Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Berangkat Bareng
Setelah bercakap-cakap lama dengan Ibu, Nathan akhirnya berpamitan untuk pulang, katanya dia harus pergi ke kantor. Ibu yang sudah menganggap Nathan sebagai putranya sendiri—meski mereka baru berkenalan satu jam yang lalu—mengantarkannya sampai ke depan rumah.
"Hati-hati ya Nathan! Jangan sungkan-sungkan datang lagi!" seru Ibu sambil melambaikan tangannya penuh semangat. Anja yang melihat kelakuan ibunya hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Bu," Anja muncul tiba-tiba di samping Ibu, membuat wanita paruh baya itu terperanjat.
"Astaghfirullah! Kenapa sih?! Kamu tuh ngagetin Ibu aja! Kalau Ibu jantungan gimana?!" Ibu mengelus dadanya sendiri.
"Ibu dari tadi ngobrol apa sih sama Nathan? Kayanya seru banget," tanya Anja sambil menyipitkan mata curiga.
"Kepo," tukas Ibu sambil berbalik badan, kembali masuk rumah.
"Ih, serius loh Bu... Ibu nggak ngomong yang aneh-aneh, kan?" desak Anja.
"Emangnya kamu pikir Ibu ngomong yang aneh-aneh gimana, sih? Justru kamu tuh yang aneh," ketus Ibu sambil melangkah ke arah dapur.
"Ya siapa tau, kan?" Anja tidak menyerah, ia berjalan mengekori Ibunya. "Ibu kan kadang-kadang gitu. Pembahasannya suka yang aneh-aneh,"
"Suudzon aja kamu. Ibu tadi cuma nanya-nanya soal kerjaannya Nathan, sama gimana kehidupannya dulu di luar negeri. Menurut kamu itu namanya aneh-aneh?" Pintar sekali Ibu berbohong, sepertinya memang bakat dari lahir.
"Emangnya ibu ngerti soal kerjaannya Nathan?" Rupanya, Anja yang sudah hidup puluhan tahun bersama Ibu tidak langsung percaya. "Emangnya Ibu ngerti tentang IT? Ibu buka Facebook aja masih suka lupa password!"
"Kamu tuh ya, seneng banget kalau ngejek Ibu!" Ibu memukul pelan dahi Anja dengan menggunakan sendok. "Gini-gini Ibu tuh paham soal IT tau!"
"Oh ya? Emang Ibu tau IT tuh kepanjangannya apa?" Anja menantang sang Ibu. Ibu terdiam sejenak, tampak berpikir keras.
"Ya tau lah!"
"Apa coba?"
"IT tuh kepanjangan dari Ikan Teri!" Ibu menjawab dengan penuh percaya diri.
"Hah?" Anja hanya bisa melongo mendengarnya. "Ah, ibu salah! Berarti bener kan Ibu ngomong aneh-aneh sama Nathan! Cepetan jawab! Ibu ngomongin apa?!"
"Assalamu'alaikum," tepat di saat-saat kritis, Bapak datang. Kedatangannya seperti seorang pahlawan untuk Ibu.
"Waalaikumsalam," Ibu langsung menyambut suaminya sambil tersenyum lebar. "Kok udah pulang Pak, biasanya agak sorean,"
"Iya, soalnya tadi Bapak cuma ngecek persediaan bahan bangunan," jawab Bapak sambil melangkah masuk rumah. Bapak memang bekerja sebagai mandor bangunan, tugasnya mengatur para tukang dan memastikan pembangunan berjalan lancar. Jadi, tidak heran kalau Bapak selalu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari, atau bahkan sampai malam. Bahkan, kalau sedang mengejar tenggat waktu, Bapak kadang tidak pulang selama beberapa hari.
"Pak, pak, sini deh Ibu kasih tau," Ibu menggandeng lengan bapak dengan wajah antusias, berjalan menuju dapur. "Keran wastafelnya udah nggak bocor lagi kan?" Pamer Ibu.
"Loh, kok sudah bener? Kalian panggil tukang ledeng? Padahal rencananya baru mau bapak benerin setelah pulang kerja,"
"Nggak Pak, kita nggak panggil tukang ledeng," Ibu masih saja senyum-senyum. "Yang benerin itu Nathan, tetangga baru di sebelah kita!"
"Pria muda yang kata Ibu baru pulang dari luar negeri?"
"He eh," Ibu mengangguk cepat. "Keren ya, Pak? Udah ganteng, sukses, pinter, terampil lagi!"
Bapak mengernyitkan dahi, merasa heran dengan sikap istrinya yang tiba-tiba memuji orang secara berlebihan "Jangan-jangan kamu naksir sama dia, Bu?"
"Astaghfirullah!" Ibu memukul bahu bapak kencang-kencang. "Bapak tuh mikir apa, sih? Ibu kan udah punya bapak. Maksud Ibu tuh..." Ibu mengarahkan pandangannya kepada Anja. "...dia,"
Bapak mengikuti arah pandangan ibu, lalu menganggukkan kepalanya. "Oh..."
"Kenapa nih pada ngeliatin aku?" Anja mulai memasang wajah curiga. "Bapak sama Ibu lagi ngomongin aku, ya?"
"Ih, pede banget sih kamu! Padahal Bapak sama Ibu lagi mau romantis-romantisan, tapi kamu malah ganggu dengan berdiri di situ. Udah, pergi sana!" usir Ibu sambil melambaikan tangannya ke arah Anja, persis seperti mengusir ayam.
