NovelToon NovelToon
Pendamping Hati Cucu Kyai

Pendamping Hati Cucu Kyai

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Bunga Matahari Biru (Dybi)

Dila tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi pendamping seorang pendakwah, satu satunya cucu laki laki dari Kyai pemilik pondok pesantren dan sosok inspiratif yang terkenal di media sosial melalui perjodohan balas budi. Selain itu, ia tidak menduga bahwa laki laki yang biasa disapa Ustadz Alfi itu menyatakan perasaan kepadanya tanpa alasan. Dila akhirnya luluh karena kesungguhan dari Ustadz Alfi dan bersedia untuk menjadi pendamping dalam keadaan suka maupun duka.

Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti terus kelanjutannya hanya di sini setiap Rabu, Jumat & Minggu pukul 17.00


[Salam Hangat Dari Dybi😉]
[Bunga Matahari Biru x @chocowrite_22]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunga Matahari Biru (Dybi), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terkejut

Sejengah jengahnya Kakek Ilham dengan Abi Ishaq dan Ustadz alfi berdebat masalah pemimpin pondok pesantren, dirinya lebih memilih Ustadz Alfi untuk menggantikan dirinya. Sebenarnya, memberikan amanah untuk berdakwah itu adalah alibi dirinya agar cucunya selalu belajar ilmu baru setiap saat dan pantas menggantikan dirinya.

Jodoh untuk Ustadz Alfi sudah ada, mungkin ia juga harus memikirkan jodoh untuk Aisyah. Cucu perempuannya yang paling bungsu harus disandingkan dengan laki laki yang bisa memahami karakternya. Dirinya juga mampu mengerahkan anak buahnya untuk menjaga Aisyah tanpa harus gadis itu belajar bela diri, tapi ia juga terlalu khawatir dan memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi.

"Lain kali kalau diajak kakakmu latihan silat, mau saja ya. Ini juga demi kamu sendiri karena tidak selamanya kamu mengandalkan seseorang untuk melindungimu. Setidaknya sebelum seseorang itu datang, kamu telah berusaha melawan. Semakin kesini, semakin banyak kejahatan yang menargetkan seorang perempuan. Jadi, Ais harus bisa membela diri"jelas Kakek Ilham panjang lebar.

Aisyah mendengarkannya dengan baik dan lain kali jika kakaknya mengajak, ia akan menurut. Kakek Ilham menatapnya lembut dan membuatnya mengerti dengan baik. 

"Baik Kek"balas Aisyah kemudian.

Ustadz Alfi beralih menatap ponselnya dan berselancar di media sosial miliknya yang banyak sekali pesan dm. Ada yang cuma merekomendasikan letak tausiyah, menawarkan endorse produk gamis laki laki hingga yang hanya iseng men-dmnya. 

"Kakek, kok aku baru nyadar tidak ada Bang Umay bersamamu. Kemana ia Kek?"tanya Aisyah yang melihat ke pintu rumahnya lalu menatap Kakek Ilham kembali.

"Oh, Umay tadi kakek suruh langsung ke pesantren. Biasa, melatih santri"jawab Kakek Ilham yang diangguki oleh Aisyah.

"Selama ini Umay sangat berjasa di keluarga kita. Abi, Ish berencana ingin memberinya sesuatu. Apa ada yang Umay inginkan?"ucap Abi Ishaq yang membuat semua atensi ke arahnya. 

"Tidak ada yang Umay inginkan. Tapi sepertinya Umay belum mengambil cuti liburnya. Mungkin, kau berikan bawaan untuk dibawa Umay kerumah Kakungnya akan membuatnya senang. Nanti Abi berikan cuti untuknya"timpal Kakek Ilham.

"Kalau begitu Alfi saja yang siapkan Abi, Kek"semangat Ustadz Alfi yang ingin menyiapkan bawaan Umay nanti ketika liburan ke Kampung. 

"Boleh, tapi jangan sampai kau membebaninya Alfi. Ingat, bawaan untuk keluarganya bukan seserahan buat Dila. Masih panjang waktumu buat memberi seserahan"senyum Abi Ish meledek putranya kembali.

"Mana ada begitu niatku Abi"balas Ustadz Alfi yang berkilah. Jujur dirinya berniat baik, akan tetapi Abinya meledek terus. Ia mengerti kok harus menunggu lama, setidaknya jangan menganggapnya seperti itu.

