Jadilah Tempatku Untuk Pulang
***
"Ya Tuhan, Nona Alea! Lihatlah dirimu! Sungguh cantik dan mempesona ya, seperti bidadari!
Alea, itulah gadis yang selalu dielu-elukan oleh gadis-gadis muda seusianya. Dia berusia 19 tahun, dimana setelah kelulusannya sebagai anak SMA, dan tepat di hari keesokannya lulus dari SMA, ia berulang tahun.
"Hehehe, terima kasih teman-teman!" ucapnya dengan penuh semangat ria.
salah satu sahabatnya, Tyas, membawakan kue ulang tahun yang bertingkat tiga. Semuanya terpana dengan apa yang dilihatnya. Kue bertingkat tiga dengan dekorasi bunga mawar putih serta ornamen-ornamen yang nampak indah dan menggugah selera di saat yang bersamaan.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga!"
"Sekarang juga, sekarang juga!"
Alunan lagu ulang tahun mengiringi hari penuh kegembiraan itu. Senyuman Alea tak sedikitpun meluntur. Bahkan kedua orang tuanya pun juga turut bergembira ria.
"Ayo Alea. Ucapkan permohonanmu!" ucap Tyas.
"Hooh. Mungkin, suatu saat ada pangeran tampan menjemputmu. Ihiiikkk!"
"Ah. Bisa saja kamu, Nana." Alea mengikik geli saat mendengar fantasi Nana yang selalu berlebihan.
"Eehhhh, tapi itu benar loh! Dirimu yang cantik begini, sudah tentu harus ada pangeran tampan yang menjemputmu." ucap Tyas yang menyetujui ucapan Nana.
"Om dan Tante pasti setuju kan dengan apa yang kita berdua ucapin?"
Kedua orang tua Alea, Robi Dirandra dan Yuliana Fadillah, terkekeh. Namun, raut wajah mereka tak dapat dibohongi kalau mereka juga setuju dengan apa yang dikatakan Nana.
"Hahaha. Ya sudahlah, nanti dibicarakan lagi ya. Alea, tiup lilinnya sekarang dan ucapkan permohonanmu." ucap Robi.
"Uhm!"
'Tuhan. Aku ingin, Pangeran tampan, baik, dan kaya raya bisa menjemput ku. Dan kita akan hidup bersama dengan bahagia. Dan semoga, 'hama' itu bisa menyingkir segera dari kehidupanku.'
Alea merapalkan harapannya dalam hatinya. Setelah itu, ia meniupkan lilinnya.
PROK
PROK
PROK
"Horeeee! Selamat ulang tahun yang ke-19 tahun, Alea!"
Semuanya bertepuk tangan, mereka kembali menyelamati Alea yang sudah menginjak usia 19 tahun.
"Apa yang kamu harapkan tadi?" Tanya Tyas penasaran.
"Kepo."
"Cih. Ngga seru kamu Alea!"
Suasana kala itu, memanglah bahagia dan terberkati. Tapi tidak semuanya. Ada seorang anak lainnya yang juga berulang tahun di hari yang sama seperti Alea.
"Selamat ulang tahu Ayna!"
"Selamat menginjak umur 20 tahun, Ayna cucuku!"
"Wuaahhh kakek, nenek... Terima kasih banyak!"
Walaupun tak semewah pesta Alea, gadis muda ini tetap merayakannya dengan rasa penuh syukur.
Ah benar, siapakah gerangan yang bernama Ayna ini?
"Maaf ya. Hanya nasi kuning yang kakek dan nenek siapkan. Kami ngga punya cukup uang untuk-..."
"Kakek, nenek. Jangan begitu dong. Apapun yang kita dapatkan, patut kita syukuri. Toh, Ayna ngga meminta apapun yang berbau mewah. Bisa hidup sehat dan berumur panjang sudah buat Ayna senang."
Pasangan tua itu terharu dengan ucapan Ayna. Walaupun Ayna bukan cucu mereka berdua, tetapi mereka sudah menganggap Ayna sebagai bagian dari keluarga, apalagi Ayna seperti seorang cucu kesayangan uang begitu manis.
"Hahaha, memang benar ya, cucu satu ini. Ya sudah, ayo berdoa nak. Apa yang kamu harapkan sekarang?"
