“Memangnya aku sudah gak laku?, aku bahkan belum pernah mencoba mendekati seorang gadis.” Gerutu Kevin. -Kevin Alexander Geraldy-
Beberapa hari setelah ia tiba di jakarta usai menyelesaikan pendidikan dokternya, ia mendapatkan kejutan dari papi dan mommy nya, bahwa papi Alexander menginginkan Kevin menikahi seorang gadis, dan yang paling membuat Kevin begitu emosi adalah, pernikahan ini adalah buntut dari sebuah surat wasiat yang di terima Alexander 15 tahun yang lalu.
“Aku juga tidak ingin menikah denganmu, aku menikah dengan mu karena aku tak ingin image baik yang sudah menempel padaku rusak begitu saja,” balas Gadisya dengan emosi yang tak kalah dahsyat nya. “Aku hanya yatim piatu yang kebetulan beruntung bisa mewujudkan impianku menjadi dokter, aku tak memiliki apa apa, bahkan silsilah keluarga yang bisa ku banggakan, jadi setidaknya aku harus mempertahankan nama baikku, karena itu adalah harga diriku, dan aku bangga. -Gadisya Kinanti-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26.
Kendaraan roda 4 itu membelah jalanan jakarta yang mulai ramai, sementara pasangan pengantin muda yang ada di dalamnya nampak asik menikmati perjalanan sambil menghabiskan sarapan mereka.
Karena terbatasnya waktu menyiapkan sarapan, gadisya membuat sandwich, kini Gadisya tengah sibuk mengunyah sarapannya, sementara Kevin fokus mengemudi.
Usai menghabiskan sandwich miliknya Gadisya membuka Sandwich milik suaminya.
"Buka mulut!!" Gadisya memerintahkan Kevin membuka mulutnya, ia bermaksud menyuapi suaminya, selagi ia mengemudi.
"Aku bisa makan sendiri," jawab Kevin dingin.
"Ayolah … aku khawatir, nanti setiba di rumah sakit, abang malah tak sempat sarapan," Gadisya beralasan. "Tenang saja, hanya 3 bulan, setelah itu aku tak akan lagi memaksamu sarapan seperti ini." Gadisya lagi lagi menggunakan waktu 3 bulan mereka sebagai alasan.
Akhirnya Kevin pun bersedia membuka mulutnya, Gadisya sangat bahagia, setidaknya walau Kevin tak memiliki perasaan terhadapnya, Gadisya akan menggunakan waktu 3 bulan ini sebaik baiknya, sesuai janjinya pada dirinya sendiri, 'semoga nanti setelah aku menjauh, hidupmu akan lebih bahagia bang,' ujarnya dalam hati.
Dengan sabar Gadisya menyuapkan sandwich di pada Kevin, hingga mereka tiba di rumah sakit, dan Kevin berhasil menyelesaikan sarapannya.
Mereka bergandengan tangan seperti hari sebelumnya, belum banyak pasien yang datang, karena hari masih terlalu pagi, dan jam operasional rumah sakit baru akan dimulai beberapa menit lagi.
"Dokter Kevin …" seseorang berteriak memanggil Kevin.
"Ada apa suster?"
"Dok, pasien Kritis, saturasi oksigennya juga terus menurun, operasinya harus segera di mulai."
Dengan segera Gadisya melepaskan genggamannya, dan Kevin pun berlari cepat menuju ruang operasi.
"Syukurlah dia sudah menyelesaikan sarapannya," ujar Gadisya lirih, ketika menatap punggung suaminya yang menghilang di balik dinding rumah sakit, karena ia tahu betapa dinginnya di ruangan operasi, setidaknya jika sudah makan, Kevin akan punya cukup tenaga untuk menyelesaikan operasi, tanpa menyakiti dirinya sendiri.
Di tengah lamunannya, tetiba ponselnya berdering.
'nomor panti asuhan' pikir Gadisya.
"Iya mbak murti?" Jawab Gadisya.
Mbak Murti adalah asisten ibu Nani, kepala panti asuhan.
"Dok … bu Nani sakit,"
Gadisya cukup terkejut mendengar berita tersebut, pasalnya selama ini bu Nani yang ia kenal selalu terlihat sehat dan jarang sakit.
"Sakit apa Mbak? Sudah dibawa ke dokter?" Tanya Gadisya panik.
"Ibu nya gak mau dok."
"Emmm begini saja mbak, nanti selesai Praktek, aku ke panti asuhan sekalian memeriksa kondisi Bu Nani, tolong pastikan bu Nani makan ya mbak."
"Iya dok,"
Gadisya segera menuju ruang prakteknya, hendak menanyakan ada berapa pasien yang mendaftar, dia tak ingin menerima banyak pasien hari ini, karena harus segera ke panti asuhan, jadi Gadisya meminta bantuan perawat, untuk membatasi jumlah pasiennya hari ini.
🌻🌻🌻
Gadisya buru buru turun dari taxi, sejam yang lalu ia menyelesaikan praktek rawat jalannya, dan kini ia sudah berada di panti asuhan.
Anak anak kecil yang mengenalnya, langsung berlarian memeluknya.
Yah walau sudah tak tinggal di panti asuhan, Gadisya masih sering berkunjung, ketika di desa sekar kencana, ia tak pernah berkunjung karena jaraknya terlalu jauh, tapi walau demikian, walau sedikit Gadisya selalu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk kebutuhan panti asuhan.