"Sudahlah, lebih baik Alfi siapkan sekarang"suara Kakek Ilham yang menengahi anak dan cucunya. 

Mendengar perintah kakeknya, Ustadz Alfi langsung memesan beberapa kebutuhan sehari hari dan dengan pengiriman hari ini juga. Mungkin 2 jam lagi datang pesanannya. Ia memesannya dari grosir langganan Uminya dan pengirimannya langsung. 

Tidak lama kemudian datangnya pesanan Ustadz Alfi untuk Umay. Abi Ishaq yang berniat memberikan sesuatu langsung memberikan beberapa lembar uang untuk membayar pesanan tersebut. Setelah itu, Ustadz Alfi bangkit dari duduknya dan kembali dengan membawa troli yang mengangkut beberapa kardus kebutuhan sehari hari.

Namun, dirinya sontak menoleh ke arah pagar yang dibuka secara cepat oleh Umay. Ustadz Alfi mengernyitkan wajahnya dan menatap Umay dengan tatapan penuh tanya. Begitu pula dengan semuanya yang mendadak bertanya tanya dengan wajah cemas Umay.

"Assalamualaikum"suara Umay yang telah berada di hadapan semuanya. 

"Waalaikumussalam"balas semuanya dengan serempak.

"Ada apa dengan wajahmu Umay? Apa sesuatu terjadi?"tanya Kakek Ilham mewakili pertanyaan semua orang.

"Kakek_ Kakung serangan jantung"jawab Umay yang berwajah penuh rasa cemas luar biasa.

"APA!?"sontak semuanya terkejut.

Kabar buruk datang dari Umay yang berwajah sangat cemas dengan keadaan selanjutnya dari sang kakeknya. Kemudian Kakek Ilham langsung memerintahkan semuanya untuk berangkat menuju kampung halaman Umay.

Bahkan Kakek Ilham secara pribadi menghubungi Azzam dan Farhan untuk membawa mobil Ustadz Alfi yang berada di tempat tim dakwah. Semuanya bersiap segera untuk perjalanan jauh yang akan ditempuh mereka.

Mobil Kakek Ilham disetir oleh Umay yang berisi Ustadz Alfi, Aisyah, Umi Shita, Abi Ishaq dan Kakek Ilham. Sedangkan mobil Ustadz Alfi disetir oleh Azzam bersama Farhan dengan disertai barang bawaan mereka semuanya. 

“Umay, kau yakin bisa membawa mobil?”tanya Kakek Ilham yang saat ini sudah dalam perjalanan namun belum masuk tol.

“Bisa Kek, saya sanggup menyetir”jawab Umay. Dia terlihat seperti tidak terjadi apa apa dan pandangannya fokus dengan jalannya.

“Baiklah, jika nanti tidak sanggup biarkan Farhan menggantikanmu menyetir”pasrah Kakek Ilham. Beliau mengetahui jika kemampuan menyetir Umay itu sudah mumpuni. Mau beberapa jam Umay menyetir, ia akan tahan walaupun harus berhenti istirahat beberapa kali. Tapi saat ini pikiran Umay sedang kacau dan itu tidak terbaca olehnya. Tentu saja, beliau sangat khawatir.

Sebelum benar benar masuk kedalam tol, Umay pun membuka tab di dashboard mobil dan mengutak atiknya sebentar lalu dikirim ke tab yang berada di mobil Ustadz Alfi. Melalui earpiece, ia pun berbicara dengan Azzam yang saat ini menyetir beberapa meter di belakangnya.

“Azzam, nanti saat di tol jangan sampai tertinggal dengan mobil ini. Maps yang saya kirim hanya untuk daerah setelah keluar tol”ucap Umay yang disahut Azzam di seberang sana.

[“Baik bang. Saya saat ini sedang berupaya agar perjalanan kita tidak terendus media. Sampai bertemu di tol Bang”]

“Kerja bagus, jangan sampai siapapun tahu dengan perjalanan ini. Farhan harap bersiap setelah sampai tol, saya sedikit kencang kalau di jalan senggang”balas Umay yang hampir masuk jalan tol, namun saat ini masih menunggu Azzam.

