Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Debar yang Tak Terhindarkan
Di rumahnya, Dara duduk di ruang tamu sambil menggenggam ponselnya erat. Kesabarannya mulai habis. Antony, suaminya, lagi-lagi tidak pulang tepat waktu. Malam semakin larut, dan rasa curiga terus menghantui pikirannya.
Dara mendesah berat. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Antony, tapi semua panggilannya tak diangkat.
“Dia selalu ada alasan,” gumamnya dengan kesal. Ia tidak bisa lagi tinggal diam. Pikiran buruk mulai bermunculan di benaknya. Ada sesuatu yang Antony sembunyikan.
Dara berpikir sejenak, lalu ia mendapat ide. Jika Antony tidak mau mengangkat telepon, ia bisa mencoba mencari tahu lewat asistennya—Bima.
“Kalau memang meeting, Bima pasti tahu,” pikirnya. Tanpa ragu, Dara menekan nomor Bima.
Tak butuh waktu lama hingga suara Bima terdengar di ujung telepon. “Selamat malam, Ibu Dara. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sopan.
Dara menghela napas, mencoba terdengar tenang meski hatinya penuh amarah. “Bima, kamu tahu di mana Antony sekarang?” tanyanya langsung.
Bima terdiam sejenak, lalu memberikan jawaban yang sudah ia persiapkan. “Pak Antony sedang meeting dengan klien dari luar negeri, Bu. Ini urusan penting dan tidak bisa diganggu.”
Dara mengerutkan alis, masih tidak percaya. “Meeting? Sekarang sudah hampir tengah malam. Apa mungkin?”
Bima tetap tenang, mengingat perintah dari Antony untuk menutup rapat kebenaran. Ia tak ingin melakukan kesalahan sedikit pun.
“Iya, Bu. Ini pertemuan mendadak, kliennya hanya punya waktu malam ini karena beda zona waktu,” Bima menjelaskan dengan nada meyakinkan.
***
Sebelumnya, Antony memang sudah bersekongkol dengan Bima. Ia memberi instruksi agar jika Dara menanyakan keberadaannya, Bima harus mengatakan bahwa Antony sedang bekerja. Alibi itu sempurna—klien luar negeri, perbedaan waktu, dan urusan penting.
“Tolong tutupi ini dengan baik, Bim. Aku enggak mau Dara curiga,” kata Antony dengan nada serius kepada Bima sebelumnya.
Bima, sebagai asisten setia, mengangguk paham. “Baik, Pak. Saya paham. Tidak ada yang akan tahu.”
Dengan rencana yang tersusun rapi, Antony merasa yakin bahwa Dara tidak akan pernah mengetahui bahwa di balik alibi meeting itu, ia sebenarnya sedang menikmati malam bersama Mika.
***
Dara mencoba mempercayai jawaban Bima, meski ada secuil rasa ragu yang tak mampu ia hilangkan. Antony memang seringkali pandai berbicara dan menyusun alibi, tetapi kali ini, hatinya tetap terasa tak tenang. “Mungkin aku terlalu berprasangka buruk,” pikir Dara, mencoba menghibur dirinya sendiri.
Namun, di sudut benaknya, kecurigaan itu tetap mengintip, menanti saat yang tepat untuk muncul kembali.
Di dalam mobil sport Antony, malam terasa seperti milik mereka berdua. Lampu-lampu kota berpendar lembut di jendela, menciptakan suasana magis di antara mereka. Mika duduk dengan anggun di kursi penumpang, gaun merahnya melingkari tubuh dengan sempurna, menonjolkan siluet tubuhnya. Aroma parfumnya memenuhi kabin mobil, membuat Antony semakin tenggelam dalam pesona Mika.
"Aku masih gak percaya," ucap Antony sambil mencuri pandang, “kau makin cantik dari dulu, Mik.”
Mika tersenyum menggoda, lalu sedikit memiringkan tubuhnya mendekat ke Antony. “Hmm, apa kau selalu semanis ini pada semua wanita?” tanyanya dengan nada menggoda.
Antony tertawa kecil, namun jelas terlihat gugup. "Hanya pada wanita yang pantas dipuji." Ia melirik Mika dengan tatapan yang sarat kekaguman. “Dan malam ini, kau sungguh luar biasa.”
Mika menyukai efek kata-katanya. Ia tahu betul bagaimana caranya membuat Antony merasa istimewa. Dengan gerakan halus, Mika menyentuh lengan Antony.
"Terima kasih," bisiknya pelan, seolah berniat menguji reaksi Antony. Jemarinya masih menelusuri lengan Antony, sentuhan ringan yang membakar perlahan.
