Entah dari mana harus kumulai cerita ini. semuanya berlangsung begitu cepat. hanya dalam kurun waktu satu tahun, keluargaku sudah hancur berantakan.
Nama aku Novita, anak pertama dari seorang pengusaha Mabel di timur pulau Jawa. sejak kecil hidupku selalu berkecukupan. walaupun ada satu yang kurang, yaitu kasih sayang seorang ibu.
ibu meninggal sesaat setelah aku dilahirkan. selang dua tahun kemudian, ayah menikah dengan seorang wanita. wanita yang kini ku sebut bunda.
walaupun aku bukan anak kandungnya, bunda tetap menguruku dengan sangat baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Tok!
Tok!
"Non Novita."
"Masuk, Mbok!" sahutku yang masih duduk di atas tempat tidur.
Mbok Wati masuk ke dalam kamar. Membawakanku semangkuk sop ayam.
"Mbok, tau aja Novita lagi lapar."
Mbok Wati tersenyum.
"Mbok semalem ke mana aja? Aku nungguin kok gak anter makanan sih. Kan laper," keluhku.
"Mbok sudah pergi, Non."
"Pergi ke mana?"
"Pergi sama Den leon dan Kevin."
"Novita boleh ikut?"
"Non Novita gak boleh ikut, harus jagain bapak dan ibu."
"Yah ... kok gitu sih, Mbok."
"Non." Raut wajah Mbok Wati mendadak berubah. Sedih.
"Ya, Mbok."
"Mbok ninggalin sesuatu buat, Non."
"Wah apa tuh, Mbok?"
"Non ambil sendiri di laci nakas kamar Mbok."
"Kenapa gak dibawa ke sini?" tanyaku.
"Enggak bisa, Non," balas Mbok Wati.
"Non," sambungnya.
"Non."
"Non."
Badanku seperti bergoyang pelan. Aku membuka mata.
"Non," panggil Pak Ahmad sambil mengoyang-goyangkan tubuhku.
"Eh, Pak Ahmad." Aku lumayan kaget akan kehadirannya.
"Tadi, tidurnya pules banget. Saya gak tega bangunin. Cuman katanya Non Novita belum makan."
"Oh, iya gak apa-apa, Pak. Makasih ya."
"Iya, saya ke depan lagi ya, Non."
"Iya, Pak."
Pak Ahmad ke luar kamar. Kutatap makanan yang dibawanya di atas nakas. Sop Ayam. Sama persis dengan mimpiku barusan.
Aku kembali mengingat-ingat perkataan Mbok Wati dalam mimpi itu. Pesannya harus menjaga bunda dan ayah. Lalu ... dia meninggalkan sesuatu, tapi aku tidak ingat di mana. Apa aku harus percaya dengan mimpi itu? Lalu, pergi mencari benda yang dimaksud Mbok Wati.
Krucuk-krucuk, perutku berbunyi. Sepertinya cacing-cacing di perut sudah tak kuat menahan lapar. Aku pun duduk di ujung tempat tidur, mengahadap nakas. Makan.
Air mata mengalir, saatku mulai menyantap Sop Ayam. Teringat dengan masakan Mbok Wati. Rasanya baru kemarin aku masak dan makan bersamanya, sambil bertukar cerita.
Namun ... semenjak aku masuk rumah sakit. Kami tidak pernah lagi mengobrol. Kenangan terakhir yang kuingat hanya perdebatan kami. Hingga tuduhan kasarku padanya.
*
Selesai makan, ayah datang ke kamar.
"Udah makannya, Sayang?" tanyanya sembari menghampiriku.
"Udah," balasku singkat.
Ayah duduk di ujung tempat tidur. Lalu, mengelus-elus dahiku.
"Sayang, mungkin Mbok Wati udah pergi. Tapi dia bakal selalu nemenin kamu ke mana pun. Sama kaya leon dan Kevin. Jadi kamu harus kuat. Jangan nangis terus," pesan Ayah sambil mengusap pipiku yang basah.