[“Ah siap Bang. Saya sedikit lagi menyusul”]

Mobil berhenti sejenak sebelum masuk jalan tol. Aisyah turun bersama Umay untuk membeli sesuatu sembari laki laki yang ingin menyetir jangka panjang itu mengisi kartu E-Tol di supermarket. Tak lama Azzam telah berada disamping mobil Umay.

“Sebelum melanjutkan perjalanan, berdoa dahulu dan kencangkan sabuk pengaman dengan baik. Saya akan berusaha agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan”ucap Umay yang disetujui semuanya. Ia tahu sepak terjang jalan tol seperti apa, bahkan dirinya sudah minum 2 botol kopi agar pandangannya secerah cahaya mentari. 

Semuanya sudah siap, akhirnya Umay kembali mengemudi beriringan dengan Azzam di belakang mengikutinya. Selama perjalanan, semuanya mengucap dzikir dalam hati agar selama perjalanan ini mereka selalu dilindungi. 

Umay memang tidak lagi diragukan kemampuannya. Dalam hal jalanan, dia sangat menguasainya dengan baik. Kontrol gas dan rem terlihat begitu mengagumkan bagi siapapun yang melihatnya menyetir. Hingga gelapnya malam tidak mempengaruhinya untuk mengantuk saat murotal Al Qur'an dinyalakan oleh Kakek Ilham yang saat ini mata tuanya tak sanggup menyeimbangi Umay begadang sambil menyetir. 

Bedanya, Azzam ditemani Farhan yang cocok kalau bersama. Berbicara ngalor ngidul dengan pembahasan tentang apapun itu yang penting tidak mengantuk. Kedua laki laki itu senang akan perjalanan jauh kali ini. Namun tidak lama, Umay yang melihat semuanya tertidur langsung menginjak gas karena mobil sudah terasa ringan dikemudikan olehnya. Farhan mengeratkan pegangannya dan membaca dzikir tak henti henti saat Azzam mengikuti mobil didepannya.

“Ya Allah, selamatkan kami dari dua orang yang gila jalanan ini”suara hati Farhan meringis karena ucapan Azzam terbukti nyata. Lihatlah, bukannya mengantuk Azzam dan Umay yang di depan sana serempak tersenyum penuh percaya diri. Padahal Farhan sudah hampir jantungan karena kedua gila jalanan itu menyalip truk besar dan bus.

▪️▪️▪️▪️▪️

Suara adzan Shubuh sayup sayup terdengar begitu merdu membangunkan manusia untuk menjalankan kewajibannya. Ustadz Alfi dan semuanya terbangun mendengar suara adzan. Ketika adzan berhenti, Aisyah langsung bertanya dengan Umay yang saat ini mengucek matanya dan membuka kaca mobil sopir.

“Loh, sudah sampai dimana Bang?”tanya Aisyah merasakan mobil telah berhenti sejak tadi.

“Sudah sampai di Solo sejak jam 4 tadi”santai Umay yang membuat semua penumpangnya terkejut.

“Eh, sudah sampai Solo”heran Ustadz Alfi yang baru saja tersadar. Lalu ia mengecek ponselnya, lokasinya saat ini benar sudah berada di kota Surakarta. 

“Jelas seperti itu Ustadz, Bang Umay dan Azzam seperti sedang balapan. Saya hampir jantungan, mereka menyalip dan menginjak gas tanpa pikir dua kali. Mereka berdua seakan mempermainkan malaikat maut tadi”adu Farhan yang membuat tawa semuanya hadir. Semuanya keluar dari mobil untuk sholat di masjid.

“Jangan bilang kamu trauma Farhan”goda Umay yang tawa mereka kembali terdengar setelah mencabut kunci mobil dari pintu mobil milik Kakek Ilham.

“Tidak_tidak salah lagi”jawab Farhan yang bahkan masih merasa syok dan terus beristighfar memegang pundak Azzam lemas.

“Mari sholat terlebih dahulu, nanti setelah itu kita beli makanan dan teh hangat. Terkhusus buat Farhan yang lemas seperti itu”Instruksi Kakek Ilham yang disetujui semuanya.

Ucapan Kakek Ilham terbukti benar, setelah sholat mereka memakan ayam kremes khas Solo dan teh hangat di restoran dekat masjid. Lalu mereka bergantian membersihkan diri Masjid sebelum berangkat kembali.

