Kisah seorang murid yang menjadikan gurunya sebagai inspirasi terbesar nya. Terjadi di dunia modern, yang semuanya serba ada namun serba sulit banyak kekurangan.
Murid yang selalu berusaha mencari perhatian sang guru. Dengan kemampuan aneh yang dimilikinya. Dan bagaimanakah kisah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febby Sadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Namanya Bu Fastaqima
Di sebuah gedung tinggi, berpintu banyak, yang di isi oleh manusia yang banyak pula, tak lain gedung itu adalah sebuah sekolahan terkenal. Seluruh siswa berbondong-bondong untuk bisa sekolah disana. Bisa disebut sebagai sekolah terfavorit. Semua orang ingin putra putrinya sekolah di tempat itu, hampir semua seisi kampung itu.
Sekolah yang berdiri di tengah kampung yang juga terkenal. Terkenal sebagai kampung terpadat, aktifitas manusianya yang tiada henti, dan yang terpenting berasal dari suku yang sama. Suku yang termasyhur di seluruh pelosok daerah, bahkan suku ini telah masyhur di seluruh penjuru dunia. Konon kabarnya bahkan di Eropa pun suku ini ada di sana pula. Tak lain adalah suku Madras.
Dini kita berbicara tentang suku, tapi berbicara tentang sebuah sekolahan hebat, yang dimana di dalamnya bukan lain karena memiliki guru-guru yang hebat pula di dalamnya. Dan disini juga tidak berbicara tentang sebuah gedung sekolahan itu, lebih tepatnya yang kita bicarakan sekarang adalah seorang guru. Inspirator dunia.
...****************...
"Ayo ayo! anak-anak masuk semuanya! Jangan berhamburan keluar kelas, bersikaplah yang sopan ketika guru kalian datang!" guru itu sedang mengobrak-obrak murid kelasnya yang masih saja belum memasuki kelas.
"Tunggu Bu, aku masih memakai sepatu." ucap salah satu murid.
"Bu, aku tadi lupa air minum ku ketinggalan di dekat kantin, boleh aku izin mengambilnya?" ucap murid lainnya.
"Ya ya ya, pokoknya cepat sudah!" ucap guru itu akhirnya.
Beberapa siswa lain yang melewati kelas guru itu pun menoleh, pokoknya semua yang lewat pasti menoleh ke arah guru itu. Dimana yang di lihatnya bukan hanya guru itu, tapi juga ekspresi murid-murid yang sedang di ajari murid guru itu, hampir semuanya sedang menatap sang guru.
"Siapa nama guru itu" bisik murid yang sedang berjalan melewati kelas itu.
"Namanya Bu Fastaqima katanya," sahut murid yang lain.
Sedangkan, bagaikan semakin terpana murid lainnya itu, ketika Bu guru yang katanya bernama Bu Fastaqima itu menatap murid-murid yang sedang lewat itu, dengan tatapan tajam, namun bibirnya menyunggingkan senyum indah.
Murid-murid pun terpana dan seketika itu langsung menunduk dan berucap, "Mari Bu...."
Bu Fastaqima hanya mengangguk pelan dengan tetap senyuman di bibir nya dia pancarkan.
Ya, inilah Bu Fastaqima. Beliau adalah salah satu guru di sekolahan terkenal kampung Idiom, Sekolah Dasar Islam Manna Terpadu. Biasanya disingkat dengan SDIMT. Beliau sangat cantik, berhidung pesek namun kedua bola matanya indah,lebar bak daun melati. Alisnya melengkung sempurna, bukan kotak. Dan bibirnya itu, indah sekali tidak tebal namun juga tidak tipis. Dan yang lebih penting lagi, guru yang satu ini dikenal sebagai guru paling baik. Tidak killer dan tidak pula lembek. Pas, sedang-sedang.
"Baiklah anak-anak, sebelum pelajaran dimulai mari kita berdoa dulu semuanya. Dipimpin oleh ketua kelas." ucap Bu Fastaqima.
Semua murid patuh, ini adalah hari ke 30 anak-anak menjadi murid Bu Fastaqima. Masih ajaran baru. Murid-murid masih sangat patuh, belum ada pelanggaran dan keunikan lain yang di perbuat oleh murid Bu Fastaqima.
Pelajaran dimulai, Bu Fastaqima tidak lepas dari memulai pelajaran dengan bercerita, pada mulanya muridnya terlihat sangat malas di setiap guru itu hendak bercerita. Namun setelah 1 bulan bersama-sama, muridnya tak lagi menunjukkan ekspresi malas itu. Bahkan,
"Baik anak-anak sekarang di buka halaman ...."
