Setelah bereinkarnasi ke dunia lain, Klein memutuskan untuk merubah hidupnya. Sebagai seorang yang bekerja keras dalam belajar dan akhirnya menjadi pekerja kerah putih yang terus-terusan bekerja lembur sampai kematiannya, di kehidupan ini dia memutuskan-
Tidak akan bekerja dan hidup dengan santai!
Untungnya, Klein bereinkarnasi sebagai pangeran pertama dengan keluarga yang menyayanginya. Belum lagi, dia juga menunjukkan bakat sihir yang sangat luar biasa, langka di antara umat manusia.
Latar belakang hebat dan bakat super, bukankah itu cocok sebagai pahlawan atau semacamnya?
Bahkan jika itu benar, Klein tidak peduli. Dalam hatinya, hanya ada satu tekad yang selalu dia jaga.
‘Di kehidupan ini-‘
‘Aku hanya ingin bermalas-malasan!’
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kei L Wanderer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Lama
Menoleh ke sumber suara dengan ekspresi kaku, Klein melihat dua pemuda berusia kira-kira sama dengan dirinya.
Salah satunya adalah sosok pemuda yang terlihat tampan, berkulit putih dan bermata biru bak safir. Rambut lancip di kepalanya agak berantakan, berwarna merah menyala dan tampak begitu mencolok.
Orang itu menunjuk ke arah Klein dengan senyum penuh percaya diri dan ekspresi penuh semangat.
“Kamu?” Klein memiringkan kepalanya, tampak ragu.
“Berhenti berpura-pura tidak mengenalku, Klein! Ini aku, Arthur!” teriak pemuda itu sambil menunjuk Klein.
“Arthur?” Klein bergumam sambil mencubit dagu, lalu matanya langsung terbelalak. “Arthur Gravent?”
“Hahaha! Akhirnya kamu mengingatnya, My Rival!” ucapnya sambil mengacungkan jempol.
“Ada apa dengan kepala mu? Ah, maksudku, rambut mu?” ucap Klein ragu.
Sama seperti Keluarga Ashfey, Keluarga Gravent adalah satu dari Tujuh Keluarga Besar dan keturunannya juga Mage. Akan tetapi, keluarga tersebut dianggap berada di posisi paling bawah karena cadangan energi sihir (mana) mereka yang terbilang rata-rata, bahkan sering kali di bawah rata-rata.
Walau begitu, Keluarga Gravent masih sangat kuat karena terus-menerus menghasilkan Mage kuat dari generasi ke generasi. Terlebih lagi, mereka juga menggabungkan sihir dengan ilmu pedang khas Keluarga Gravent, membuat mereka menjadi satu-satunya Close Combat Mage di antara Tujuh Keluarga Besar.
Walau tidak seperti Keluarga Ashfey atau beberapa keluarga lain yang memiliki ciri khas dalam penampilan, Klein mengingat jelas kalau rambut Arthur berwarna pirang keemasan.
Di dunia ini, setelah berbagai mutasi, memang banyak jenis warna rambut alami, tetapi Klein jelas tidak akan salah mengingat.
“Kamu jelas tidak ada hubungannya dengan Keluarga Flamel, jadi, kamu mewarnai rambut mu?” tanya Klein ragu.
“Bukankah warna merah menggambarkan semangat juang, masa muda, dan gairah? Bukankah itu cocok untuk ku?” Arthur mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, tampak bangga.
Burung-burung berkumpul dengan bulu yang sama. Mungkin kalimat itu cocok dengan hubungan Klein dan Arthur.
Biasanya, orang-orang yang cenderung agak mirip atau memiliki kesamaan memilih untuk berkumpul. Misalnya, para pemabuk yang suka berkumpul di pub, para bangsawan yang lebih menyukai sejenisnya (sesama bangsawan), dan sebagainya.
Di antara para bangsawan, Klein dianggap eksistensi yang agak aneh dan menyimpang, begitu pula Arthur.
Berbeda dengan kebanyakan bangsawan yang dididik untuk tenang, kalem, dan bersikap elegan, Arthur adalah pemuda bersemangat yang suka bertarung. Bisa dibilang, otaknya dipenuhi otot.
Selain itu, sama seperti Keluarga Ashfey, enam keluarga lain dari Tujuh Keluarga Besar adalah penguasa kerajaan. Ya, bisa dibilang tujuh keluarga tersebut adalah Keluarga Kerajaan.
Hanya saja, dimana pun, pasti akan ada eksistensi ‘unik’ yang sedikit berbeda di antara gerombolan tersebut.
“Terserah saja,” ucap Klein sambil menutup wajahnya dengan ekspresi sakit kepala.
“Karena kita sudah bertemu, mari kita berduel, My Rival!” ucap Arthur penuh semangat.
Sebelum Arthur melanjutkan, Klein langsung mengangkat tangan dan memberi isyarat agar orang itu diam.
“Pertama, aku baru saja tiba dan lelah. Kedua, bahkan jika tidak lelah, aku tidak ingin bertarung dengan mu. Ketiga, aku tidak datang ke sini untuk bertarung,” ucap Klein dengan nada monoton.
