Arabella harus menelan kekecewaan dan pahitnya kenyataan saat dirinya mengetahui jika pria yang selama dua tahun ini menjadi kekasihnya akan bertunangan dan menikah dengan wanita yang sudah dijodohkan dengan pria itu.
Arabella pikir dirinyalah wanita satu-satunya yang dicintai pria itu, tapi ternyata dirinya hanyalah sebagai pelampiasan selama wanita yang dijodohkan berada di luar negeri.
"Bagaimana jika aku hamil? apa kau memilih ku dan membatalkan perjodohan mu?"
"Aku tidak mungkin mengecewakan kelaurga ku Ara."
Jawaban Maher cukup membuat hati Arabella seperti ditikam benda tajam tak kasat mata. Sakit, terlalu sakit sampai dirinya lupa bagaimana melupakan rasa sakit itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
Seorang pria tengah duduk dengan keadaan yang kacau sejak tadi dirinya menunggu infomasi dari aisisten dan anak buahnya.
Maher menatap kesekeliling dengan kedua mata memerah, pria itu tersenyum miris saat bayangan dirinya dan Arabella selalu hadir di otaknya. Di sofa, balkon dan bahkan kamar mandi, ranjang pun adalah tempat di mana mereka menumpahkan rasa yang bergejolak di dada. Namun kini semua hanya tinggal bayangan semu yang tidak bisa Maher jangkau kembali, semua tidak akan kembali seperti dulu.
Drt...Drt..Drt..
Deringan ponselnya membuat Maher mengusap wajahnya kasar. sejak tadi dirinya tidak beranjak dari kamar yang penuh kenangan manis tersebut. Maher menatap layar ponselnya dan nama ibunya yang tertera membuat Maher semakin merasakan sesak hatinya.
"Halo, Mah."
Terdengar suara dari ujung telepon, sang Mama yang bicara.
"Hm, Maher ada perlu di luar, jadi Maher tidak ada di kantor."
Sepertinya Nyonya Adam sedang ada di kantor.
"Baiklah, Maher akan kesana."
Hembusan napas kasar dari bibirnya menggambarkan betapa kacau suasana hatinya, sejak tadi orang suruhannya belum memberikan kabar membuat Maher merasa kalut.
Keluar dari kamar Maher berjalan keluar apartemen, pria itu akan menemui orang tuanya yang sudah menunggunya. Saat di lobby, Maher melihat satpam yang biasanya berjaga.
"Pak?" Maher menyapa lebih dulu.
"Eh, bapak. Apa kabar?" Pria itu tersenyum ramah melihat pria yang suka memberinya uang tips.
"Baik, saya mau tanya? apa bapak melihat wanita yang sering bersama saya keluar dari apartemen ini?" Tanya Maher dengan wajah berharap.
Bapak satpam itupun mengingat-ingat. "Saya sif pagi pak, tadi kemarin sore saat berganti sif. Saya melihat wanita yang bersama bapak keluar sambil membawa koper."
Jantung Maher berdebar dengan kencang. "Bapak tahu dia pergi kemana? atau dia mengatakan sesuatu?" Tanya Maher dengan nada tak sabaran.
"Tidak, hanya saja saat saya tanya katanya ingin pindah ke tempat yang baru."
Maher memejamkan matanya, dirinya benar-benar merasakan sesak di dadanya.
"Memangnya ada apa pak?" Tanya pak satpam itu lagi.
"Tidak, terima kasih infonya." Maher memberikan uang dan berlalu pergi.
Pria itu tidak mendapatkan petunjuk kemana Arabella pergi.
.
.
Di kosan Arabella membuka matanya, wanita itu merasakan perutnya yang lapar, dan melihat jam di dinding.
Karena menangis semalam Arabella sampai bangun kesiangan, tapi mengingat dirinya sudah tidak bekerja lagi membuatnya menghela napas.
Berjalan ke kamar mandi, Arabella membersihkan diri lebih dulu sebelum memesan makanan, Arabella hanya berjaga-jaga tidak keluyuran lebih dulu, takut jika Maher atau anak buahnya menemukan dirinya.
Arabella sengaja menyewa kos untuk satu bulan, dirinya tidak mungkin akan langsung pulang ke rumah kedua orang tuanya karena mungkin juga Maher akan menyuruh orang untuk mencarinya kesana.
"Percaya diri sekali kamu Ara." Gumamnya sambil tersenyum miris.
Mana mungkin Maher akan mencarinya, jika dirinya saja tidak berarti untuk pria itu. Yang Maher butuhkan darinya hanyalah kehangatan rajang, dan sekarang pria itu berhasil membuatnya berbadan dua.
