Cindra gadis yatim piatu yang dipermainkan takdir, terpaksa menikah dengan anak dari sahabat orangtuanya; Hafiz, seorang tentara berpangkat letnan satu.
Namun perjalanan rumah tangganya tidak berjalan dengan mulus, dia harus menderita menahan dinginnya hidup berumah tangga.
Hingga takdir mempertemukannya dengan seorang pria tampan yang mewarnai hari-harinya.
🩷🩷🩷 Happy Reading_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab II ~Cindra Saraswati
SMAN 1 Malang tempat Cindra menempuh pendidikan di kelas XII~
"Cin, kamu dipanggil Bu Leni ke ruang kepsek. Cepetan sana..ditungguuuu!!" seru Aina ketua kelas di MIPA 3
"ohh..ok Ay aku kesana, thanks infonya beb..muaacch" jawab Cindra dengan melambaikan kissbye ke sahabatnya
'ada apa ya Bu Leni manggil aku, ko aku degdegan nih'
'tok tok tok'
"masuk!!" jawab orang yang ada di dalam ruang kepsek
"permisi bapak-ibu..apa benar ibu memanggil saya?" ujar Cindra saat pintu dibuka
"iya sini nak masuk" jawab Bu Leni
Disana sudah ada pak Anton sebagai guru BP dan beberapa guru lainnya.
Cindra pun masuk dengan gerakan sedikit membungkuk sebagai tanda kesopanan kepada para guru yang sudah duduk berkumpul di ruangan tersebut.
"duduk sini nak" ajak Bu Leni mengarahkan Cindra duduk disebelahnya.
"Begini Cindra, ibu sebagai Kepala sekolah dan guru-guru disini berdiskusi dan berembuk untuk mendaftarkan kamu masuk Universitas Indonesia jalur prestasi sesuai fakultas yang akan kamu pilih. Karena prestasi akademik dan non akademik kamu yang hasilnya sangat baik. Apakah kamu berminat melanjutkan pendidikan lebih lanjut?" Bu Leni mengutarakan hasil rapat kemarin dengan guru-guru.
Dengan wajah berbinar Cindra mengerjapkan netranya yang dihiasi bulu mata lentik, menatap Bu Leni dengan senyuman bahagia. Kabar baik ini membuatnya sulit merespon dengan cepat karena sangking terkejut; serasa mimpi.
"ma-masyaallah buu..sa-saya ga tau harus jawab apa. Sa-saya..mau banget Bu!! Ta-tapiii..mengenai biaya gimana Bu, ibu kan tau saya hanya yatim piatu..sa-saya..ahh" jawab Cindra tergagap dan seketika wajah Cindra meredup mengingat perjuangannya harus panjang, terutama mengenai biaya kuliah dan kehidupan di kota Jakarta.
"Untuk masalah itu, ibu mau bertemu wali kamu besok. Ada banyak hal yang akan kami diskusikan dan juga kami butuh dukungan support dari wali kamu sekarang. Bisakah besok wali kamu menemui ibu jam 11.00?!" jawab Bu Leni seraya membujuk Cindra untuk membawa wali ke sekolah besok.
"baik Bu, nanti saya sampaikan pakde dan bude untuk undangan besok" jawab Cindra
"ok! Sampai ketemu besok ya nak.." Bu Leni mengulurkan tangan, dan disambut Cindra dengan membawa punggung tangan Bu Leni untuk dicium sebagai tanda hormat
"baik ibu saya kembali ke kelas, terima kasih ibu dan bapak guru" pamit Cindra
**************************
Sepulang dari sekolah Cindra menyampaikan kabar gembira tersebut kepada orangtua angkatnya yang dia panggil dengan sebutan pakde dan bude.
Pak Broto Wijaya dan Bu Tari adalah sahabat orangtua Cindra, setelah ibu Cindra meninggal dia dititipkan ke sahabatnya. Karena ayah Cindra sudah meninggal sewaktu Cindra berumur 10tahun. Cindra tinggal sebatangkara, oleh karena itu pak Broto dan Bu Tari mengambil Cindra sebagai anak angkatnya.
pak Broto dan Bu Tari sudah memiliki dua anak; Hafiz Zaelani dan Dea Amelia.
Hafiz Zaelani lelaki berwajah tampan dan gagah berprofesi sebagai TNI, yang berdinas di Jakarta. Sementara Dea seumuran dengan Cindra yang sedang menempuh pendidikan di salahsatu pesantren di Jawa timur.
Kehadiran Cindra di rumah pak Broto dan Bu Tari adalah sebagai pelengkap kebahagian pasangan tersebut, dikarenakan mereka hanya tinggal berdua dengan rumah yang terbilang besar dan mewah. Pak Broto memiliki usaha pertanian dan peternakan, dengan tanah kebun yang mencapai hektaran. Pegawai pak Broto juga ratusan, ada pegawai administrasi juga pekerja di kebun dan peternakan. Aliran keuangan yang stabil dari hasil usaha pertanian dan peternakannya membuat pak Broto menjadi orang terkaya di wilayah Malang.