Sang kakek menanyakan harapan serta doa Ayna di hari ulang tahunnya ini. Ayna segera mengadahkan tangannya dan berdoa...
'Ya Allah, Ayna sangat bersyukur dengan apa yang Ayna dapatkan di hari ulang tahun ini. Ayna berharap, bisa keluar dari sini bersama kakek dan nenek, agar kami bisa hidup lebih layak dan bisa memiliki uang yang banyak. Semoga juga, kami diberi kesehatan serta umur yang panjang. Amiiinnn...'
Selesai berdoa, Ayna mengambil sendok nasi dan mengambil nasi uduk itu untuk kakek dan nenek. Mereka makan bersama, diselingi canda tawa yang begitu hangat dan menggelikan.
***
Malam harinya...
Ayna yang sudah merasa kenyang, kembali ke kamarnya yang kecil dan sedikit sempit. Kamarnya ada di tingkat atas, jadi ia harus menaikinya dengan tangga walaupun harus bersusah payah.
"Aduuuuhhh, mana kakiku sakit lagi. Kudu naik ke atas pula. Mantap sekali ngga tuh?"
Langkah demi langkah, ia usahakan untuk naik anak-anak tangga itu. Simbahan keringat bercucuran di sekitar dahinya, tanda ia benar-benar berusaha sekarang untuk sampai ke dalam kamarnya sendiri.
Dari kejauhan, di balik tembok...
"Kan apa sudah kubilang? Harusnya kita paksa dia untuk tidur di kamar kita, Bang Chairul. Nak Ayna kesusahan itu jalannya, Ya Allah... Cucuku..."
"Tiana. Mau kita paksa pun, yang ada dia tetep menolak. Kamu tahu kan? Sedari awal dia masuk kesini, kaki kanannya itu sudah... Ah, aku ngga mau mengingat itu. Tuan besar memang kejam. Kalau saja bukan karena penyamaran..."
Entah apa yang membuat kedua pasangan tua ini serasa... Misterius. Tapi yang pasti, pikiran mereka masih berisikan Ayna. Mereka khawatir dengan keadaan Ayna ke depannya apabila jika diteruskan begini.
"Bagaimana dengannya? Apa dia sudah kembali dari Inggris?" tanya kakek itu, Chairul.
"Kemarin siang Adam kembali dari Inggris, dan lusa dia akan menjemput kita. Tapi, aku sudah bilang kalau nantinya kita akan membawa Ayna bersama kita. Aku ngga mau, Ayna menderita sendirian disini." jawab nenek, Tiana.
"Hm, baguslah. Kalau dia ngga mau, kugetok kepalanya pakai panci nantinya."
"Kali ini, istrimu setuju denganmu, Abang."
***
Di dalam kamar Ayna...
Selesai melaksanakan sholatnya, Ayna bergegas untuk tidur. Entah kenapa, tubuhnya begitu lelah setelah membereskan hasil berantakan pesta ulang tahun Alea, bahkan ia yang membereskannya sendiri.
"Kenapa paman sebegitu bencinya kepadaku ya? Kalau dari dulu sudah benci, kenapa aku dibawa kemari, ke rumah ini? Bahkan bibi dan Alea saja bilang, jijik kepadaku karena kakiku ini. Padahal, salah siapa yang sudah membuat kakiku menjadi cacat begini?"
Ayna mengambil pigura foto yang ada di nakas samping tempat tidurnya. Pandangannya menyendu, karena dalam foto itu, siluet dirinya dan juga kedua orang tuanya yang sudah tiada, begitu bahagia tanpa ada rasa kesedihan sama sekali.
"Entah bagaimana ya rasanya dicintai itu. Aku sudah sangat lupa bagaimana rasanya dicintai maupun disayangi. Kalaupun bersama kakek Chairul dan Nenek Tiana... Aku ngga tahu juga, tapi rasanya dada begitu geli dan hangat. Apa aku mencintai dan menyayangi kakek dan nenek ya? Secara mereka... Menganggapku cucunya..."
Karena lelah dengan pikirannya, Ayna tertidur dengan pigura foto yang masih dipeluknya erat. Tanpa terasa pula, jika hari keesokannya adalah hari dimana penderitaan sebenarnya... Dimulai.
