Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.
Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.
Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.
Apakah Elara dan Orion mampu m
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Pertempuran di Terowongan
Dunia seakan memperlambat detak waktunya saat Elara dan Orion berdiri di pintu masuk terowongan darurat. Di depan mereka, Kolonel Stein dan sekelompok penjaga Eden menghalangi jalan, wajah mereka penuh keyakinan, siap untuk menangkap mereka dengan segala cara. Sirene yang tak henti-hentinya terdengar semakin keras, membuat jantung Elara berdegup kencang, menciptakan atmosfer yang hampir tak tertahankan.
“Ini tidak berakhir di sini,” kata Stein dengan suara rendah, penuh ancaman. “Kalian sudah terlalu jauh masuk ke dalam rahasia kami. Tidak ada yang bisa kalian lakukan untuk menghentikan Eden.”
Elara memandang Orion, yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi tenang. Ia tahu ini adalah saatnya. Tidak ada lagi jalan mundur. Jika mereka tidak melawan, mereka akan kehilangan kesempatan untuk mengungkap kebenaran yang bisa mengubah segalanya.
Orion menarik napas dalam-dalam, tangannya meraih tas di pinggangnya. “Elara, kita tidak bisa bertarung melawan mereka semua. Tapi kita bisa membuat mereka ragu.”
“Maksudmu?” tanya Elara, belum sepenuhnya mengerti.
Orion tersenyum tipis. “Kita buat mereka takut.”
Tanpa memberi peringatan lebih lanjut, Orion menarik sesuatu dari dalam tasnya—sebuah alat kecil yang tampaknya tidak lebih dari sebuah pemancar gelombang. Ia menyalakannya, dan dalam sekejap, terowongan darurat itu dipenuhi dengan suara mendalam yang memekakkan telinga, menciptakan gelombang frekuensi yang mengganggu.
Para penjaga Eden yang terdekat terjatuh, memegangi kepala mereka, berteriak kesakitan karena frekuensi tinggi yang menyerang sistem saraf mereka. Beberapa dari mereka terhuyung mundur, mencoba menutupi telinga mereka, sementara yang lain berusaha meraih senjata mereka, tetapi kesulitan bergerak dengan cepat.
“Kita harus cepat!” Orion berteriak, menarik tangan Elara.
Elara mengangguk, tidak membuang waktu lagi. Mereka berlari masuk ke terowongan sempit yang gelap, jauh dari tatapan tajam Kolonel Stein. Namun, mereka tahu ini hanya akan memperlambat pasukan Eden. Waktu mereka terbatas.
---
Terowongan itu gelap dan pengap. Dinding-dinding logam yang dingin terasa menekan, seolah ingin menutup jalan mereka. Langkah kaki mereka bergema, namun mereka tetap bergerak cepat.
Elara menatap Orion, yang terlihat lebih fokus dari sebelumnya. “Kita sudah hampir sampai, kan?”
Orion mengangguk, matanya terfokus pada peta digital di tangannya. “Beberapa ratus meter lagi. Ada pintu keluar yang terhubung langsung ke luar tembok kota. Setelah itu, kita hanya perlu mencari cara untuk menyampaikan data yang kita bawa.”
Namun, tak lama setelah mereka melangkah lebih jauh, mereka mendengar suara langkah kaki yang menggelinding dari belakang. Para penjaga Eden mulai mengejar mereka.
“Elara, tahan!” Orion tiba-tiba berhenti dan menarik Elara ke samping, menyelipkan mereka ke celah kecil di samping terowongan. Mereka bersembunyi di balik pilar beton besar yang menahan beban dari atas.
Di kejauhan, terdengar suara perintah Stein. “Sebarkan ke seluruh sektor. Mereka tidak bisa lolos! Temukan mereka sekarang!”
Elara menggigit bibirnya, berusaha menahan panik. “Mereka semakin dekat…”
Orion menatapnya dengan mata penuh tekad. “Kita hanya perlu sedikit lebih banyak waktu. Aku tahu bagaimana kita bisa mengalihkan perhatian mereka.”