"Yaelah, Bu! Tega amat sama anak!" Anja menggelengkan kepalanya, tapi ia segera menyingkir dari sana. "Kalau mau adegan romantis liat tempat dong! Jangan ngusir aku seenaknya!" Omel Anja sambil melangkah menuju kamarnya.
"Makanya cepat cari pacar sana!" teriak Ibu. "Dasar jomblo!"
Anja sudah tidak mendengarkan ucapan Ibu lagi, karena dia menutup pintu kamarnya rapat-rapat.
...----------------...
Esok paginya, saat akan berangkat sekolah, Anja dibuat kaget dengan ban motornya yang sudah bocor dua-duanya.
"Loh, sejak kapan sudah begini?" Anja bergumam heran. "Kayanya sabtu kemarin masih baik-baik aja deh. Hari minggu kemarin motor ini juga nggak dibawa kemana-mana,"
Anja menggaruk-garuk kepalanya bingung. Ia lalu menoleh untuk melihat motor bapak, tapi ternyata sudah tidak ada. Padahal kalau bapak belum berangkat, dia bisa nebeng sampai ke sekolah.
"Aduh, gimana nih? Mana hari senin lagi," keluh Anja sambil melihat jam tangannya. "Jangan sampe aku telat upacara,"
"Bu Anja?" Nathan muncul dari dalam rumah dengan sudah berpakaian rapi. "Kenapa Bu motornya?"
"Aduh, ini loh Nathan, bannya tiba-tiba bocor semua," Anja menjawab sambil menunjuk motornya.
Nathan mendekati motor Anja dan mengecek kondisi bannya.
"Wah, udah parah banget ini," tukas Nathan setelah beberapa menit mengamati. "Kayanya dua-duanya perlu diganti,"
"Yah, terus gimana dong? Padahal aku harus cepat-cepat berangkat," Anja terus melihat jam tangannya dengan wajah cemas. "Apa aku pesan ojol aja, ya? Duh, kenapa di saat seperti ini nggak ada sinyal, sih?"
"Eng..." Nathan berpikir sejenak, lalu menunjuk mobilnya. "Berangkat bareng aku aja kalau gitu Bu,"
"Beneran?" Anja bertanya ragu. "Tapi, apa nggak merepotkan kamu?"
"Sama sekali nggak kok," Nathan menggeleng cepat. "Kebetulan kantorku juga searah sama sekolah,"
Anja menatap motornya, lalu menatap Nathan secara bergantian. Ia merasa sedikit bimbang dengan tawaran Nathan. Di sisi lain ia tak enak hati jika harus merepotkan mantan muridnya itu, tapi dia juga tidak mau telat ke sekolah.
"Kalau begitu, mohon bantuannya untuk kali ini saja ya Nathan," Anja akhirnya mengangguk setuju, membuat Nathan langsung bersorak kegirangan di dalam hati.
YEEEEESSSSSSSSS!
"Setiap hari juga nggak papa loh Bu Anja," gumam Nathan lirih. Ia lalu berjalan mendahului Anja, bergegas membukakan pintu mobil.
"Eh, eh, nggak usah begitu Nathan. Ibu bisa sendiri kok,"
"Nggak apa-apa Bu. Ini salah satu adat di Australia sana. Ladies first," bual Nathan. Adat apanya, dia hanya mengada-ada supaya Anja mau menerimanya.
"Kalau begitu, permisi," Anja akhirnya melangkah masuk ke dalam mobil. Anja pikir, Nathan akan langsung menutup pintu mobilnya setelah Anja masuk, tapi nyatanya tidak. Pria itu justru tampak mendekatkan tubuhnya pada Anja.
"Eh?" Anja sontak mundur, meskipun percuma karena punggungnya tertahan oleh sandaran kursi. "Na-Nathan?"
Anja benar-benar merasa gugup. Apalagi wajah Nathan semakin lama semakin mendekat. Anja sontak memejamkan mata, karena dia bingung apa yang harus dilakukan pada situasi seperti ini.
"Nah, sudah," Anja bisa merasakan napas hangat Nathan menjauh. Anja membuka mata, dan terlihat Nathan yang sedang berdiri sambil tersenyum. "Sabuk pengamannya sudah terpasang dengan benar,"
Anja sontak menatap ke bawah dan baru menyadari kalau yang Nathan lakukan tadi adalah memasangkan sabuk pengaman untuknya.
Astaga, apa yang aku pikirkan? Bisa-bisanya aku berpikir Nathan akan menciumku? Ya ampun, dasar otak kotor! Anja merasa malu sendiri.
Nathan lalu menutup pintu mobil. Saat berbalik, senyum di wajahnya memudar, digantikan oleh ekspresi gugup yang tak bisa ia sembunyikan. Ia berusaha mengatur napas, mencoba menenangkan diri agar tidak terlihat bahwa jantungnya sedang berdebar kencang.
Stay calm, Nathan. Stay calm. Nathan terus merapal kata itu di dalam hati sembari melangkah menuju kursi kemudi. Beberapa saat kemudian, mobil miliknya pun melaju meninggalkan pelataran rumah.
Setelah Anja dan Nathan pergi, Ibu diam-diam keluar dari tempat persembunyiannya. Ia tersenyum puas saat melihat mereka berdua berangkat bersama.
"Tak sia-sia aku bangun sebelum subuh," ujar Ibu sambil mengeluarkan paku besar dari sakunya.
kamu g tahu aj sebucin apa Nathan