Alyssa, seorang gadis dari keluarga sederhana, terpaksa menerima pernikahan dengan Arka, pewaris keluarga kaya raya, demi menyelamatkan keluarganya dari krisis keuangan. Arka, yang memiliki masa lalu kelam dengan cinta pertamanya, juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, tuntutan keluarga dan strata sosial membuat keduanya tidak punya pilihan.
Dalam perjalanan pernikahan mereka yang dingin, muncul sebuah rahasia besar: Arka ternyata memiliki seorang anak dari cinta masa lalunya, yang selama ini ia sembunyikan. Konflik batin dan etika pun mencuat ketika Alyssa mengetahui rahasia itu, sementara ia mulai menyadari perasaannya yang kian berkembang pada Arka. Di sisi lain, bayangan cinta lama Arka kembali menghantui, membuat hubungan mereka semakin rapuh.
Dengan berbagai pergulatan emosi dan perbedaan kelas sosial, Alyssa dan Arka harus menemukan jalan untuk berdamai dengan masa lalu dan membuka hati, atau memilih berpisah dan meninggalkan luka yang tak terobati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ansel 1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia yang Tersembunyi
Suatu sore ketika Arka sedang bekerja di kantor, Alyssa sedang membereskan kamar. Ia tak sengaja membuka salah satu laci di meja samping tempat tidur Arka, mencari ruang untuk meletakkan buku-buku kecilnya. Namun, saat menarik laci itu, pandangannya tertumbuk pada sebuah bingkai foto yang terbalut kain putih.
Alyssa ragu sejenak, tapi dorongan ingin tahu mengalahkan rasa sungkannya. Dengan perlahan, ia membuka kain penutupnya, dan di sana terdapat foto seorang anak kecil, mungkin berusia sekitar lima tahun, yang tengah tersenyum lebar ke arah kamera. Mata anak itu besar dan berbinar, wajahnya penuh keceriaan dan polos sesuatu yang membuat Alyssa terpaku sejenak.
“Siapa anak ini?” pikir Alyssa, hatinya bergetar. Ia tahu bahwa foto ini pasti penting bagi Arka, mengingat letaknya yang tersembunyi dan terlihat terlindungi dengan hati-hati.
Berbagai pertanyaan mulai berkecamuk di benak Alyssa. Anak siapakah ini? Apakah mungkin anak ini ada hubungannya dengan masa lalu Arka yang tak pernah ia ceritakan? Alyssa teringat bahwa Arka hampir tak pernah membahas kehidupan pribadinya, terutama soal masa lalunya. Seolah ada tembok yang ia bangun untuk menutup rapat semua itu.
Perasaan aneh mulai muncul di dalam dirinya. Alyssa tahu bahwa mungkin ia tak seharusnya merasa cemburu, namun melihat foto itu membuatnya mempertanyakan tempatnya di kehidupan Arka. Apakah anak ini siapa pun dia lebih berharga bagi Arka daripada dirinya? Mungkinkah ada rahasia lain yang selama ini disembunyikan darinya?
Malamnya, saat Arka pulang, Alyssa mencoba bersikap biasa. Namun, perasaan gundah di hatinya tak bisa ia sembunyikan sepenuhnya. Ia teringat foto itu setiap kali menatap wajah Arka, membuatnya merasa ada jarak yang semakin lebar di antara mereka. Alyssa ingin bertanya, ingin tahu siapa anak di foto itu, tapi ia takut akan jawaban yang mungkin ia terima. Bagaimana jika anak itu adalah bagian dari masa lalu Arka yang tak bisa ia gantikan?
Beberapa hari berlalu, dan rasa penasaran Alyssa semakin memuncak. Ia menjadi lebih sering memikirkan foto itu, bahkan sampai tak bisa tidur nyenyak. Di satu sisi, ia ingin percaya bahwa Arka tidak menyembunyikan apa pun darinya. Namun, di sisi lain, rasa penasaran dan kecemburuan yang tak terjelaskan terus menghantuinya.
Satu malam, saat mereka sedang duduk di ruang tamu, Alyssa mencoba membuka pembicaraan. Ia menatap Arka yang sedang membaca, mencoba mencari cara untuk menyampaikan rasa penasarannya tanpa menyinggung.
"Arka, ada hal yang ingin aku tanyakan," ujar Alyssa pelan, suaranya sedikit ragu.
Arka mengangkat wajahnya dari buku dan menatap Alyssa. “Apa itu?”
Alyssa terdiam sejenak, merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Ia ingin bertanya tentang foto itu, namun saat bertemu dengan tatapan tenang Arka, keberaniannya surut. Akhirnya, ia hanya menggeleng.
“Tidak, tidak ada,” ucap Alyssa sambil tersenyum tipis, menutupi kegelisahannya.