Antony merasakan sentuhan Mika seperti aliran listrik lembut yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat. Ia mencoba fokus pada jalan di depannya, tetapi gerakan Mika membuatnya sulit bernapas dengan normal.
"Mika..." ucap Antony perlahan, namun tak ada perlawanan dalam suaranya—hanya kekaguman dan kebingungan yang bercampur menjadi satu.
Mika tersenyum penuh kemenangan, tahu bahwa Antony tengah berjuang melawan perasaannya sendiri.
“Kenapa? Aku mengganggumu?” Mika bertanya dengan nada manis, lalu dengan berani ia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan mendekatkan wajahnya sedikit lagi.
"Tidak... sama sekali." Antony berusaha terdengar tenang, namun getaran di suaranya jelas terbaca.
Tanpa menunggu lebih lama, Mika menyentuh pipi Antony, lalu memberikan kecupan lembut di sana. Sentuhan itu singkat, namun cukup untuk membuat Antony kehilangan fokus sejenak.
“Terima kasih untuk malam ini, Sayang,” bisik Mika di dekat telinganya.
***
Di rumah, Dara masih terjaga di tempat tidur, matanya menatap jam di dinding. “Sudah tengah malam...” gumamnya. Antony belum juga pulang.
Perasaan tak nyaman itu kembali mengusik, meski Dara mencoba menepisnya. "Mungkin dia memang sibuk... tapi kenapa rasanya ada sesuatu yang salah?"
Dara menarik selimut lebih erat, tapi pikiran-pikirannya tidak bisa berhenti berputar. Antony sering beralasan belakangan ini, dan kali ini, intuisi Dara seolah memberi isyarat bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi.
“Kalau ada yang disembunyikan, aku pasti akan menemukannya,” batin Dara.
***
Mika masuk kedalam rumahnya, Begitu pintu rumah tertutup rapat, Mika langsung terkulai di lantai, kedua tangannya menutup wajah, berusaha mengendalikan perasaan yang bergejolak di dalam hatinya. Dadanya naik-turun cepat, dan pikirannya penuh dengan bayangan tatapan Antony, sentuhannya, serta kecupan lembutnya di pipinya tadi.
“Kenapa rasanya seperti ini?” bisik Mika, berusaha menenangkan diri. Debaran di dadanya terasa begitu nyata. Ini bukan sekadar permainan. Ada sesuatu yang lebih dalam yang menyelinap tanpa ia sadari—sesuatu yang membuat dirinya rapuh.
Selama ini, Mika tidak pernah membiarkan siapapun masuk dalam hidupnya. Ia terbiasa hidup mandiri, fokus hanya pada dirinya sendiri dan obsesinya membalas dendam pada Dara dan gengnya. Pria hanyalah gangguan, pikirnya selama ini. Namun, pertemuan dengan Antony membuka celah dalam hatinya, celah yang tak ia persiapkan.
Mika bangkit perlahan, menatap refleksinya di cermin besar yang terpasang di ruang tamunya. Lipstik merahnya sudah sedikit pudar, tetapi bayangan malam itu masih terasa segar dalam ingatannya. Antony—suami dari musuhnya, Dara—telah membuatnya merasa spesial. Cara Antony memujinya, membukakan pintu mobil, dan memberinya kalung berlian, semuanya terasa begitu nyata dan menggoda.
Ia menggeleng cepat, mencoba mengusir pikiran itu. “Tidak, Mika! Jangan bodoh,” ujarnya pada dirinya sendiri. "Ini hanya bagian dari rencana. Aku harus tetap fokus."
Ia tidak boleh goyah. Misi utamanya adalah menghancurkan Dara dan membuatnya merasakan rasa sakit yang sama seperti dulu Mika rasakan. Antony hanyalah alat dalam rencana itu—tidak lebih.
Mika menarik napas panjang dan menegakkan bahunya. “Aku sudah sejauh ini. Tidak ada jalan kembali,” gumamnya dengan suara mantap. Walau perasaan aneh itu masih menyelinap dalam hatinya, Mika yakin ia harus melanjutkan rencananya.
Ia berjalan menuju meja dapur, membuka ponsel, dan menatap pesan terakhir dari Antony yang bertuliskan:
"Kuharap malam ini menyenangkan buatmu, Mik. Sampai jumpa lagi."
Sebuah senyum samar muncul di wajah Mika. “Sampai jumpa lagi, Sayang...” bisiknya pelan.
Dengan cepat, ia mengetik balasan:
"Aku sudah tidak sabar menunggu pertemuan kita selanjutnya."
mampir juga dikaryaku ya kak jika berkenan/Smile//Pray/