Singkat cerita

Akhirnya sampailah mereka di rumah sederhana keluarga Umay saat matahari telah terasa menyengat kulit. Mereka bersyukur karena masih dilindungi oleh Allah hingga sampai ke tempat asri nan sejuk ini. Selagi Azzam dan Farhan mengeluarkan barang, yang lain mengikuti Umay untuk mengetuk pintu.

Tok… Tok… Tok… 

“Assalamualaikum”serempak semuanya memberi salam.

“Kulo nuwun”suara Umay kembali menyapa setelah salam. Tak lama ada jawaban dari dalam.

“Wa'alaikumussalam, Monggo”ucap Bu Mira yang kebetulan membuka pintu dan terkejut melihat banyak orang.

“Siapa yang bertamu Dek?”disusul Ayah Ahmad yang ikut terkejut.

“Khair. Masyaallah le, apa kabarmu Umay”sapa Ayah Ahmad senang saat Umay menyalami tangannya. 

“Baik Alhamdulillah, Paman Ahmad”balas Umay yang saat ini dipeluk oleh pamannya. 

“Silahkan masuk terlebih dahulu”ramah Bu Mira menyambut tamunya. Dirinya dibantu suaminya membuka kedua belah pintu seakan menyambut dengan baik kepada mereka.

Ketika langkah semuanya masuk ke dalam rumah, tatapan mereka langsung melihat tembok dengan cat cokelat yang hampir sama dengan pupil mata Ustadz Alfi. Beberapa lemari dan laci kayu jati di sekitar dengan beberapa figura foto. Sebuah kaligrafi di atas meja televisi yang dilengkapi lemari kaca berisi beberapa penghargaan diduga milik cucu cucu keluarga Dimitra.

Mereka semuanya diminta duduk di sofa ruang tamu yang menjadi hampir terisi semuanya. Bu Mira memanggil Dayu yang hendak berangkat sekolah membantunya menyiapkan beberapa hidangan. Sedangkan Ayah Ahmad bersimpuh di depan Kakek Ilham dan menyalami tangan kanan tua itu dengan takzim seperti sedang sungkem hari raya.

“Sehat Abah?”tanya Ayah Ahmad yang kepalanya saat ini sekilas dipegang oleh Kakek Ilham.

“Alhamdulillah sehat, duduklah disini. Kau adalah tuan rumahnya saat ini”senyum Kakek Ilham yang menuntun Ayah Ahmad. 

Beliau pun memperkenalkan keluarganya dan disambut baik dengan Ayah Ahmad. Kemudian datanglah Bu Mira dan Dayu yang memakai seragam sekolah menyajikan hidangan. Muncullah Mbah Dahlan yang berjalan dengan pelan dan Ayah Ahmad langsung menuntunnya hingga duduk.

“Dahlan”

“Ilham”

Kedua laki laki yang sudah berusia tua itu berpelukan melepas rindu yang teramat sangat. Apalagi semuanya melihat wajah Mbah Dahlan masihlah pucat.

“Katanya kau serangan jantung Dahlan, bagaimana keadaanmu? Kenapa tidak ke rumah sakit?”khawatir Kakek Ilham.

“Aku sudah baik baik saja Ilham. Tidak perlu ke rumah sakit, ini sudah sering terjadi”senyum Dahlan yang menyakinkan tapi dihadiahi tepukan di lengannya yang masih terlihat kokoh walau sudah senja.

“Aku sangat khawatir dan hampir ikut serangan jantung akibatmu. Sejak kapan kau menderita ini?”kesal Kakek Ilham yang dibalas cengiran tanpa dosa oleh Mbah Dahlan.

“Sudah sejak lama dan janganlah khawatir Ilham. Nanti kau darah tinggi dan lihat kau bahkan membawa borongan disertai bawaan tangan”canda Mbah Dahlan yang membuat suasana kembali tenang dan semuanya terkekeh kecil. Sedangkan Kakek Ilham membelalakkan matanya tidak percaya tapi kemudian menghela napas beratnya.

Abi Ishaq, Ustadz Alfi, Umay, Azzam dan Farhan bergantian menyalami tangan Mbah Dahlan yang terasa hangat. Disusul Dayu yang pamit berangkat sekolah dengan Bu Mira yang hendak ke pasar

“Dayu mau berangkat sekolah?”tanya Umay yang baru memperhatikan Adik sepupunya.