Arka mengangguk dan kembali membaca, sementara Alyssa merasa kecewa pada dirinya sendiri karena tak berani menanyakan hal yang sebenarnya mengganggu pikirannya. Namun, ia tahu bahwa pertanyaan itu tak akan hilang begitu saja. Alyssa harus mengetahui kebenaran, karena perasaan penasaran dan cemburu yang terus tumbuh ini akan menggerogoti ketenangannya jika dibiarkan berlarut-larut.
Beberapa hari berlalu setelah Alyssa menemukan foto itu, tetapi pikiran tentang anak kecil tersebut terus menghantuinya. Setiap kali ia memandang Arka, ada perasaan tak tenang yang tumbuh di hatinya, perasaan bahwa ia mungkin hanya menjadi bagian kecil dalam hidup Arka yang penuh misteri.
Alyssa mulai memperhatikan Arka dengan lebih teliti, mencari petunjuk atau sikap yang mungkin memberi jawaban tentang anak dalam foto itu. Namun, Arka tetap seperti biasa, tenang dan tertutup. Perasaannya terombang-ambing di antara rasa penasaran dan ketakutan akan kebenaran yang mungkin mengecewakannya.
Suatu malam, Alyssa memutuskan untuk memberanikan diri berbicara. Ia tak bisa terus menahan perasaannya sendiri. Setelah makan malam, ia mendekati Arka yang sedang duduk di ruang tamu, tampak tenggelam dalam pikirannya.
“Arka…” suara Alyssa terdengar pelan, namun ada tekad kuat di baliknya. Arka menoleh, menatapnya dengan ekspresi tenang, seolah tahu bahwa Alyssa ingin membicarakan sesuatu yang penting.
“Ada hal yang… sudah lama aku ingin tanyakan,” Alyssa melanjutkan, mencoba mengatur napasnya agar tak terdengar terlalu gugup.
Arka mengangguk perlahan, memberi isyarat agar Alyssa melanjutkan.
“Aku… aku menemukan sebuah foto anak kecil di laci kamar. Anak itu… siapa dia, Arka?” tanyanya, suaranya bergetar sedikit. Ia menahan napas, menunggu jawaban Arka, khawatir bahwa ia mungkin telah melangkah terlalu jauh dengan pertanyaannya.
Arka terdiam, tatapannya tak beralih dari wajah Alyssa. Untuk beberapa detik, Alyssa merasakan ketegangan yang kental di antara mereka, seolah Arka sedang mempertimbangkan jawaban yang tepat.
Setelah beberapa saat, Arka menghela napas panjang. “Anak itu… adalah bagian dari masa lalu yang sulit bagiku untuk dibicarakan,” jawabnya akhirnya, suaranya terdengar penuh dengan beban yang selama ini ia sembunyikan.
Alyssa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, mendengar nada kesedihan di suara Arka. Ia tahu bahwa Arka sedang berusaha untuk membuka diri, meski tampak berat baginya. “Arka… apakah anak itu… putramu?” tanya Alyssa pelan, berusaha menyiapkan diri untuk kemungkinan jawaban yang mungkin menyakitkan.
Arka menggeleng pelan. “Bukan, dia bukan anakku. Dia adalah adikku… Dan dia sudah tiada,” jawab Arka, suaranya lirih.
Mendengar jawaban itu, Alyssa merasa perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Ia tak pernah menyangka bahwa foto itu menyimpan cerita yang begitu menyedihkan. “Maaf, Arka. Aku… aku tak tahu…”
Arka mengangguk, wajahnya terlihat tenang meski matanya memancarkan kesedihan yang dalam. “Dia adalah adik kecilku, yang sangat aku sayangi. Kehilangannya adalah salah satu hal paling sulit yang pernah aku alami. Itulah mengapa aku jarang membicarakannya. Setiap kali aku melihat fotonya, aku merasakan luka itu kembali terbuka.”
Alyssa duduk di samping Arka, merasa ingin memberinya dukungan meskipun ia tahu bahwa luka itu tidak mudah untuk disembuhkan. Ia meletakkan tangannya di atas tangan Arka, memberikan kehangatan yang sederhana, namun tulus.
“Terima kasih sudah memberitahuku, Arka,” ucap Alyssa lembut. “Aku tahu betapa sulitnya membuka diri, apalagi soal hal yang menyakitkan.”
Arka menatapnya, matanya mengungkapkan rasa terima kasih yang dalam. Dalam keheningan itu, mereka berbagi momen yang penuh kejujuran, dan Alyssa merasa lebih dekat dengan Arka dari sebelumnya. Ia memahami bahwa di balik sikap dinginnya, ada seseorang yang pernah merasakan kehilangan besar, seseorang yang selama ini berusaha menutupi luka yang ia bawa sendirian.
Malam itu, saat Alyssa berbaring di tempat tidur, ia merasa bahwa dinding yang selama ini memisahkan mereka mulai retak. Mungkin, perjalanan mereka masih panjang dan penuh dengan rahasia yang perlu diungkap. Namun, Alyssa siap untuk menjalani semuanya bersama Arka, satu langkah demi satu langkah.