Sekalipun Cindra diperlakukan seperti anak sendiri, diberi cinta dan kasih sayang yang sama seperti anak kandung mereka. Tidak membuat Cindra menjadi manja dan tidak tau diri, ia selalu bisa menempatkan diri. Cindra rajin belajar hingga selalu menjadi juara umum di sekolahnya, nilai akademik dan non akademiknya tidak pernah mengecewakan. Ia juga rajin membantu Bu Tari dalam segala hal, memasak dan bebenah tidak pernah lalai dia kerjakan walaupun Bu Tari tidak pernah menyuruhnya untuk mengerjakan ini dan itu. Ia selalu menjadi anak penurut, gemar berbagi dan membantu orang-orang yang kesusahan. Pribadinya lemah lembut, ulet, rajin, ceria hingga dimanapun dia berada selalu disukai orang-orang sekitarnya.
Orangtua kandung Cindra dulunya juga orang berada, memiliki perkebunan teh dan peternakan madu. Ekonominya mulai ambruk semenjak ayahnya meninggal karena kecelakaan dan ibunya kena kanker tulang.
Karena biaya pengobatan ibunya yang terbilang mahal, sedikit demi sedikit perkebunan teh dan peternakan dijual ke keluarga pak Broto. Segala usaha pengobatan sudah diusahakan hingga ke negeri Jiran;Penang, Malaysia. Namun takdir berkata lain. Ibunya Cindra menutup usia saat Cindra duduk di bangku kelas 1 SMA.
Ini adalah tahun kedua Cindra tinggal dirumah pak Broto dan Bu Tari, setelah rumah peninggalan orangtua Cindra akhirnya terjual untuk biaya pengobatan ibunya di Malaysia.
Sekalipun sudah tinggal 2 tahun dirumah bude Tari, ia belum pernah bertemu dengan mas Hafiz Zaelani karena kesibukan Hafiz sehingga belum bisa mengambil cuti untuk pulang ke kampung halaman.
Cindra hanya mengenal Hafiz dari foto keluarga yang terpampang di ruang keluarga. Awal melihat foto tersebut Cindra kagum dengan penampilan Hafiz yang tampan dan gagah memakai seragam taruna dan ada juga yang memakai seragam PDU (Pakaian Dinas Upacara) dengan membawa pedang.
'wuiih ganteng banget mas Hafiz, andai aku punya suami seperti mas Hafiz...mmm' batin Cindra dengan wajah bersemu merah.
Deg.. 'apakah aku jatuh cinta??'
pikirannya menerbitkan senyuman malu-malu yang tak disadarinya menarik perhatian Bu Tari
"hayoo..senyum-senyum sendiri. Naksir mamas-mu yaa.." goda Bu Tari pada Cindra
"a-haha.. bukan begitu bude. Aku lagi mikir kalau aku pakai seragam itu gimana ya, pasti aku akan keliatan gagah apa cantik" jawab Cindra gelagapan karena ketauan memandang foto mas Hafiz dengan senyum-senyum sendiri
"yo nanti kamu foto sebelah mamas-mu, kamu cantik, mamas-mu gagah. Ya toohh.." jawaban yang ambigu di lontarkan Bu Tari
"ah..ya ga gitu bude, menurut bude kalau lulus SMA nanti aku pantes gak daftar TNI?" tanya Cindra mengaburkan jawaban ambigu bude Tari
"bukan masalah pantes atau Ndak-nya nduk, kalau kamu punya cita-cita menjadi wanita TNI ya harus dicoba. Tapi kalau kamu cuma ikut-ikutan daftar tanpa ada keinginan yang kuat, lebih baik jangan.
bukannya cita-cita kamu jadi ahli terapis dan kamu bercita-cita jadi psikolog? Ya kaan..?" jawab bude Tari sambil merangkul Cindra
"iya bude,mm..bude..untuk undangan kepsek besok apa bude bisa hadir?" dengan lembut Cindra meyakinkan undangan besok
"bisa! Bude sama pakde besok ke sekolah kamu ya nduk" bude Tari menjawab sambil mengelus rambut Cindra
"terima kasih bude.." senyuman pun terbit di bibir ranum Cindra
"yowes tidur sana sudah malem, besok kamu harus bangun pagi" Bu Tari mendaratkan kecupan lembut di kepala atas Cindra
"baik budeku cantik" Cindra pun mengecup pipi bude Tari
Malampun semakin beranjak, Cindra menarik selimutnya menjemput mimpi malam ini.
Bersambung...
Cindra Saraswati Liem
![](contribute/fiction/9633685/markdown/51517393/1733053636142.jpeg)