NovelToon NovelToon
Jadilah Tempatku Untuk Pulang

Jadilah Tempatku Untuk Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Beda Usia / Angst / Gadis Amnesia
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Wawawiee

Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.

"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.

"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 Makanan Rumah yang Dirindukan

***

Beberapa hari kemudian...

Di sebuah restoran keluarga yang tergolong besar, seorang pria berusia sekitar 28 tahun sedang disibukkan diri memasak beberapa menu yang dipesan oleh pelanggannya. Wajahnya begitu datar tanda ia sangat serius mengerjakan pekerjaannya.

"Bos Darren. Meja 35 pesan menu tambahan, udang cabe garam!" karyawannya memberikan sebuah kertas pesanan kepada Darren.

"Oke."

Pesanan tidak ada berhentinya. Mereka para pelanggan itu datang, makan, dan pulang. Selalu begitu seterusnya dimulai saat restoran itu pertama kali buka.

'Huffttt, ayo semangat! Demi cuan!'

**

"Kerja bagus kalian. mumpung masih ada bahan makanan yang tersisa, kita buat bahan makanan ini jadi menu biasanya. Kita makan malam sebelum pulang." ucap Darren kepada karyawannya.

"Horeee! terima kasih bos!"

Darren mempersilahkan semua karyawannya untuk memasak. Sedangkan dirinya...

"Aku pengen sendirian saja dulu..."

Darren memilih untuk menyendiri di sebuah taman belakang. Ia mengambil seputung rokok dan menyalakan korek. Saat menghisap asapnya, ia merasa tenang.

"Merokok itu ngga baik loh buat paru-paru, Tuan Muda."

"Olivia."

Olivia tiba-tiba muncul di sampingnya. Wanita berambut kepang dua itu tersenyum, ia mendekati Darren dengan rantang yang ada di genggamannya.

"Ini, buatmu." Olivia memberikan rantang itu kepada Darren.

"Aku ngga lapar."

KRRUUYYYUUUKKK

"Oooo ngga lapar, tapi ini barusan bunyi apa?" ejek Olivia.

"ughhhh, ya sudahlah. Terima kasih."

Mereka memilih duduk di bawah pohon pinus itu, walaupun penerangannya cukup terang karena lampu taman, tapi bagi Darren ini masih sedikit remang-remang.

"Hm? Tumis buncis? Udang balado?"

"Aku pernah tanya ke Tuan Adam, apa makanan kesukaan dirimu. Beliau bilang, dikasih tumis buncis dengan udang balado langsung sumringah. Ya sudah aku buat. Coba makan sudah, ntar sakit perut kalau ngga makan."

Darren tersenyum ke arah wanita manis itu. Ia menyendok sayur dan lauk buatan Olivia dan memakannya. Matanya melebar terkejut karena lauknya begitu lezat, rasanya juga hangat.

"Enak. Aku ngga pernah makan makanan seenak ini." gumam Darren.

"Aihh, masa di restoran mu ngga pernah makan masakan sendiri? Perasaan masakan yang kamu buat pun enak kok." ucap Olivia bingung.

"Ekhem, mungkin kamu ngga tahu perbedaannya. Rasanya enak tapi biasa di lidahku, di lidah karyawan dan pelanggan sudah pasti sangat enak. Tapi sekarang yang aku nikmati ini... adalah masakan rumahan yang sangat kuinginkan dari dulu. Di rumah kalau mau makan enak, harus tunggu keluarga lainnya berkumpul di meja makan. Mau makan sendiri tapi yang enak? Heh, jangan harap. yang ada, kamu bakalan dapat nasi keras dengan sayur yang basi."

Olivia langsung menutup mulutnya. Ia merutuki dirinya sendiri kenapa bertanya sesuatu yang bahkan menyakiti hati seorang Darren.

"M-Maaf, A-Aku ngga bermaksud tanya begitu... Aku benar-benar minta maaf..." sesal Olivia.

"Ck, itu cuma masa lalu. Ngga apa-apa. Lagipula, aku sudah ngga tinggal disana lagi. Aku sudah benar-benar keluar dari sana. Ngga tahan aku, apalagi... Istri adikku itu. Dia arogan dan juga serakah. Aku heran kenapa Hendry mau-mau saja dengan dia."

"Hei, mumpung kamu disini aku mau tanya beberapa hal. Kenapa kamu keluar duluan dari sana? Kan kakek Chairul belum menyuruhmu keluar. Terus ya, kamu sekarang gimana? Sudah dapat kerja belum? Terus tinggalnya dimana?" tanya Darren beruntun.

