Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.31
Setibanya di rumah sakit, Nazila segera menuju ke kamar pasien sesuai dengan pesan yang dikirimkan Bi Arum padanya. Sssst masuk ka dalam ruangan serba putih itu, ia segera mencari brankar milik ibunya. Maklumlah, mereka bukan orang berada jadi mereka hanya mampu membayar ruangan kelas 3 di rumah sakit itu. Di dalam ruangan itu, terdiri atas 4 bilik yang sepertinya semuanya telah terisi termasuk salah satu penghuninya adalah ibunya.
Saat ia melihat Bi Arum keluar dari sebuah tirai pembatas, Nazila gegas mendekat dan menanyakan keadaan ibunya padanya.
"Bagaimana keadaan ibu, bi? Ibu kenapa?" cecar Nazila dengan mata yang sembab sebab sepanjang perjalanan tadi ia tak henti-hentinya menangis.
"Ibu kamu mengalami kejang-kejang. Bahkan tadi ... tadi sampai keluar busa dari mulutnya. Bibi ... bibi tadi benar-benar panik. Untung saat itu mamang kamu pulang, jadi bibi bisa bawa ibu kamu ke rumah sakit," jelas bi Arum sambil sesegukan. Ia pun merasakan kekhawatiran yang sama dengannya. Apalagi ibu adalah satu-satunya saudara yang ia miliki. Keluarganya hanya ibu Nazila, Nazila, mang Giman, dan Gusti, putranya yang baru berusia 10 tahun. Nazila merasa sangat berterima kasih pada bi Arum karena mau merawat ibunya dengan baik.
"Menurut dokter, ibu kenapa bi?"
"Dokter juga belum bisa menjelaskan secara rinci, masih membutuhkan observasi beberapa hari ke depan. Namun yang pasti, ibu kamu telah mulai mengalami penurunan fungsi tubuh. Syaraf-syarafnya banyak yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Kita sepertinya harus mulai mempersiapkan diri mulai sekarang, La. Kamu harus belajar mengikhlaskan ibu. Kamu sadarkan kalau sebenarnya ibu kamu udah mulai tersiksa dengan keadaannya. Mungkin, dengan ikhlas, itu bisa meringankan penyakitnya, baik di fisik maupun di hatinya," ujar bi Arum memberikan Nazila nasihat.
Setelah mendengarkan penuturan bi Arum tadi, Nazila hanya terpengkur di kursi seraya menggenggam tangan ibunya yang masih setia memejamkan matanya. Sedangkan bi Arum dan Mang Giman sudah dimintanya pulang, kasihan bila harus meninggalkan Gusti sendirian di rumah kontrakannya.
Hari sudah begitu larut, tapi Nazila masih saja terjaga. Matanya tak mampu terpejam walaupun sejenak. Matanya justru menerawang, mengapa ujian hidupnya begitu rumit.
Tiba-tiba perut Nazila berbunyi membuatnya tersenyum miris. Ia bahkan tidak sempat menikmati masakan yang ia buat malam ini. Hatinya begitu terluka karena sikap Noran yang lebih mempercayai Sarah tanpa mencari tahu kebenarannya. Tapi apa yang ia bisa harapkan dari Noran? Tidak ada pikirnya. Karena itu, ia pun enggan menceritakan perihal kehamilannya. Toh, tak ada gunanya juga pikirnya. Bukankah kalau ia tidak hamil, Noran akan melepaskannya dalam waktu 6 bulan? Mungkin dengan munculnya masalah ini, semuanya akan berakhir lebih cepat. Ia takut, semakin lama kebersamaan itu berlangsung, maka benih yang mulai tumbuh ini akan makin subur dan merekah.
Mungkin, bila Noran bisa sedikit saja mempercayai dirinya atau tidak menelan mentah-mentah informasi yang ia dapat, ia akan berusaha menerima hubungan ini dan menjaganya. Tapi ... Ah sudahlah pikirnya. Perutnya sudah semakin meronta. Nazila pun mengelus pelan perut yang sudah tidak terlalu rata itu. Perutnya memang masih rata, tapi terasa sedikit keras saat di sentuh. Ia yakin, itu merupakan bakal bayinya. Calon buah hatinya. Cahaya hidupnya di masa depan. Artinya, bila ibunya benar-benar diambil Yang Kuasa, maka ia tidak akan benar-benar sendiri. Ia akan memiliki buah hati, pelita hidupnya. Penyemangat hari-harinya. Ia akan berusaha tegar dan kuat, untuk buah hatinya.