“Iya Kak, hampir telat sebenarnya”jawab Dayu sejujur jujurnya.

“Kakak antar yaa”tawar Umay yang membuat Dayu menolaknya secara halus.

“Tidak apa apa Kak biar aku jalan kaki saja bareng ibu. Ibu kan mau ke pasar”tolak Dayu.

“Sekalian saja, diantar yaa. Tunggu sebentar, saya ambil kunci mobil dulu”ucap Umay yang bangkit namun baru beberapa langkah dirinya memegang keningnya yang berdenyut nyeri.

“Astaghfirullah, ada apa denganmu Umay?”khawatir Mbah Dahlan melihat cucu laki lakinya hampir tumbang jika tidak punya ketahan tubuh yang baik.

“Seharian cucu laki lakimu menyetir tanpa dibantu. Dia panik dan cemas denganmu sampai melupakan tubuhnya yang lelah sehabis melatih para santri”jelas Kakek Ilham.

“Istirahatlah Umay, pakai kamar Ila. Kau butuh tidur, lihat matamu memerah”instruksi Mbah Dahlan yang dipatuhi Umay. 

“Baik Kakung”patuh Umay yang berjalan ke arah kamar Dayu dan membuat Ayah Ahmad menggeleng kepalanya.

“Umay itu kamar Dayu bukan kamar Ila. Kau salah arah”ungkap Ayah Ahmad.

“Oh, iyaa yaa Paman”linglung Umay dengan wajah yang sudah memucat dan sudah beberapa kali hampir terkatuk laci. Bu Mira yang melihat itu dengan cepat mengambil obat dan air di gelas.

“Sebelum tidur, minumlah obat dulu. Istirahatlah dengan baik. Ada yang perlu Bibi belikan dipasar untukmu?”tanya Bu Mira.

“Tidak usah Bibi, aku baik baik saja”lirih Umay yang telah berhasil meminum obatnya. Lalu membaringkan tubuh lelahnya dikasur adik sepupunya dan dengan cepat tertidur.

Bu Mira selalu khawatir dengan Umay yang tidak memiliki orangtua. Dirinya bahkan dulu menjadi figur seorang ibu untuk laki laki yang kini telah beristri itu disaat belum memiliki seorang anak.

“Hahh, seharusnya kau tidak memberitahu Umay tentang Ayah, Ahmad. Kasihan dia, pasti sangat cemas”hela napas Mbah Dahlan terdengar.

“Ahmad tidak bisa untuk tidak memberitahunya. Aku telah berjanji dengannya dan ia percaya diriku seperti orangtua kandungnya sendiri. Tidak tega rasanya menyembunyikan keadaan Ayah begitu saja darinya. Umay juga sudah kuanggap anakku”sahut Ayah Ahmad yang dipahami semua orang. Bu Mira dan Dayu benar benar pamit dari rumah.

“Betapa malangnya nasibnya yang telah ditinggal kedua orang tuanya sejak kecil”iba Kakek Ilham. Azzam, Farhan dan Ustadz Alfi pun ikut termenung dengan itu. Dibalik Umay yang profesionalnya kebangetan, terdapat sisi lemahnya. Sedangkan orang yang sedang dikasihani telah pulas dengan damai tanpa mendengar suara dari luar.

“Betul Abah. Makanya saat Ahmad baru menikah dan mendengar Almarhum Mas Pur sekeluarga meninggal akibat kecelakaan langsung membawa Umay yang masih balita ke rumah ini. Kami merawatnya dengan baik seperti anak kami sendiri”jelas Ayah Ahmad

“Eh kenapa jadi suasananya bersedih begini. Kita bicarakan hal lainnya saja”ungkap Mbah Dahlan yang disetujui semua orang.

Bersambung…

1
Ning Amah
Luar biasa
Jihan Hwang
semangat thor...aku mampir nih...
mampir juga dinovelku jika berkenan/Smile//Pray/
Kutipan Halu
semangat upnyaaa torrr jangan lupa mamoir ke karya aku juga yaaa "AIR MATA PERNIKAHAN " udah tamattt . yuksaling dukung torrrr☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!