NovelToon NovelToon
Sistem Villain Sejati

Sistem Villain Sejati

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Iblis / Mengubah Takdir / Dunia Lain / Fantasi Isekai
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nov Tomic

Genre: Action, Drama, Fantasy, Psychological, System

Seluruh siswa kelas 3A tidak pernah menyangka kalau hidup mereka akan berubah drastis ketika sebuah ritual aneh menarik mereka ke dunia lain. Diberikan gelar sebagai "Pahlawan Terpilih," mereka semua mendapat misi mulia untuk mengalahkan sang Raja Iblis dan menyelamatkan dunia asing tersebut. Di antara mereka ada Hayato, siswa yang dikenal pendiam namun selalu memiliki sisi perhatian pada teman-temannya.

Namun, takdir Hayato justru terpecah dari jalur yang diharapkan. Ketika yang lain menerima berkat dan senjata legendaris untuk menjadi pahlawan, Hayato mendapati dirinya sendirian di ruangan gelap. Di sana, ia bertemu langsung dengan sang Raja Iblis—penguasa kegelapan yang terkenal kejam. Alih-alih membunuhnya, Raja Iblis memberikan tawaran yang tak bisa Hayato tolak: menjadikannya "Villain Sejati" untuk menggantikan posisinya dalam tiga tahun mendatang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nov Tomic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

— BAB 25 — Menuju Katherine Rundell Part 1 —

Dua hari telah berlalu, langit mulai berganti senja ketika kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Katherine Rundell. Udara hutan semakin dingin, dan bayangan pepohonan menjalar seperti tirai gelap yang membatasi pandangan.

Eirene berjalan di sampingku, wajahnya tampak waspada. “Menurut cerita yang kudengar, perbatasan menuju Katherine Rundell dijaga oleh makhluk-makhluk liar yang tidak suka orang asing. Mereka disebut Penjaga Batu.”

Aku mengangguk, mengingat informasi itu dari sistemku. Penjaga Batu adalah makhluk berbentuk humanoid yang terbuat dari batu kasar, diciptakan oleh sihir kuno untuk melindungi wilayah Katherine Rundell dari penyusup. Mereka tidak memiliki kesadaran, hanya bertindak berdasarkan insting untuk menyerang siapa pun yang mencoba masuk.

“Kalau begitu, kita harus berhati-hati,” kataku. “Aku akan menggunakan Petunjuk Arah lagi untuk memastikan jalur kita.”

Aku mengaktifkan skill Petunjuk Arah, dan layar sistem muncul di depanku. Panah hijau yang muncul tetap menunjuk lurus ke depan, melewati celah sempit di antara dua tebing besar. “Sepertinya itu adalah gerbang masuknya.”

Eirene mengangguk pelan. “Kalau begitu, kita harus bersiap. Penjaga Batu biasanya tidak akan membiarkan kita lewat begitu saja.”

Kami melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Langkah kami semakin melambat saat suara gemuruh terdengar dari kejauhan, seperti batu yang bergesekan satu sama lain. Ketika kami mendekati celah di antara tebing, aku melihat sesuatu bergerak di bayang-bayang.

Dua sosok besar berdiri di depan kami, tubuh mereka sepenuhnya terbuat dari batu kasar yang ditumbuhi lumut dan retakan. Mata mereka bersinar merah terang, memberi kesan mengintimidasi. Tinggi mereka sekitar tiga meter, dan tangan mereka menggenggam senjata besar yang tampak seperti kapak batu.

“Penjaga Batu,” bisikku, merasakan darahku mengalir lebih cepat.

Eirene memegang lenganku. “Hayato, apa rencanamu?”

Aku menarik napas dalam-dalam. “Kau tetap di belakangku. Aku akan menghadapinya sendiri. Kalau aku mengalami kesulitan, gunakan saja sihirmu untuk membantu.”

Eirene tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Baiklah. Hati-hati, Hayato.”

Aku maju perlahan, mengangkat tombakku yang terbuat dari darah. Kedua Penjaga Batu itu langsung bereaksi, mata mereka bersinar lebih terang. Mereka mulai bergerak, langkah kaki mereka membuat tanah bergetar.

Penjaga pertama mengayunkan kapaknya ke arahku dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan tubuhnya yang besar. Aku menghindar ke samping, merasakan angin kencang dari ayunannya. Aku membalas dengan menusukkan tombakku ke lengan batu itu, tapi seranganku hanya menghasilkan goresan kecil.

“Seperti yang kuduga, kulit mereka terlalu keras,” gumamku.

Aku mundur beberapa langkah, mencoba menenangkan napasku. Dalam pikiranku, hanya ada satu cara untuk melawan mereka—menggunakan Null. Tapi, aku tahu risikonya besar. Skill itu menguras terlalu banyak energi, dan aku belum sepenuhnya memahami bagaimana cara menggunakannya dengan efektif.

“Aku harus mencobanya,” bisikku pada diri sendiri.

Aku mengangkat tangan kiriku, memusatkan energi ke dalam tubuhku. Skill Null mulai aktif, menimbulkan aura hitam pekat di sekitarku. Suara gemuruh memenuhi udara, seolah-olah seluruh energi di sekitarku tersedot ke dalam tubuhku. Rasanya seperti tenggelam di lautan yang gelap, tapi aku memaksakan diriku untuk tetap fokus.

