Bagaimana rasanya jika kau mencintai saudara sepupumu sendiri? Jawabannya kenapa tidak! Jika sepupu mu itu adalah pria yang sangat tampan, baik, walaupun sifat dan sikapnya sangat dingin sedingin kutub Utara.
Itulah yang dialami seorang Baby Arbeto, gadis cantik berusia delapan belas tahun yang sangat mencintai Agam Mateo kakak sepupunya sendiri. Seorang pria yang terkenal sangat dingin, kaku, dan tidak pernah terlihat dekat dengan wanita manapun.
Tapi sayangnya Agam Mateo tidak merasakan hal yang sama, pria itu sejak dulu selalu menganggap Baby seperti adiknya sendiri. Dan mana mungkin seorang kakak mencintai adiknya.
"Mencintaimu adalah sebuah anugerah bagi ku." Baby Arbeto.
"Dicintaimu adalah sebuah musibah untuk ku." Agam Mateo.
Bagaimanakah perjalanan kisah cinta ke-duanya? Apakah pernikahan antar sepupu akan terjadi? Yuk ikuti kisah cinta mereka yang lucu dan menggemaskan 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
"Terima kasih." Cindy mengambil cangkir teh tersebut lalu meminumnya.
Begitupun dengan Agam, ia mengambil cangkir teh tersebut lalu meminum isi di dalamnya. Namun sedetik kemudian ia memuntahkan kembali air yang diminumnya.
"Teh apa ini? Kenapa rasanya sangat asin?" Agam menaruh cangkir tersebut lalu menatap Baby dengan tajam.
"Asin? Tapi punyaku manis." Cindy meminum kembali teh buatan Baby.
"Kau dengar itu A? Rasanya manis, dan jika rasa teh milikmu asin itu berarti lidahmu yang bermasalah." Sahut Baby dengan seringai tipis dibibirnya. "Rasakan teh asin buatan aku! Siapa suruh membuatku kesal dengan menjadikan aku sebagai pelayan." Gumam Baby dalam hati, setelah berhasil mengerjai Agam dengan mengganti gula dengan garam.
"Lidahku yang bermasalah? Jika begitu coba kau rasakan!" Agam mengambil cangkir teh miliknya lalu memaksa Baby untuk meminumnya.
"Aku tidak mau A!" Baby berusaha menghindar.
Agam tidak menyerah dan terus menarik tubuh Baby, memaksa gadis itu untuk meminum teh buatannya sendiri. Karena Agam tahu pasti Baby sengaja membuat minuman teh yang tidak enak itu untuk mengerjai dirinya.
Sementara itu Cindy yang melihat bagaimana interaksi antara Agam dan Baby, entah mengapa merasakan sesuatu yang tidak nyaman di hatinya.
"Kenapa hatiku tidak terima melihat keakraban mereka berdua?" gumam Cindy dalam hati.
Karena tidak ingin berpikiran yang tidak-tidak, Cindy pun menyela interaksi keduanya dengan meminta Agam untuk segera pergi mencari cincin pertunangan mereka.
Agam pun mengangguk kepalanya, lalu meminta Baby untuk bersiap-siap menemani mereka.
"Aku tidak ikut." Ucap Baby, karena tidak ingin hatinya terluka melihat Agam mencari cincin untuk Cindy.
"Kau itu asisten pribadiku, jadi harus ikut!" Agam berjalan menuju meja kerjanya, lalu memanggil Jonathan melalui sambungan telepon yang ada di atas meja.
"Tapi A aku —"
"A kalau Baby tidak mau ikut, kau jangan memaksanya." Sahut Cindy.
"Dia harus ikut! Titik." Agam tidak mau dibantah lagi, karena ia harus membawa Baby seperti saat dirinya membawa gadis itu ke butik, untuk menyadarkan Baby dan membuat gadis itu melupakan rasa cintanya.
Beberapa saat setelah menunggu kedatangan Jonathan di ruang kerjanya. Agam, Baby, dan Cindy pun pergi menuju salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta.
*
*
Dan setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, mereka pun sampai di salah toko perhiasan terkenal yang ada di pusat perbelanjaan tersebut.
"A bagaimana dengan yang ini?" Cindy menunjuk cincin yang bermatakan berlian di bagian tengahnya.
Agam hanya menjawab dengan anggukan kepalanya, karena sejujurnya ia tidak peduli cincin seperti apa yang akan digunakan oleh Cindy atau pun dirinya.
"Kalau yang ini bagaimana?" Cindy memperlihatkan model cincin yang satunya lagi. "Bagaimana bagus tidak?"
Agam lagi-lagi hanya menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang datar, sudut matanya justru lebih tertarik menatap Baby yang tengah melihat sebuah kalung. Ia heran kenapa gadis itu tampak biasa saja, dan tidak terlihat marah melihat kebersamaan dirinya dengan Cindy. Sama persis saat di butik pun Baby terlihat biasa saja dan tidak marah atau pun cemburu.
"A kalung ini bagus tidak?" Baby menunjukkan sebuah kalung tepat di depan Agam dan Cindy.
"Coba aku lihat." Cindy mengambil kalung tersebut dan melihat dengan jelas liontin yang menggantung di rantai kalung tersebut. "Kenapa huruf A dan B?" tanya Cindy dengan menautkan kedua alisnya.
"Kalau aku tambah dengan huruf C jadi huruf Abjad dong." Seloroh Baby dengan tertawa.
"Tidak lucu!" Agam mendorong kening Baby lalu mengambil kalung yang dipegang oleh Cindy. "Kalung ini jelek dan tidak pantas untukmu." Agam memberikan kalung itu pada pelayan toko.
"Tapi A." Baby menatap dengan sedih saat kalung yang baru saja ia temukan dengan huruf inisial dirinya dan juga Agam, di bawa kembali ke dalam etalase oleh pelayan toko. "Kau itu menyebalkan!" Baby segera berjalan keluar dari toko.
"A apa kau tidak keterlaluan berkata seperti itu?" Cindy menatap punggung Baby yang sudah menghilang entah kemana.
Agam hanya mengangkat kedua bahunya dengan cuek, ia sengaja melarang Baby membeli kalung tersebut karena liontin itu berinisial nama dirinya dan juga Baby.
"Kenapa susah sekali membuatmu menyerah? Dan harus bagaimana lagi membuatmu sadar kalau hubungan kita tidak akan pernah bisa lebih sebagai saudara sepupu." Gumam Agam dalam hati.