"Bu, ibu tahu nggak, Ila udah nikah. Ila hamil Bu, hamil cucu ibu. Ah, bolehkah Ila egois, Bu? Ila pingin banget liat ibu sembuh. Ila pingin liat ibu main sama anak Ila. Ibu pasti akan bahagia banget liat anak Ila. Kalau Ila kerja, ibu ditemenin cucu ibu biar nggak kesepian. Kalau ibu sembuh, kita pindah ya, bu. Ke tempat yang bagus dan lebih aman dan nyaman. Jauh dari orang-orang yang hanya bisa menyakiti," ujarnya sendu sambil memeluk lengan sang ibu yang masih betah memejamkan matanya.
Tak terasa, air mata sudah jatuh berlinangan di pipi Nazila. Ia tersenyum getir, mengapa takdir hidupnya begitu rumit.
Tak tahan dengan bunyi perutnya yang kian riuh, Nazila pun bangkit dari kursinya hendak pergi ke kafetaria di rumah sakit itu setelah sebelumnya memastikan ibunya baik-baik saja.
Nazila pun keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju kafetaria yang ada di lantai 1 rumah sakit itu. Saat sedang berjalan, tiba-tiba seseorang menabrak bahu Nazila hingga ia terhuyung. Beruntung ia segera menggapai dinding untuk menahan bobot tubuhnya agar tidak sampai terjatuh.
"Ah, maaf nak, maafkan bapak! Bapak terlalu terburu-buru. Kau tidak apa-apa kan?" tanya seorang pria paruh baya pada Nazila. Nazila menatap datar pada pria paruh baya yang seperti tidak asing di matanya itu.
"Aku tidak apa-apa. Tapi lain kali Anda harus lebih hati-hati jangan hanya karena Anda terburu-buru, Anda sampai mencelakakan orang lain," tegas Nazila yang kemudian langsung membalikkan badannya.
Pria paruh baya itu masih termangu di tempatnya, menatap punggung Nazila yang mulai menghilang ditelan lift. Entah mengapa pria itu merasa seperti pernah melihat atau mengenal Nazila, tapi dimana ia tidak ingat sama sekali.
Ingat tujuannya ke rumah sakit untuk apa, pria itu pun segera membalik tubuhnya menuju ke salah satu ruang rawat inap pasien.
...***...
Sementara itu, di apartemen Noran sedang termangu menatap piring-piring berisi lauk yang telah disiapkan Nazila. Makanan itu masih utuh tak tersentuh sama sekali. Entah apa tujuan Nazila menyiapkan semua itu, Noran tidak bisa menerkanya.
"Huh, pasti ia berusaha mengambil hatiku dengan melakukan ini!" cibir Noran yang segera membalikkan badannya hendak masuk ke dalam kamar. Tapi baru 3 langkah ia berjalan, tiba-tiba perutnya berbunyi sangat nyaring. Noran pun sampai terkejut sebab ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Mengapa ia bisa sekelaparan ini?
Ingin ia abaikan lauk pauk di atas meja, tapi perutnya justru makin meronta ingin dipuaskan. Air liur Noran bahkan nyaris menetes saat melihat udang balado, capcay yang dicampur udang, bakso, dan telur puyuh, serta sepiring ayam kremes.
Semua terhidang apik di atas meja. Hanya tinggal mengambil nasi saja. Ragu antara memakannya atau tidak, ia pun melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 10 malam tapi Nazila tak juga kembali.
"Ah, peduli amat dia mau kemana! Makan ajalah daripada mubazir." gumamannya. Lalu Noran segera mengisi piringnya dengan nasi dan mulai melahap satu persatu lauk di atas meja. Ia bahkan tanpa sadar menambah hingga 3 kali dan mengeluarkan bunyi sendawa begitu keras. Noran sampai terkejut sendiri dengan keanehan dirinya.
"Aku kenapa sih? Kok aneh gini."
Matanya tiba-tiba membelalak saat menatap piring lauk yang nyaris tak bersisa.
"Apa benar aku makan sebanyak ini? Astagaaaa ... ! Kenapa aku jadi rakus begini? Kenapa juga makanan ini terasa begitu nikmat di lidah padahal ini hanya masakan sederhana." Noran merutuki dirinya sendiri yang tampak begitu rakus.
Setelah makan, Noran pun segera membereskan piring kotor dan mencucinya. Ia tidak ingin dicap tidak tahu malu karena sudah nyaris menghabiskan semua masakan Nazila lalu tak membereskannya.
...****...
...Happy reading 🥰🥰🙏...