“Bukankah itu terlalu sia-sia? Bagaimana mungkin kamu menghabiskan masa muda mu dengan cara seperti itu? Bersemangat lah, My Rival!” balas Arthur.
“Aku tidak ingin mendengar itu darimu.” Klein memutar matanya.
Pemuda itu kemudian menoleh ke arah kusir sekaligus butler dari Keluarga Ashfey dan berkata, “Tolong bawa barang-barang kami menuju ke gedung asrama, Pak Walter. Kami akan pergi ke gedung penerimaan untuk melapor.”
“Dimengerti, Pangeran.”
Sama seperti Klein, Luna juga datang ke Akademi Dawn Star sebagai murid. Lagipula, usianya cocok dan dia juga merupakan Mage yang dianggap cukup langka.
Layaknya keluarga kerajaan di kehidupan sebelumnya, pasti banyak bangsawan dari berbagai tingkat yang mengikutinya.
Baik Luna, Theodore, dan Valerie adalah anak-anak yang dikirim dari keluarga bangsawan tertentu untuk menjadi pengikut Klein.
Biasanya anak yang dikirim sebagai servant (pengikut/pelayan) adalah anak dari keluarga cabang, atau anak tidak sah dari bangsawan tertentu.
Walau kata-kata dan praktiknya cukup halus dibandingkan dengan beberapa kerajaan dengan hukum brutal, pada kenyataannya, ini cukup mirip dengan praktik mengirim budak sebagai hadiah di kerajaan-kerajaan itu.
Tentu saja, kebanyakan kerajaan melarang praktik perbudakan. Juga, walau sedikit mirip, tetapi para servant biasanya diperlakukan dengan baik dan manusiawi. Tentu saja, ada beberapa bangsawan yang melakukan hal berlebihan, tetapi itu hanya minoritas.
Sebenarnya banyak bangsawan mencoba mengirim orang untuk menjadi pelayan Klein, tetapi pemuda itu tidak ingin menerimanya. Bahkan, dia hanya menerima tiga dari lima keluarga yang merupakan pengikut setia Keluarga Ashfey.
Selain karena alasan khusus, sejujurnya, Klein terlalu pilih-pilih dalam menerima servant.
Ketika Klein pergi menuju ke gedung penerimaan untuk melapor bersama Luna, suara Arthur kembali terdengar.
“Tunggu aku, Klein. Biarkan aku mengantar mu,” teriak Arthur yang berlari menyusul Klein.
Klein melirik dua orang yang mendekat, lalu bertanya, “Omong-omong, siapa dia?”
“Namanya Lonnie Vularms, servant sekaligus rekan ku yang berharga,” ucap Arthur bangga.
Pemuda itu tiba-tiba menyadari sesuatu dan buru-buru menimpali, “Tentu saja, kamu adalah sahabat ku sekaligus rival ku. Jadi jangan khawatir, Klein.”
Klein memutar matanya, tidak ingin mempedulikan perkataan orang itu. Sebaliknya, dia mengamati Lonnie dengan ekspresi penasaran.
Keluarga Vularms, bangsawan dengan spesialis penempa armor dan senjata terkenal. Keturunan keluarga tersebut jelas-jelas memiliki bakat dalam hal itu.
Akan tetapi, Klein merasa kalau penampilan Lonnie agak kurang meyakinkan.
Jangan salahkan dia berpikir seperti itu. Hal tersebut karena Lonnie memiliki perawakan kecil dan pendek, dengan rambut coklat berbentuk mangkuk ditambah poni yang menutup bagian atas wajahnya.
Walau namanya agak feminim, tetapi dia adalah laki-laki. Seorang laki-laki agak mungil dan pemalu, berbeda dengan kesan Klein pada Keluarga Vularms yang dipenuhi pria berotot dengan kulit agak coklat seolah dilapisi tembaga.
“Mungkinkah dia juga Mage?” tanya Klein ragu.
“Yang benar saja! Tidak semua orang memiliki barisan servant mewah seperti dirimu, My Rival!” Sudut bibir Arthur berkedut, tampak tidak puas.
Ya. Sama seperti yang dikatakan Arthur, barisan pengikut Klein terbilang mewah karena tiga bawahannya adalah Mage.
Berbeda dengan para Warrior, Mage lebih langka dan dianggap memiliki cukup status meski orang itu seorang pelayan. Jadi bisa dibilang Klein memang memiliki barisan servant mewah.
“Bukannya aku tidak ingin memiliki Warrior sebagai pengikut, hanya saja aku belum menemukan orang yang cocok,” ucap Klein.
“Aku mengerti.”
Arthur mengangguk serius. Dia tahu kalau Klein berbeda dengan bangsawan yang biasanya menganggap servant Warrior sebagai perisai daging dan bisa diganti kapan saja.
“Omong-omong, apakah kamu ingin membentuk tim dalam Ujian Rekruitmen Baru?” tanya Arthur.
Mendengar perkataan Arthur, Klein tidak langsung menjawab. Dia mencubit dagu sambil terus berjalan.
Pada akhirnya, pemuda itu hanya berkata,
“Biarkan aku memikirkannya terlebih dahulu.”
>> Bersambung.