"Halaaahhh, jangan khawatir. Tuan besar sudah menyuruhku untuk keluar dari mansion. Terus, masih banyak kok mata-mata disana. Kan kamu juga terima instruksinya kan kalau mata-mata selalu ada di mansion? Kerja? Aku sekarang jaga warung pecel dengan ibu. Kasihan ibu sudah tua, mana kakakku ini juga sibuk kerja jadi buruh pabrik. Tinggal ya dengan ibu."

"Harusnya kamu pikir diri sendiri. Kenapa malah tinggal di restoran sendiri dan ngga di kost atau apa? Ngga nyenyak malah." tambah Olivia.

"Heeee ngga nyaman apanya? Nyaman lah. Di kamar loteng itu, sudah kusulap jadi kamar yang nyaman. Jadi kalau ada apa-apa, tinggal turun ke bawah saja. Ngga perlu merepotkan diri kesana kemari. Ngehehehe..."

"Laaahh bisa gitu ya."

Di saat mereka menikmati perbincangan hangatnya, mereka berdua tidak menyadari bahwa para karyawan menatap gemas ke arah Darren dan Olivia. Mereka baru tahu kalau bos mereka punya pacar.

"Uhuyyy, pacar bos euyyy."

"Rekam ges, rekam! Biar bisa jadi stok aib di ulang tahunnya nanti."

"Gaskeeenn!"

***

"Tuan Adam! K-Kami... kami ingin bertemu Nona Ayna!"

"Ha?"

Saat Adam akan beranjak pulang ke rumah, tiba-tiba para karyawan wanita berdiri di depan pintu ruangannya saat dibuka. Ia terkejut setengah mati saat melihat gerombolan wanita itu.

"Kenapa mau bertemu istriku? Apa kalian ingin mengintimidasinya lagi?" tanya Adam penuh penekanan.

"B-Bukan itu Tuan... Apa yang terjadi dengan Yuri waktu itu, memang menjadi pembelajaran. Jujur, selama beberapa hari ini... Kami dihantui rasa bersalah karena sudah melakukan sesuatu yang sangat salah. Kami juga baru tahu bagaimana kondisi beliau jadi begitu... Maka dari itu Tuan, tolong pertemukan kami dengan Nona. Tidak apa-apa jika Tuan ataupun Nona tidak memaafkan kami, tapi setidaknya... Kami ingin mengucapkan kata maaf ini dengan sangat tulus... kami mohon..."

Mereka membungkuk, memohon kepada sang CEO untuk mengabulkan permintaan maaf mereka kepada sang Nona.

"Haaahh, gedek juga lama-lama aku. Aku ngga bisa janji akan membawa istriku kapan, karena dia ngga nyaman ada di keramaian. Kalau aku membawanya entah kapan, kalian bisa utarakan rasa maaf kalian itu." ucap Adam setengah hati.

"Terima kasih Tuan! Terima kasih banyak!"

"Tapi itu yang terakhir. Kalau kalian sampai apa-apakan istriku lagi, aku ngga akan segan-segan memecat kalian atau membawa kalian ke ranah hukum." ancam Adam.

"B-Baik Tuan. Kami paham..."

***

"Ayna lagi apa ya? Aku pengen peluk dia..."

Di parkir mobil basement, Adam menatap wallpaper Ayna yang tersenyum ke arah kamera yang ada di handphonenya. Ia tersenyum karena ia membayangkan Ayna akan menyambut dirinya di rumah.

"Hmmm, belikan apa ya? Kue coklat stroberi seperti biasa? Boleh sudah, tapi dengan yang lainnya juga. Ah, nasi liwet yang kemarin aku beli. Hehehe, punyaku sampai diembatnya pula. beli itu juga deh."

Adam langsung menaiki mobilnya, menuju ke tempat tujuan untuk membelikan Ayna makanan kesukaannya.

"Hohoho, pasti langsung sumringah wajahnya itu."

***

Ayna keluar dari rumah untuk membuang sampah. Saat ia ada di luar rumah, sejenak ia memandang ke sekitar jalanan perumahan itu. Benar-benar sepi. Mobil lewat pun jarang-jarang. Jika ada dua mobil pun, paling salah satunya akan menyusul dalam jarak waktu 20 menit.

"Benar-benar sepi ya. Rumah pun juga jaraknya berjauhan. Tapi ngga banyak yang nempatin. Apa gara-gara harganya fantastis begitu ya?"

"Selamat siang Nona."