Penjaga Batu pertama maju dengan cepat, mengayunkan kapaknya ke arahku. Aku menggerakkan tanganku, dan aura hitam itu membentuk bilah tajam yang memotong udara. Dengan satu serangan, aku berhasil memotong kapak batu itu menjadi dua, tetapi energi di tubuhku langsung terkuras.

“Ini... jauh lebih sulit dari yang kubayangkan,” pikirku, tubuhku mulai gemetar.

Penjaga kedua maju dengan langkah berat, mencoba menyerang dari sisi lain. Aku melompat ke samping, menghindari serangannya. Tapi, tubuhku mulai melemah, dan serangan balasanku kehilangan presisi.

“Hayato!” teriak Eirene dari belakang, tapi aku hanya mengangkat tangan untuk menyuruhnya tetap di tempat.

Aku menggertakkan gigi, memusatkan sisa energiku. Dengan menggunakan Null, aku menciptakan bola energi hitam yang mengambang di tanganku. Bola itu berdenyut seperti jantung, semakin besar dan berat setiap detiknya.

“Ini untuk mengakhirinya,” gumamku, melempar bola energi itu ke arah kedua Penjaga Batu sekaligus.

Ledakan besar terjadi, menghancurkan tanah di sekitar kami. Ketika debu mulai mereda, aku melihat kedua Penjaga Batu itu hancur berkeping-keping. Tapi tubuhku langsung ambruk ke tanah, napasku terengah-engah. Rasanya seperti semua energiku tersedot habis.

Eirene berlari mendekat, wajahnya penuh kekhawatiran. “Hayato! Kau tidak apa-apa?”

Aku mengangguk lemah, mencoba berdiri dengan sisa tenagaku. “Aku baik-baik saja... Hanya perlu istirahat.”

Ia memapahku dengan hati-hati, membantu tubuhku yang hampir tidak bisa berdiri. “Kau benar-benar keras kepala,” katanya dengan nada pelan. “Tapi... kau berhasil.”

Aku hanya tersenyum kecil, menatap tumpukan batu di depan kami. “Ayo lanjutkan perjalanan. Perbatasan Katherine Rundell sudah dekat.”

Dengan langkah perlahan, kami meninggalkan tempat itu, melanjutkan perjalanan. Di dalam pikiranku, hanya ada satu hal yang terus terngiang—aku harus menguasai Null dengan lebih baik, atau aku tidak akan bertahan.

Tak lama waktu berselang, langit mulai berubah gelap ketika kami akhirnya menjauh dari lokasi pertempuran. Tubuhku masih terasa lemas setelah menggunakan Null, setiap langkah terasa seperti menyeret beban berat. Di belakangku, Eirene terus berjalan dengan ekspresi penuh perhatian.

“Hayato,” panggilnya pelan. “Kita sebaiknya berhenti untuk malam ini. Kau butuh istirahat, dan kita tidak tahu apa yang menunggu di depan.”

Aku menatap sekeliling. Hutan ini terlalu sunyi, hanya suara serangga dan gemerisik angin yang menemani. Meski aku merasa harus terus maju, tubuhku berkata lain. Napasku masih berat, dan langkahku mulai goyah.

“Baiklah,” jawabku akhirnya. “Kita cari tempat yang aman.”

Setelah beberapa menit berjalan, kami menemukan area kecil yang cukup lapang, dikelilingi pepohonan tinggi yang bisa melindungi kami dari angin malam. Aku menjatuhkan tas hitamku, sementara Eirene mulai mengumpulkan ranting-ranting kering.

“Aku akan membuat api unggun,” katanya.

Aku hanya mengangguk, terlalu lelah untuk menolak tawarannya. Saat aku duduk di atas tanah yang dingin, aku merasakan tubuhku mulai sedikit rileks. Tapi pikiranku masih sibuk memikirkan apa yang akan kami hadapi di Katherine Rundell.

Beberapa saat kemudian, api unggun menyala. Eirene duduk di seberangku, wajahnya bercahaya oleh nyala api. Ia tampak begitu tenang, seolah tidak ada apa pun yang bisa menggoyahkan keyakinannya.

“Ini cukup nyaman,” katanya sambil tersenyum kecil.

Aku mengangguk pelan, mencoba mengabaikan rasa lelah di tubuhku. “Setidaknya kita aman untuk malam ini.”

Keadaan menjadi hening. Kami kehabisan topik. Aku menatap gelapnya hutan di malam hari. Tapi, entah kenapa—rasanya Eirene menatapku terlalu intens, bahkan tersenyum kecil.

Aku tidak tahu isi pikiran Eirene. Di saat aku menatap hutan yang begitu gelap ini, ia malah menatapku sembari tersenyum. Atau mungkin, itu hanya perasaanku saja?

Jujur saja, akhir-akhir ini, aku jadi lebih gugup ketika melihat Eirene.

1
Z Uli
lanjut
Nov Tomic: siap🫡
total 1 replies
Ftomic
mantap ini idenya rada fresh, biasanya MC ke Isekai kalo ga dibuang ya dapat skill cheat, tapi yg ini eksekusinya lebih bagus karena MC bakal jadi raja iblis. semangat Thor semoga konsisten!/Plusone/
Nov Tomic: terima kasih
total 1 replies
FJ
🌹🌹 buat author semangat yahhh
Nov Tomic: terima kasih
total 1 replies
FJ
ditengah tengah kebingungan malah terpilih jadi raja iblis, apa karena dia jahat yah makanya di pilih??
Nov Tomic: hmmm🤔
total 1 replies
Imel • DUBY
komen pertama nih
Nov Tomic: wah terima kasih yah
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!