Belum usai Bu Fastaqima mengatakan halaman berapa yang harus murid-murid buka, tiba-tiba satu murid berucap.
"Tunggu dulu Bu," ucapnya. Dialah Permata, murid perempuan yang kini sudah tidak ingin absen dari mendengar cerita dari Bu Fastaqima sebelum pelajaran dimulai.
"Iya Bu, kok langsung pelajaran sih.... Kayak biasanya dong Bu, cerita dulu...." ucap murid lainnya. Tak lain, dialah Bintang.
Bintang Adi Kusuma, murid laki-laki tercerewet yang diajari oleh Bu Fastaqima. Bukan hanya itu, dia murid paling pencemburu jika Bu Fastaqima sehari saja tidak ada pujian untuknya.
"Oke-oke mau cerita apa?" Bu Fastaqima menyerah.
"Bebas Bu .." sahut murid-murid kemudian.
Dan Bu Fastaqima pun mulai bercerita.
...****************...
Disebuah malam, aku hendak memejamkan kedua mataku. Hari sudah sangat petang, maka waktu tidur telah dimulai. Saat itu aku tidur, dalam tidur aku bermimpi berada di sebuah lorong. Dan di saat aku memasuki lorong itu ternyata ada tangga yang menjulang tinggi sampai hampir mendekati langit, tapi aku nampaknya tangga itu tidak berujung.
Aku takut untuk menaikinya, namun aku juga penasaran masak sih beneran di atas sana tidak ada apa-apa?
Aku pun mulai melangkahkan kaki menaiki anak tangga satu per satu. Dan saat aku menaikinya, masih nyampek tangga ke 5 lima, tiba-tiba aku melihat Bintang disana.
...****************...
Murid-murid pun seketika menatap ke arah Bintang. "Bintang ini Bu?" tanya salah satu murid, sambil menunjuk ke arah Bintang. Memotong cerita Bu Fastaqima.
"Iyalah... Bintang siapa lagi. Masak bintang di langit?!" canda Bu Fastaqima.
"Loh beneran Bu Fastaqima mimpi Bintang?" satu murid lainnya kepo, namanya Bara. Murid laki-laki yang pintar di kelas, bisa dibilang hampir tidak pernah dia mendapatkan nilai dibawa 8.
"Iya nak.... Bukan hanya ada bintang ....." ucap Bu Fastaqima.
"Terus terus Bu....? Ayo lanjutkan aja...." pinta murid-murid akhirnya.
...****************...
Di tangga ke 5 itu aku melihat Bintang. Dia tapi sudah dewasa, dia bukan lagi siswa SD, dia sudah SMA. Dia disana bilang, kalau dia itu Bintang.
"Bu Fastaqima, ini aku Bintang. Masih ingat aku nggak?" ucapnya.
Aku yang masih heran, kok bisa ada bintang di tangga itu. ternyata....
...****************...
"Kalian tau apa yang dilakukan Bintang besar saat itu?"
"Apa memangnya Bu?" murid-murid semakin kepo.
"Dia ngajak makan-makan sambil naik odong-odong!"
Seketika gelak tawa satu kelas pun menggema. Sedangkan Bintang yang jadi bahan pembicaraan pun langsung memanyunkan bibirnya.
"Halah Bu, kok cerita gitu .... Kirain beneran bagus.... Siapa tau aku ganteng kek pas udah besar." Rajuk Bintang pas Bu Fastaqima.
Sedangkan Bu Fastaqima langsung menyahut, "Loh jangan salah, kamu di Mimpiku memang ganteng, tapi kamu sekarang masih kecil, di mimpi kamu sudah besar."
"Sudah sudah, ayo kita lanjutkan pelajaran." ucap Bu Fastaqima kemudian.
Kring!
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Semua murid pulang ke rumah masing-masing. Begitu pula dengan Bu Fastaqima, beliau berjalan kaki. Tidak pernah menggunakan kendaraan, karena rumahnya tak begitu jauh dari SDIMT, hanya berjarak satu kilo meter saja.
Di tengah perjalanan, Bu Fastaqima di temani beberapa murid. Hampir tidak pernah pulang sendiri, karena arah mereka yang sama.
Namun, Bu Fastaqima tidak terlalu banyak bicara ketika di jalan. Beliau sangat menikmati perjalanan menuju rumah. Meski perkampungan Madras yang padat, jalanan disana berkelok-kelok, maklum disana masih di daerah pegunungan. Walaupun sudah kota, dan terkenal pula. Suku Madras suka yang dikenal sebagai suku kaya, pintar dan Islam semua penganut agamanya.
Sesampainya dirumah Bu Fastaqima langsung terkejut, karena ........
.
.
.