"Ayah ... apa ayah tidak merasa ada yang aneh dengan rumah ini?"
"Aneh gimana?"
"Selama dua minggu ini, Novita ngerasa rumah ini udah beda banget, Yah. Banyak kejanggalan, tapi Novita gak ngerti itu apa," jelasku.
"Coba ayah pikir deh. Enam bulan, ada tiga orang yang meninggal di rumah ini," sambungku.
"Mungkin itu sudah takdir, Sayang."
"Iya, tapi ini terlalu janggal, Ayah."
"Sudah, gak perlu dipikirin."
"Apa ayah percaya dengan ilmu hitam?" Pertanyaanku membuat raut wajahnya berubah. Kaget.
"Maksudnya?"
"Kemarin, sebelum Mbok Wati meninggal. Dia bilang kalau ada orang jahat yang ingin menghancurkan keluarga kita. Dengan ilmu hitam."
"Apa kamu percaya dengan ucapannya?"
"Percaya. Soalnya terlalu banyak hal aneh yang Novita alami akhir-akhir ini."
"Nanti kita omongin lagi, sekarang ayah mau urus pemulangan jenazah Mbok Wati dulu," ucap Ayah, bangkit dari duduknya.
"Ayah, apa Novita boleh ikut?" tanyaku.
"Lebih baik kamu istirahat aja, mukanya udah pucet begitu."
"Novita takut sendirian di rumah."
"Jangan takut, ada Ahmad dan beberapa orang lain di ruang tengah. Kalau mau sesuatu minta dia aja," balasnya."
"Ya udah, ayah pergi dulu, Ya," sambungnya.
Aku mengangguk pelan. Ayah pun sudah melangkah ke luar kamar.
*
Suara sirine ambulan terdengar semakin menjauh. Tandanya jenazah Mbok Wati sudah dibawa ke rumah sakit. Kemungkinan besar, langsung dipukangkan ke kampung halamananya di Jawa Tengah.
Aku bangkit dari tempat tidur, berjalan ke luar kamar. Kulihat memang masih ada beberapa orang yang duduk di ruang tengah. Termasuk seorang polisi.
"Eh, Non Novita mau ke mana?" tanya Ahmad, bangkit dari duduknya.
"Mau ke dapur, Pak."
"Kalau mau apa-apa, biar saya aja yang ambilin."
"Gak apa-apa, Pak."
Aku lanjut berjalan menuju dapur. Sebenarnya, tujuan utamaku ke kamar Mbok Wati. Kondisi sekitar kamarnya sepi, tidak ada orang. Rasa penasaranku akan pesan Mbok Wati di dalam mimpi, mampu mengalahkan rasa takut.
Bergegasku masuk ke dalam kamarnya. Berantakan, itu yang pertama kali kulihat. Tak mau berlama-lama, segera kucari benda yang Mbok Wati maksud itu. Di lemari dan meja kecil, tidak ada. Hanya tersisa laci nakas. Tiba-tiba rasa takutku muncul, teringat dengan kondisi terakhir Mbok Wati yang terbaring di atas tempat tidur.
Perlahan aku mendekati tempat tidur. Mata tetap berusaha fokus pada laci nakas. Kubuka laci nakas. Ada. Sepucuk surat sudah tergelatak di sana. Bertuliskan untuk Non Novita Cepat-cepat kuambil surat itu, lalu pergi meninggalkan kamarnya. Kembali ke kamar sambil membawa segelas air.
Aku sudah mengambil posisi duduk di atas tempat tidur. Sebelumnya sudah mengunci pintu kamar, khawatir ada yang tiba-tiba masuk. Entah kenapa, aku merasa surat ini sangat penting. Kuambil kertas yang ada di dalam surat. Mulai membacanya.
•
Non, apakah Non Novita ingat dengan ucapan Den leon seminggu setelah ibu tidak sadarkan diri?
