sinopsis Amelia, seorang dokter muda yang penuh semangat, terjebak dalam konspirasi gelap di dunia medis. Amelia berjuang untuk mengungkap kebenaran, melindungi pasien-pasiennya, dan mengalahkan kekuatan korup di balik industri medis. Amelia bertekad untuk membawa keadilan, meskipun risiko yang dihadapinya semakin besar. Namun, ia harus memilih antara melawan sistem atau melanjutkan hidupnya sebagai simbol keberanian dalam dunia yang gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurul natasya syafika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10: Perangkap di Balik Bayang-Bayang
Amelia dan Laras terjebak dalam situasi berbahaya ketika niat mereka untuk bertemu seorang pria misterius berakhir dalam sebuah jebakan mematikan. Malam itu menjadi ujian atas keberanian, kecerdasan, dan kepercayaan mereka terhadap satu sama lain.
......................
**Mobil Laras, Malam Hari**
Amelia duduk dengan gelisah di kursi penumpang. Tangan mungilnya memegang erat tas kecil yang berisi beberapa dokumen cadangan yang sempat ia cetak dari flash drive sebelum pencurian. Tatapannya kosong, tetapi wajahnya menyiratkan kecemasan yang sulit ia sembunyikan.
Laras, yang memegang kemudi, mencoba mencairkan suasana dengan nada bicara santai, meski ia sendiri merasa tegang.
Laras: "Amelia, kau yakin ini ide bagus? Kita bahkan tidak tahu siapa orang ini. Semua ini bisa saja jebakan."
Amelia: (dengan tegas) "Aku tidak punya pilihan lain, Laras. Flash drive itu sudah hilang. Kalau bukti yang dia punya benar-benar ada, ini satu-satunya kesempatan kita untuk mengungkap semuanya."
Laras menghela napas panjang, lalu mengangguk kecil sambil memandang jalan yang semakin gelap. "Baiklah. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian."
Amelia tersenyum tipis, meski pikirannya tetap melayang ke arah berbagai kemungkinan buruk. "Aku tahu kau keras kepala, Laras. Tapi kita harus hati-hati. Ini mungkin lebih berbahaya dari yang kita kira."
Laras: "Bahaya sudah menjadi bagian hidup kita sejak kau memutuskan menyelidiki skandal itu."
......................
**Kawasan Pelabuhan, Gudang Tua**
Gudang tua itu berdiri sunyi di antara tumpukan kontainer dan dermaga yang hanya diterangi lampu jalan remang-remang. Suara deburan ombak menghantam dermaga sesekali terdengar, menciptakan suasana mencekam.
Amelia dan Laras keluar dari mobil dengan hati-hati. Mereka berjalan mendekati gudang dengan langkah perlahan, senter kecil di tangan Laras menyinari jalan di depan mereka.
Laras: (berbisik) "Tempat ini seperti lokasi film horor. Apa kau yakin dia benar-benar di sini?"
Amelia: (sambil memeriksa sekeliling) "Dia bilang di sini. Tapi ini memang terasa aneh... terlalu sepi."
Tiba-tiba, suara keras terdengar. Pintu gudang menutup dengan hentakan, memantulkan gema di dalam ruang kosong itu.
Amelia: (kaget) "Apa itu?!"
Laras segera mematikan senter, tetapi langkah kaki terdengar mendekat. Dari balik bayangan, muncul sekelompok pria bertopeng. Jumlah mereka sekitar lima orang, masing-masing memegang senjata sederhana seperti tongkat dan pisau.
Pria Bertopeng 1: (dengan nada dingin) "Kalian tidak seharusnya berada di sini. Kami sudah memperingatkanmu, Dokter Amelia."
Amelia dan Laras saling bertukar pandang, menyadari bahaya yang akan mereka hadapi.
Laras: (dengan marah) "Siapa kalian?! Apa yang kalian inginkan dari kami?!"
Salah satu pria bertopeng mengayunkan tongkatnya, membuat Amelia dan Laras mundur ke sudut ruangan. Amelia mencoba menenangkan pikirannya, mencari celah untuk melarikan diri.
Amelia: (dengan tegas) "Kalian pikir bisa menghentikanku dengan cara ini? Kalian tidak akan berhasil."
Pria Bertopeng 2 hanya tertawa dingin, mendekati mereka dengan langkah mantap. "Kami hanya perlu memastikan kau berhenti. Apa pun yang kau rencanakan, berakhir di sini."
......................
Ketegangan meledak menjadi aksi saat Laras melihat tongkat kayu tergeletak di lantai. Dengan refleks cepat, ia meraihnya dan mengayunkannya ke arah salah satu pria bertopeng.
Laras: "Amelia, lari!"