Ayna terkejut, karena ada tiga orang pria yang menyapanya. Ia tahu siapa mereka.

"Iya, selamat siang."

Ketiga pria itu tersenyum sekilas lalu berjalan kembali menjauhi rumah. Ayna kembali melihat ke sekitar, yang memang ada pria-pria yang lewat atau sekedar menepi di pinggir jalan dengan setelan kemeja dan jas hitam. Mereka adalah anak-anak buah suaminya, yang memang ditugaskan untuk menjaga Ayna sewaktu Adam bekerja.

"Heuuhh padahal ngga perlu sebegininya juga hmmm. Tapi ya sudahlah, kalau itu demi kebaikan."

Karena tidak ada lagi yang dilakukan setelah membuang sampah, Ayna kembali beranjak ke rumah. Jalannya sedikit perlahan, karena dirinya tidak memakai tongkat kayu biasanya.

"Justru agak ngga nyaman saja sih pakai tongkat. Tapi sudah pasti pakai kalau keluar. ah, aku pengen makan nasi liwet. Mas belum pulang ya? Apa aku bilang saja ya, ngomong minta belikan nasi liwet?"

Belum ia beranjak mengambil handphonenya, suara deruan mobil masuk ke dalam garasi. Ayna tahu siapa yang datang.

CKLEK

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ya, itu Adam yang datang. Ayna langsung menyalami tangan suaminya, dihadiahi dengan kecupan sayang di bibir.

"Ayo makan sayang. Aku bawakan nasi liwet sama kue coklat stroberi kesukaanmu." ajak Adam.

"Kue... coklat stroberi?" mendengar nama kue kesukaannya itu, entah kenapa Ayna merasa eneg. Sampai wajahnya seperti merasa jijik.

'Eh? Kenapa ini? Biasanya dia langsung semangat kalau ada kue kesukaannya.' Adam menyadari wajah Ayna yang tidak beres itu.

Tapi, Adam segera menepisnya. Ia menggandeng tangan Ayna dan mengajaknya ke meja makan. Dibukanya kotak makan nasi liwet itu lalu diberikan kepada Ayna. Wanita itu menerimanya. Tapi, wajahnya langsung pucat saat melihat nasi liwet itu.

"Sayang, kenapa wajahmu? Kok pucat begini?" tanya Adam khawatir.

"Ah, N-Ngga apa-apa kok hehehe. perasaan Mas saja mungkin."

Ayna langsung menyendok nasi itu. Baru saja sesendok nasi itu masuk, rasa mual langsung menyerang Ayna.

"Ughh... Hoek!"

"Ayna!"

Wanita itu berjalan cepat mendekati wastafel. Memuntahkan semua isi perutnya.

"Hoek... Hoek... Ohok ohok..."

Adam memijat tengkuk leher Ayna, lalu ia membersihkan mulutnya sampai bersih.

"Sudah? masih mau muntah?"

"Ngga... Mas, pusing..."

"Ayo kita ke kamar."

Rasanya benar-benar pusing dan serasa berputar-putar. Ayna tidak sanggup untuk sekedar berjalan lagi. Dengan sigap, Adam menggendong sang istri ke dalam kamar.

Sesampainya di kamar, pria itu merebahkan tubuh Ayna di ranjang. Selimut ia tarikkan sampai menutupi leher Ayna.

"Kita ke dokter ya. Mungkin anemia mu kambuh." ajak Adam.

"Ngga mau, ngga mau disuntik..." tolak Ayna.

"Sayang, biar kamu cepat sembuh. Ya sayang? Ke dokter ya?"

Akhirnya, Ayna menyetujui ajakan Adam untuk pergi ke dokter. Ia berjalan ke lemari untuk mengambil dompetnya. Di dalam selimut itu, Ayna merasa harus menyentuh perutnya.

Saat ia menyentuh bagian tubuhnya itu, seketika ia merasa heran karena perutnya agak membuncit.

'Eh? Masa gara-gara aku kebanyakan makan sampai muntah tadi? Kan aku belum makan siang.'

"Ayo sayang. Aku gendong kamu sini."

~Bersambung~

1
Dinar
Aku kasih bunga biar bermekar dihati Ayna
Dinar
Hallo author aku kasih 2 gelas kopi ya biar buat nemenin pas update episode 🥳🥳
Ataru Moroboshi
Saya suka sekali sama cerita ini, ayo cepat update lagi biar saya gak kesal.
Jena
Bikin terharu
valeria la gachatuber
Membuat terkesan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!