Dia mengambil tablet dari tasnya dan membuka aplikasi peta yang telah diunduh sebelumnya. “Aku akan membuat gangguan besar. Cukup lama untuk memberi kita kesempatan keluar.”
“Bagaimana caranya?” tanya Elara, tak yakin apa yang sedang dipersiapkan oleh Orion.
Orion hanya memberikan senyuman tipis. “Ikuti saja.”
---
Orion mulai mengetik cepat pada tablet, menghubungkan pemancar gelombang yang ia gunakan sebelumnya dengan sistem pengamanan Eden yang lebih besar. Sepertinya, dia tahu persis cara memanfaatkan titik lemah Eden untuk melumpuhkan seluruh sistem sementara. Saat dia menekan tombol terakhir, layar tablet menyala dengan terang, menunjukkan bahwa perintah sudah diterima.
Beberapa detik kemudian, seluruh terowongan bergetar, diikuti dengan suara-suara yang memekakkan telinga, seperti ledakan kecil yang bergema jauh di bawah tanah. Listrik padam sesaat, menyebabkan gelap gulita di sepanjang terowongan. Para penjaga Eden, yang sedang menuju ke arah mereka, berhenti sejenak, bingung dan terganggu oleh gangguan itu.
“Sekarang!” teriak Orion, menarik Elara untuk berlari lagi.
Mereka berlari menembus kegelapan, hanya berpanduan cahaya dari tablet yang dipegang oleh Orion. Mereka terus berlari, tidak peduli seberapa berat napas mereka mulai terengah. Semakin dekat mereka dengan pintu keluar, semakin banyak suara langkah kaki yang terdengar dari belakang.
Namun, saat mereka hampir sampai di pintu keluar, suara keras menggema dari belakang mereka, menggetarkan dinding terowongan. Para penjaga Eden kini semakin dekat. Mereka harus berlari lebih cepat, tidak ada lagi waktu untuk ragu.
“Elara, pintunya!” Orion berteriak, menunjuk ke sebuah pintu baja besar di ujung terowongan.
Elara melangkah lebih cepat, tangan terulur ke pintu yang terkunci itu. Orion segera menekan beberapa tombol pada panel pintu, mencoba membuka kunci dengan sisa-sisa perintah yang tersisa dalam tablet.
Suara sirene kembali terdengar, dan saat pintu akhirnya terbuka, mereka melihat cahaya luar yang sangat terang. Namun, tepat ketika mereka melangkah keluar, suara tembakan terdengar, mengarah ke arah mereka.
Orion mendorong Elara ke depan, menutup dirinya sendiri dengan tubuhnya. Peluru melesat tepat di atas kepala mereka, namun mereka berhasil melangkah ke luar dengan cepat, melompat ke dalam area yang lebih terbuka.
---
Mereka berada di luar tembok Eden. Kota yang mereka tinggalkan terbentang luas di belakang mereka, namun kesan pertama yang terasa adalah keheningan yang menakutkan. Mereka sudah terpisah dari sistem yang mengurung mereka, tetapi di luar sana, dunia yang lebih luas menanti dengan ancaman baru yang tak terbayangkan.
“Elara, kita berhasil keluar…” suara Orion terdengar lega, namun tidak sepenuhnya. Mereka masih tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai.
“Ya, kita berhasil. Tapi kita masih punya pekerjaan besar di depan kita,” jawab Elara dengan tegas, matanya penuh tekad. “Kita harus membawa data ini kepada dunia luar. Mereka harus tahu apa yang terjadi di Eden.”
Orion mengangguk. “Dan kita akan menghancurkan Eden, bersama-sama.”
Dengan langkah pasti, mereka melanjutkan perjalanan mereka ke dunia luar, dengan harapan yang masih membara. Namun, mereka tahu bahwa meskipun mereka bebas, perjalanan panjang mereka untuk mengungkap kebenaran baru saja dimulai.