Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab1 Petualangan Baru (Opening)
Di buku pertama, kalian masih ingat tentang buku hariannya Tuan Jansen sang majikannya Mbah Di kan?
Lupa?
Ga tau?
Waduh, gimana nih? Ok, tak tulis ulang saja deh. Buku ini aku temukan di rumah bergaya Belanda yang ada di Desa Tebo Selatan. Di rumahnya kakekku yang dia warisi dari majikannya.
Buku ini awalnya sama sekali tidak bisa aku baca, hingga di suatu hari, ketika aku mulai masuk SMP, ada pelajaran bahasa. Dan bahasa Belanda adalah salah satu bahasa yang ada di daftar mata pelajaran itu.
Di buku pertama, kalian tau kan, kalau aku terkena kutukan ga bisa mati sampai lebih dari lima puluh tahun? Lebih mungkin, karena aku sendiri tidak bisa mengingat dan memastikan nya. Dan di buku pertama itu juga, di depan rumah bergaya Belanda yang di warisi oleh Mbah Di, ada jalan setapak yang menuju lembah, dan di bawah lembah itu terdapat rumah mini bergaya Belanda, yah walaupun rumah tersebut tenggelam air di sana Karena di buku pertama di jelaskan ada badai yang terjadi semalam lebih dari seminggu.
Buku harian ini, tertinggal di sana bersama kitab iblis milik dukun santet yang meneror keluargaku. Tapi, ada setan bernama Elly Jansen, itu anaknya Mark Jansen, membawanya dari sana dan di serahkan kepada teman masa kecilku yang bernama Efi.
Dan di suatu malam ketika aku dan teman-teman sekampung ku ingin melakukan ritual pemanggilan setan, Efi menyerahkan buku harian ini kepadaku.
Lalu, setelah selesai melakukan ritual pemanggilan setan alias jalangkung aku di culik oleh kuntilanak, dan di bawa ke alam gaib. Dan ternyata, itulah awal dimana aku terkena kutukan ga bisa mati dan menua sebelum penumbal ku mati.
Buku ini sudah benar-benar aku lupakan, hingga dimana kutukan ku berakhir, dan aku memulai hidup baru dan ketika air bah di lembah di depan rumah bergaya Belanda itu surut. Aku bermain lagi kesana, waktu itu aku sudah mulai masuk SMP, dan menemukan rumah tersebut masih berdiri kokoh, walaupun penuh lumpur.
Waktu membersihkan rumah tersebut, di rak kamar yang dulu sering aku tempati, aku menemukan dua buku dan buku itu adalah buku harian ini dan buku alias kitab iblis ini.
Dan di mulai saat itulah, aku mulai belajar bahasa Belanda. Akan aku bongkar semua isi buku harian ini. Dan ada misteri apa yang ada di dalamnya. Apakah cuma buku harian biasa saja, ataukah buku harian yang memiliki hal-hal yang lain?
Ok, kita mulai ceritanya yang berawal dari sebuah celetukan Udin di depan rumahku. Celetukan Udin di bab terakhir buku pertamaku. Tentang kuntilanak yang sudah aku lupakan setelah sekian tahun.
Nex!!!!!
"Kuntilanak Yon!!! Kuntilanak!!!" Seru Udin sambil menunjuk nunjuk ke arah Kali Gimun yang ada di depan seberang rumahku. Udin tinggal di depan rumahku, tepat di mana Udin yang dulu tinggal. Kali Gimun yang dia maksud berada di belakang rumahnya. Aga ke sana lima puluh meteran lagi sih. "Bukan sapi penasaran!!" Dia ngamuk ketika ceritanya tidak aku percayai sama sekali.
"Tapi, setahuku disana cuma ada sapi penasaran deh." Jawabku yang semakin menikmati amukan Udin. Udin berpawakan gemuk, bibir sedikit monyong, dan mata sangat lebar. "Mata sapi penasaran itu sangat lebar, Din. Bibirnya m..."
"Brengsekk!!! Elu ngomongin Gua? Hah?" nah lho, benar juga, ciri-ciri nya kok mirip sama Udin yang sekarang. Wkwkwkw.
"Bukan monyong Din." jawabku sambil menahan tawa. "Bibirnya mengeluarkan bau tak enak, gitu. Bukan monyong." dan makin ngamuk lah dia.