Usai menerima banyak pelukan, gadisya pun menghampiri kamar ibu Nani, wanita paruh baya itu nampak pucat di atas pembaringan nya.
Gadisya duduk disisi tempat tidur ibu Nani.
Menyadari ada pergerakan di sisi tempat tidurnya, Ibu Nani pun membuka mata.
Gadisya menggenggam tangan Ibu Nani, wanita baik yang menyayanginya, setulus kasih sayang seorang ibu.
Ibu Nani tersenyum melihat kehadiran Gadisya.
"Sejak kapan ada di sini?"
"Baru saja tiba bu." Jawab Gadisya.
Ibu Nani berusaha duduk, dan dengan bantuan Gadisya beliau pun berhasil duduk, walau masih bersandar di bantal.
"Gadisya periksa ya bu?" Tanya Gadisya seraya mengeluarkan stetoskop dan alat tensi yang selalu ia bawa di dalam tas kerjanya.
Ibu Nani hanya mengangguk pasrah, sungguh bahagia ia melihat salah satu anak asuhnya koni sudah berhasil menjadi wanita hebat di bidang medis, Ibu Nani tak pernah berharap lebih pada anak anak yang telah keluar dari panti asuhan, namun ia sangat tersentuh ketika mereka datang, walau hanya sekedar berkunjung dengan tawa bahagia, itu saja sudah membuat Ibu Nani ikut merasakan bahagia.
"Semuanya normal, kecuali tekanan darah yang agak tinggi, ibu harus sehat, kami semua membutuhkan ibu." Ujar Gadisya lirih."ini Gadisya bawa suplemen dan vitamin, jangan lupa diminum, dan banyak istirahat …. " Dan entah apa lagi kalimat yang diucapkan Gadisya, ibu Nani hanya menikmati semua perhatian anak asuhnya tersebut, itu sudah merupakan obat luar biasa baginya.
"Apa kamu sehat nak?" Tanya Ibu Nani ketika akhirnya Gadisya berhenti bicara.
"Sehat bu, apa ibu lupa kalau aku dokter sekarang, jadi jangan mengkhawatirkan aku," jawab Gadisya riang.
Ibu Nani tersenyum bahagia, anak asuhnya yang satu ini memang sedikit berbeda, ia selalu ingin membagi apa yang ia punya pada teman teman nya, walau pada akhirnya miliknya akan habis tak bersisa.
"Apa kamu sedang jatuh cinta nak?"
"Ah ibu, kenapa menanyakan ku, harusnya aku yang menanyakan keadaan ibu."
"Apa salahnya, ibu kan juga ingin tahu kabarmu." Jawab Ibu Nani.
Wajah Gadisya bersemu kemerahan, kemudian ia mengangguk malu, jujur saja Gadisya mulai memiliki rasa pada suaminya, mungkinkah sejak kejadian malam pertama mereka? Entah, Gadisya sendiri tak tahu kapan pastinya.
"Ibu senang, semoga kamu selalu menemukan kebahagiaan di manapun,"
"Ibu … " tiba tiba suara keras terdengar dari luar kamar ibu Nani.
Tak lama seorang pria muda seusia Gadisya menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
"Bagaimana ibu bisa sakit, apa suplemen yang waktu itu aku kirik buat ibu, tidak di minum?" Tanya pria itu Khawatir.
Namun ibu Nani hanya tersenyum bahagia, mendapatkan perhatian dari anak anak asuhnya.
"Melihat kalian di sini ibu sudah senang." Jawab ibu Nani menanggapi kekhawatiran Bima.
Yah pria muda itu adalah Bima, dulu Gadisya dan Bima adalah teman sesama penghuni panti asuhan, dan kini keduanya pun sama sama dekat dengan keluarga Geraldy.
Bima adalah Asisten, sekaligus sahabat nya Andre, sementara Gadisya adalah menantu keluarga Geraldy.
Ketiganya pun terlibat obrolan ringan, mengingat semua memori dan kenangan indah selama Gadisya dan Bima tinggal di panti asuhan, hingga tak terasa sudah 1 jam waktu berlalu.
Tak lama Ponsel Gadisya menampilkan notifikasi pesan, rupanya pesan dari suaminya.
"Aku menunggu di luar."
Singkat padat dan jelas, walau begitu Gadisya sudah bahagia, walau masih dingin, Kevin sudah berubah, tak seperti Kevin yang ia jumpai pada awal pernikahannya satu bulan yang lalu.
Lalu Gadisya pun pamit, ternyata Bima pun demikian, karena dia Harus menemani Andre ke singapura, beberapa jam kedepan.
Mereka berjalan bersama keluar dari panti asuhan, sesekali tertawa lepas.
Tanpa Mereka sadari, yang tengah menunggu di dalam mobil, sudah menatap dengan pandangan dingin dan amarah yang tidak bisa di tebak.
Sifat posesif nya mengatakan, bahwa wanita itu adalah istrinya, walau hanya 3 bulan, ia tak boleh membagi tawanya dengan pria lain, dengan geram Kevin menggenggam stir mobil hingga buku buku jari nya memutih.
.
.
.
.
.
.
sampai jumpa besok di jam kunti 👻👻👻