Saat itu ibu sempat bangun sebentar dan meminta minum. Mbok sempat kaget melihatnya, sampai tidak sempat membangunkan Den leon. Sebelum ibu mengeluhkan kondisi tubuhnya yang terasa sakit. Dia sempat berpesan untuk menjaga Den leon dan Kevin. Dia curiga kalau penyakitnya itu karena ulah seseorang. Namun, belum sempat bercerita lebih banyak, ibu kembali tidak sadarkan diri. Sampai sekarang.
Semenjak itu, Mbok Wati berusaha untuk menjaga Den leon dan Kevin. Sayangnya, Mbok gagal. Kegagalan terbesar adalah saat Den Kevin harus pergi karena kelalaian Mbok. Sampai detik ini Mbok sangat menyesalinya.
Mbok sangat terkejut ketika melihat Non Novita pulang ke Indonesia. Khawatir akan terjadi sesuatu pada Non Novita nantinya. Firasat Mbok ternyata benar. Orang jahat itu kini mengincar Non Novita.
Pesugihan. Itu yang kerabat Mbok bilang. Ada seseorang yang ingin menghancurkan keluarga Non Novita. Mengorbankan keluarga Non, untuk keuntungan pribadinya.
Awalnya Mbok tidak curiga ini adalah ulah orang terdekat. Namun semakin hari, Mbok curiga kepada seseorang.
Ahmad. Beberapa kali Mbok memergokinya di sekitar rumah saat bapak sedang tidak ada di rumah. Entah apa yang dilakukan. Puncaknya ketika Non Novita melihatnya di sekitar kolam renang. Ingatkan?
Saat Mbok ke luar untuk mengeceknya. Dia memang tidak ada, tapi sekilas Mbok melihat seseorang berlari ke samping rumah. Sesaat sebelum Mbok sampai di depan kolam renang.
Lastri pun pernah bilang pada Mbok Wati. Kalau ada sosok jahat datang ke rumah. Bentuknya wanita ular. Namun, dia tidak berani mengungkap lebih banyak, karena diancam akan dibunuh.
Mbok tak menyangka, akhirnya dia berani menemui Non Novita. USIR WANITA ITU. Bukan Mbok Wati atau Non Novita yang dia maksud, tapi si Wanita Ular itu.
Ketika Mbok Wati mendengar kata itu. Tandanya dia akan kembali meminta tumbal. Tentu, Non Novita lah yang diincarnya. Mbok sudah berusaha mencegahnya, tapi tidak berhasil. Akhirnya Mbok harus mengambil langkah terakhir.
KEMENYAN, adalah cara terakhir yang bisa Mbok lakukan. Benar ucapan Non Novita, itu untuk mengundang setan. Memberinya makan, agar dia teralihkan dengan tujuan utamanya. Sementara itu, Mbok berusaha mencari jalan lain untuk menyelamatkan Non Novita. Termasuk, memaksa Non Novita untuk meninggalkan rumah sementara.
Mbok minta maaf, hampir membuat Non Novita celaka. Mbok kira efek dari antibiotik tidak separah itu. Namun, diluar dugaan Non Novita hanya satu hari saja menginap di rumah sakit. Dan rencana Mbok untuk menghadapi Wanita Ular itu pun gagal.
Sebenarnya Mbok ingin sekali mengutarakan semuanya. Namun, beberapa hari terakhir ini Non Novita sepertinya menghindar. Bahkan di saat ada waktu untuk berbicara, tuduhan yang Mbok dapatkan.
Non Novita tidak perlu khawatir. Mbok tidak marah sama sekali. Mbok sangat mengerti kalau Non Novita tidak begitu paham tentang hal-hal mistis yang penuh tipu daya.
Kalau Mbok tidak ada. Non Novita harus berhati-hati. Tetap di dalam kamar, karena itu adalah tempat paling aman. Jaga ibu dan bapak, karena Wanita Ular itu tidak akan berhenti sampai tujuannya tercapai.