Amelia, yang awalnya terpaku, mencoba membantu Laras. Tetapi jumlah musuh yang jauh lebih banyak membuat mereka kewalahan. Salah satu pria berhasil menyerang Laras di lengan, membuatnya terjatuh sambil mengerang kesakitan.
Amelia segera menarik Laras ke balik tumpukan peti kayu. Dengan napas terengah-engah, ia memeriksa luka Laras yang berdarah.
Amelia: (panik) "Laras, kau terluka. Kita harus keluar dari sini secepatnya!"
Laras: (menahan rasa sakit) "Tidak! Kau harus selamat. Mereka memburumu, bukan aku. Ini lebih besar dari kita, Amelia."
Amelia menggeleng keras, menolak meninggalkan temannya. Ia mengambil ponselnya, mencoba mengirimkan pesan singkat kepada seseorang yang bisa ia percaya. Namun, sinyal di dalam gudang itu sangat buruk. Pesan tersebut hanya terkirim sebagian.
Pria bertopeng terus mencari mereka, langkah kaki mereka bergema di antara tumpukan peti. Amelia melirik ke sebuah celah kecil di dinding gudang yang cukup untuk mereka lewati.
Amelia: (berbisik) "Laras, lihat celah itu. Kita bisa keluar dari sana. Ikut aku."
Dengan susah payah, Amelia membantu Laras merangkak ke arah celah tersebut. Namun, sebelum mereka berhasil keluar, salah satu pria bertopeng menemukan mereka. Pria itu menarik Amelia kembali ke dalam dengan kasar.
Pria Bertopeng 2: (dengan nada mengancam) "Kau pikir bisa lari? Kau tidak akan keluar dari sini hidup-hidup kecuali menyerahkan semua yang kau tahu."
Amelia menatap pria itu dengan mata penuh keberanian, meski tubuhnya bergetar.
Amelia: "Kalian bisa memukulku, mencuriku, bahkan mengancamku. Tapi aku tidak akan berhenti. Kebenaran ini akan keluar, dan kalian semua akan membayar!"
Sebelum pria itu sempat menyerangnya, Amelia meraup pasir dari lantai gudang dan melemparkannya ke wajah pria tersebut. Kesempatan itu cukup baginya untuk berlari keluar mengikuti Laras, meski hatinya penuh ketakutan.
......................
**Klinik Darurat di Dekat Pelabuhan**
Amelia dan Laras akhirnya menemukan perlindungan di sebuah klinik kecil dekat pelabuhan. Laras duduk di kursi, memegangi lengannya yang sudah dibalut seadanya. Wajahnya pucat, tetapi ia tetap mencoba tersenyum kecil.
Laras: (dengan lemah) "Kita tidak bisa terus begini, Amelia. Mereka tidak akan berhenti sampai kita diam."
Amelia duduk di depannya, menggenggam tangan Laras dengan penuh tekad. "Justru karena itu, kita harus terus melawan. Aku sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang."
Laras menatap temannya dengan penuh perhatian. "Tapi kau harus lebih hati-hati. Kita bahkan tidak tahu siapa yang bisa dipercaya. Mungkin mereka ada di mana-mana, bahkan di rumah sakit sendiri."
Amelia mengangguk pelan. Kata-kata Laras membuatnya semakin sadar bahwa ia sedang menghadapi musuh yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan sebelumnya.
Amelia mengambil ponselnya lagi. Kali ini, ia mencoba menghubungi seorang jurnalis investigasi terkenal yang ia yakini dapat membantunya. Tetapi sebelum panggilannya tersambung, sebuah pesan teks masuk ke layar ponselnya.
Pesan itu singkat, tetapi cukup untuk membuat darah Amelia berdesir:
“Hentikan ini sekarang, atau kau akan kehilangan lebih banyak."
Amelia menggenggam ponsel itu erat, menyadari bahwa musuhnya tidak hanya lebih kuat, tetapi juga selalu selangkah lebih maju.
......................
Amelia menatap Laras yang kini tertidur di kursi klinik, kelelahan setelah malam penuh ketegangan. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa perjuangannya baru saja dimulai. Tetapi satu hal yang pasti, ia tidak akan menyerah.
Dalam bayangan gudang itu, sekumpulan pria bertopeng berkumpul kembali. Salah satu dari mereka berbicara melalui telepon dengan suara rendah:
"Kami kehilangan mereka. Tapi jangan khawatir. Kita akan mendapatkan mereka sebelum mereka sampai ke media."
Langit malam di pelabuhan kembali sunyi, tetapi ancaman itu terus menggantung di udara, menunggu waktu untuk kembali menyerang. Akankah Amelia berhasil melawan? Atau akankah ia jatuh sebelum kebenaran terungkap?