"Ah, bodoh lah. Semoga kuntilanak itu nyamperin Elu!! Biar tau rasa Lu!!" Udin pun mempercepat langkahnya menuju sekolah. Aku mengikutinya. Yah, walaupun kita sering bertengkar, berdebat, dan lain sebagainya. Kami sudah bersahabat semenjak di kelas satu SMP. Kami satu sekolah di SMP negeri 39 Mulyorejo, Malang. Sekolah itu berada di sebelah timur kelurahan Mulyorejo. Tepat di tengah-tengah perbatasan antara Mulyorejo dan Desa Kresek.
Di perempatan jalan. Angga Karisma menyapa kami, dia bersama Dika menunggu kami, karena kami memang selalu berangkat ke sekolah bersama-sama. Rumahnya Dika, ada di sebelah barat Masjid Al Barokah.
Kami menuju ke arah selatan, dimana ada kelurahan Mulyorejo. Sekaligus kantor desa. Kantor desa itu berupa bangunan joglo, yang berdiri tepat berada di tengah-tengah dua pohon beringin kembar yang di tanam oleh Pak lurah pertama Desa Mulyorejo yang bernama Rawi.
Ketika kami hampir sampai di depan kelurahan, kami melihat ada anak perempuan yang seumuran dengan kami. Dia berpawakan kecil, berambut hitam lurus yang di kuncir kuda, bermata sedikit sipit dan berkulit putih bersih. Dia bernama Levi, cicitnya Pak Rawi sang lurah pertama Desa Mulyorejo ini.
Dia menyadari kalau kami memperhatikan dia, dan dia hanya menoleh sesaat saja, dan langsung berlalu begitu saja.
"Gilaa... Levi makin cantik saja." Kata Angga sambil memperhatikan setiap langkah Levi.
"Ga ada lawan boss." celetuk Udin.
"Kamu asli sini kan Yon? Emangnya kamu ga kenal sama Levi?" tanya Dika kepadaku.
"Yaah, begitulah." Jawabku sambil garuk-garuk kepala. Levi, bernama lengkap Levi Lazuardi. Bukan teman semasa kecil sih tepatnya. Dia adalah cucu dari teman masa kecilku yang bernama Efi Wulandari.
Nah lho? Kok bisa Yon?
Bisa lah, kan dulu kena kutukan ga bisa mati dan menua ketika di tumbal kan oleh Pak Rawi.
Oh, yang di buku pertama itu?
Ho'oh tenan. Makanya, silahkan baca dulu buku pertama ku. Hehehehe.
"Yah begitulah?" Tanya Dika lagi.
"Yaah. Aku ini suka grogi saat berada di dekat cewek. Jadi, teman cewekku cuma enol biji." jawabku.
"Haa? Serius Lo?" Angga terperanjat ketika mendengar jawabanku.
Hahahaha, bodoh ah. Mana mungkin aku menceritakan kisah masa laluku yang penuh dengan lika-liku kehidupan yang tak masuk akal.
Ok gaes, buat yang pembaca setia mulai dari buku pertama, pasti keheranan, kok Levi ga menyapa ku padahal kami sempat berpetualang bersama. Kalian masih ingat bab terakhir di buku pertama kan? Naaah, ketika arwah Pak Rawi dan Efi mendatangi kami dan menceritakan kenyataan kalau Pak Rawi lah yang menumbalkan aku. Levi sepertinya tertidur di bahuku. awalnya aku kira dia hanya tertidur biasa. Tapi, aku salah gaes. Begitu dia bangun, dia kehilangan semua ingatannya. Siapa dirinya, namanya, bahkan nama bapak ibunya.
Dia menjadi pemurung yang awalnya dia termasuk cewek yang hiperaktif, suka kluyuran, suka berbuat di luar Nurul. Dan lain sebagainya.
Aku sudah beberapa kali mencoba untuk berbicara dengan dia. Tapi, dia sama sekali tidak pernah mau mendengarkan aku. Jadi, lambat Laun, aku menjaga jarak dengan dia.
Sakit Yon?
Tentu saja bego. Dia cewek yang aku sukai.
Oh, kasihan. Sungguh kasian ~~
Berisik Lo. Lanjut cerita ga?
Ok, siap boss. Lanjutkan investigasi nya.
Nex
Di bab 2
:v