir kalau Sean pergi menemui Endro karena sedari tadi Sean tidak balik lagi ke kamar padahal dia sudah janji untuk membawa Sonia jalan-jalan.
Sean memeriksa hp nya dan benar saja, ada panggilan tak terjawab dari Sonia puluhan kali.
"Maaf sayang, aku nggak tau, aku ada di parkiran sama Kenzo, kamu kesini aja."
"Nggak mau, pergi aja kamu sama Kenzo sana, aku mau tidur." Sonia yang marah memutuskan panggilan telfonnya.
"Dia marah?" Tanya Kenzo yang melihat ekspresi Sean gelisah.
"Iya, kita ngobrol di kamar aja, sebenarnya aku sudah janji pada dia untuk mengajaknya keluar jalan-jalan, itu kali yang buat dia marah."
"Jemput saja istrimu, kita keluar bareng, pasti Sonia cuma nyari jajanan kan."
"Lebih tau kau tentang istriku ya."
"Iya, kehidupan istrimu itu sangat menarik begitu juga dengan orangnya." Sean memukul kepala Kenzo.
"Jangan macam-macam." Kenzo hanya tertawa sedangkan Sean bergegas kembali ke kamar untuk menjemput Sonia.
Sesampainya di kamar Sean melihat Sonia sedang tiduran sambil memainkan hp, dia mendekati istrinya yang sedang merajuk dan mencoba untuk membuat mood Sonia membaik.
"Sayang maaf ya, aku nggak tau kalau kamu nelfon." Ucap Sean, Sonia tidak menanggapinya sama sekali, dia hanya fokus menatap layar ponsel dan diam seribu bahasa.
"Kamu siap-siap sana, tapi katanya mau keluar, kita pergi sama Kenzo bertiga." Sonia duduk dan menatap Sean.
"Emang kamu pikir sekarang aku lagi pake baju tidur?" Tanya Sonia yang masih marah, dia padahal sudah siap untuk pergi sore ini.
Sonia berjalan keluar kamar dan meninggalkan Sean sendiri, Sean menyusul Sonia dengan setengah berlari karena Sonia sudah jauh di depan. Sean berhasil menyusul Sonia yang memasuki lift.
"Sayang maafin aku, jangan marah begini."
"Kenzo mana?" Tanya Sonia.
"Di parkiran."
"Aku cuma mau pergi berdua sama dia, aku nggak mau kamu ikut."
"Ya nggak bisa, apa-apaan kamu berduaan pergi sama laki-laki lain, nggak bisa."
"Kenzo itu lebih cepat respon aku dibanding kamu."
"Tadi hp ku di silent makanya aku nggak tau kamu nelfon sayang, maafin aku, jangan begini."
"Aku nggak peduli, aku mau keluar sama Kenzo, aku nggak mau kamu ikut."
"Nggak, nggak boleh." Sonia berjalan dengan cepat menuju parkiran dan Sean masih setia mengikutinya.
"Mana mobilnya Kenzo?" Tanya Sonia.
"Di sana."
Sonia dan Sean menuju mobil Kenzo dan benar pria itu sedang menunggu sambil merokok, entah berapa batang rokok yang dia hisap dari tadi.
"Cerah banget itu wajah Son." Ledek Kenzo yang melihat Sonia sedang marah.
"Kenapa sih? Si Sean mainnya semalam kek bocah ya?" Sonia tertawa mendengar celetukan sahabat suaminya itu.
"Ada aja kamu ini, enggak gitu, keluar yuk jalan-jalan, tadi ada yang janji sama aku buat bawa keluar eh malah ditinggal gitu aja, dihubungin malah susah banget lagi." Sindir Sonia pada Sean yang saat ini sedang berdiri di sampingnya.
"Masuk tuan putri, aku akan bawa kamu kemanapun kamu mau." Kenzo membukakan pintu depan untuk Sonia, dengan cepat Sean membuka pintu belakang dan membawa Sonia duduk di belakang bersamanya.
"Kau pikir aku sopir mu? Kenapa kau juga ikutan duduk di belakang?" Protes Kenzo melihat Sean sudah duduk bersama Sonia.
"Ayo pergi sebelum aku berubah pikiran." Jawab Sean.
Dengan terpaksa Kenzo menyetir mobil seperti seorang sopir, Sonia hanya tersenyum melihat tingkah dua pria ini.
***