Mengingat bayinya, Arabella kembali meneteskan air matanya, dirinya takut menghadapi kejamnya dunia, hamil tanpa pernikahan hanya di pandang sebelah mata. Belum lagi dengan kedua orang tuanya pasti dirinya sudah membuat mereka kecewa dan menanggung malu. Tapi mau bagaimana lagi hanya kelurga yang Arabella miliki Maher tidak ingin menerima bayinya dan dirinya tidak akan rela membunuh bayinya sendiri.
"Maafkan Mama sayang, kamu yang kuat kita berjuang bersama yah."
Diusapnya perut nya yang rata, rasa sesak semakin mendominasi hatinya.
"Bagaimana jika mereka tidak merima ku."
Bayangan kedua orang tuanya yang tidak menerima dirinya yang sedang hamil, bayangan wajah terpukul dan kecewa kedua orang tuanya yang begitu membuatnya bersalah dadanya kian sesak dengan hati yang sakit.
Bagaimana jika keluarga mereka di kucilkan dan dipandang sebelah mata, bagaimana ibu dan bapaknya menghadapi semua karena dirinya.
.
.
Tiga minggu berlalu..
Arabella tersenyum miris melihat beredarnya kabar jika lusa akan di gelar pernikahan pengusaha muda yang memimpin kerajaan bisnis di era cicit dari Allanaro dan Indira, cucu dari Aldrick Nathan Adhitama dan Ayana Malika Ifana kelurga konglomerat Adhitama Grub. Putra dari Adam Malik Adhitama dan Disya Fanesha.
Tanganya menutup ponsel yang dia genggam, seketika rasa sesak memenuhi rongga dadanya.
Air matanya mengalir begitu saja, Arabella benar-benar dalam kesedihan.
Hujan yang membasahi bumi, seperti mengiringi kesedihannya, dari jendela kaca mobil Arabella menatap air hujan yang turun seperti air matanya.
Sepersekian detik, wanita itu tertegun saat melihat sapi tangan didepan wajahnya. Tak langsung mengambil Arabella menoleh kesamping.
"Saya tidak punya tisu hanya punya ini." Kata seseorang yang duduk di sampingnya.
Arabella menerima dengan ucapan terima kasih, hari ini dirinya memutuskan untuk pulang kepada orang tuanya setelah kondisi dirasa cukup. Transportasi bus yang akan membawanya pulang.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup menyita waktu, akhirnya Arabella sampai didepan rumah sederhana yang sudah dia tinggalkan selama tiga tahun. Dia pergi untuk mencari pekerjaan layak, Tapi siapa sangka jika dirinya pulang dengan kepahitan.
Saat akan melangkah masuk kepekaragan rumahnya, terdengar suara mesin motor yang sangat Arabella kenal.
"Ara!!" Pekik suara yang sangat familiar di telinganya.
"Kak, Sam." Arabella tersenyum haru saat melihat kakak laki-lakinya memanggil.
Sam, langsung menghentikan kendaraanya dan menghampiri adik perempuannya, memeluk dengan erat dengan perasaan senang.
"Kenapa tidak bilang kalau pulang." Ucap Sam setelah melepaskan pelukannya, ia cium pipi adik kesayangannya dengan penuh haru. Karena memang mereka begitu dekat.
"Aku ingin buat kak Sam kejutan." Balasnya dengan senyum manis.
Sam hanya terkekeh, lalu melihat koper besar di samping adik perempuannya.
"Apa kau di usir, kenapa koper mu besar sekali." Ucapnya dengan nada menyindir.
"Aku di usir, makanya aku pulang. Rindu ibu dan bapak."
Sam hanya mengagguk, dan mengajak adiknya untuk masuk kedalam rumah.
Mereka belum tahu apa yang terjadi dengan Arabella.
"Beberapa minggu lalu, ada orang yang menanyakan dirimu, tapi tidak tahu siapa." Kata Sam setelah menaruh barang Arabella.
Arabella hanya tersenyum masam, duganya benar jika orang-orang Maher mencarinya. Tidak mungkin pria yang memiliki kuasa itu akan diam saja.
"Ya sudah kamu istrirahat dulu, kakak mau bantu ibu dan bapak di kedai." Sam pamit pergi, tapi sebelum itu dia mendaratkan kecupan di kening adiknya.
"Nanti Ara menyusul kak, tapi jangan bilang-bilang dulu sama ibu dan bapak."
Sam hanya mengagguk dan menggunakan tangannya untuk setuju. Setelah Sam keluar, kedua mata Arabella kembali mengembun.
Rasanya belum siap untuk menemui kedua orang tuanya, dirinya benar-benar tidak siap dan takut.
"Tuhan beri aku kekuatan."
Tinggalkan jejak kalian sayang 😘😘😘