***
Keesokan harinya...
"Apa? Padahal bukti sudah ada, dan kalian berdua tetap ngga mau mengakuinya?!"
Pagi itu, menjadi huru hara. Karena Yuliana kehilangan kalung mutiaranya yang berharga, dan itu ditemukan di lemari di kamar Chairul dan Tiana.
"Maaf Nyonya. Itu bukan kami yang melakukannya. Demi Allah, kami..."
"Halah! Mengaku saja kamu Chairul, Tiana! tambah tua, bukannya memperbanyak tobat, malah mencuri. Kalau kalian ingin, ya beli!" hardik Yuliana yang masih kesal.
"Astaghfirullah hal adzim, Nyonya. Kami ngga melakukan itu semua. Kami tadi malam tidur dan ngga keluar sama sekali dari kamar." ucap Chairul yang sebenarnya.
Robi, yang sedari tadi menyaksikan, meminta kepada anak buahnya untuk menyerahkan sebuah rekaman CCTV nya.
"Ini Tuan. Saya sudah mendapatkannya, dan ternyata benar mereka yang mencurinya."
Rekaman CCTV itu menampilkan Chairul dan Tiana yang diam-diam masuk ke dalam kamar Robi dan Yuliana, lalu mereka membuka lemari dan setelahnya kembali ke kamar mereka sendiri.
Chairul dan Tiana yang melihat rekaman itu, terkejut luar biasa. Padahal semalaman, ia dan istrinya hanya mengawasi Ayna yang menaiki tangga dan kembali lagi ke kamar untuk beristirahat.
"N-Ngga, itu semua ngga benar. Tuan besar, k-kami ngga melakukan itu..." lirih Tiana, dan ia bersimpuh di kaki Robi.
"Ngga melakukan? Lalu ini apa? Hantu yang melakukannya? IYA?"
BRAAAKKKK
Tablet dibanting oleh Robi sampai hancur tak berbentuk, menandakan ia benar-benar murka sekarang.
"Tuan besar, kami... Kami ngga melakukan itu. Percayalah kepada kami..." Chairul juga ikut bersimpuh di kaki Robi, dan memintanya untuk percaya kepada mereka berdua.
"Heh, orang kalau sudah ketahuan mencuri, ya begini ini. Memohon-mohon ngga jelas." Alea menyaksikan pemandangan di depannya dengan sinis. Ia benar-benar muak dengan pasangan tua itu.
"Kakek! Nenek!"
"Yaahhh, pahlawan kesiangan datang akhirnya."
Ayna datang dengan berlari walaupun tertatih-tatih. Ia mendekati Chairul dan Tiana.
"Paman. Bibi. Hentikan ini semua. Kenapa paman malah percaya hanya dengan rekaman itu? Padahal bisa saja itu rekaman palsu. Kakek dan nenek bukan pencurinya." Ayna membela Chairul dan Tania, dan ia mengatakan yang sejujurnya kalau Chairul juga Tania bukan pelaku yang sebenarnya.
"Heh, anak cacat! Mending minggir kamu! Atau kamu akan kami buat menderita sama seperti mereka?" Yuliana menyerahkan cambuk kepada suaminya, dan Robi sudah benar-benar menyiapkan apa yang akan digunakannya sekarang untuk menghukum Chairul dan Tiana.
"Ngga. Saya ngga akan minggir sebelum paman dan bibi menyelidiki lebih lanjut mengenai pencuri yang sebenarnya."
Chairul dan Tiana terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Ayna. Habis sudah, setelah ini Ayna akan dihukum kembali dengan berat.
"Tuan Robi. Ada tamu yang mencari Nona Alea." tiba-tiba saja, salah satu pelayan pria melaporkan ada tamu yang mengunjungi rumah mereka.
Alea yang ada di atas tangga, langsung turun cepat. Ia tahu siapa yang datang.
"Huh, tunggu sebentar. Alea, kamu sambut dia dulu sebentar. Dan buatmu Chairul, Tiana. Kalian kupecat secara tidak hormat dari rumah ini! Kamu Ayna, karena kamu sudah membela kedua pelaku ini, hadapilah hukuman beratmu di belakang sana."
~Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments