Nara adalah anak bungsu dari tiga saudara, Kedua Kakak nya selalu hidup di perhatikan oleh orang tua nya. Segala sesuatu pasti di turuti, Beda hal nya dengan Nara yang selalu tersisih dalam keluarga, karena dia bukan lah anak dari istri sah nya Tono.
Suatu hari Nara berjuang untuk hidup dan mati karena di tabrak oleh Nayla Kakak nya sendiri, Saat sedang sekarat. Seorang pria misterius menyelamatkan nya dan mendidik Nara menjadi sosok yang kuat, Lima tahun kemudian Nara kembali lagi dan membalas sakit hati nya kepada keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon novita jungkook, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Gara² apel
Rumah yang bisa di bilang paling mewah di kampung ini, Karena memang Pak Tono juragan segala macam, Harta nya sangat banyak sehingga tak akan habis di makan tujuh turunan bila di pakai dengan cara yang elok dan benar. Penyakit dia hanya suka bermain judi dan selingkuh dengan gadis gadis cantik, Para gadis tergiur drngan uang yang bangkot tua ini tawarkan. Bahkan kadang pacar nya Pak Tono ada yang masih seusia Nara juga putri bungsu nya, Nara perlahan berjalan masuk kedalam rumah usai tadi di antarkan oleh Zizi. Di lihat nya Nayla dan Nadia tengah bersantai menikmati buah buahan yang memang selalu tersedia, Ini lah yang membuat Nara sangat iri bila melihat para Kakak nya yang hidup sangat enak, Tak perlu kerja keras kalau mau apa pun tinggal bilang saja.
Maka Pak Tono akan memberikan semua yang mereka minta tanpa pikir panjang, Beda hal nya dengan Nara yang harus kerja keras banting tulang agar bisa makan dan mendapatkan baju bekas dari Nayla dan Nadia. Bahkan kedua gadis itu seolah tak peduli pada Nara yang baru pulang dengan tubuh kotor dan baju yang sangat lusuh, Persis seperti anak gelandangan yang tak punya orang tua, Heran nya Pak Tono seolah tidak mau walau di gunjing dengan orang akibat membedakan anak bungsu nya.
"Eeeh baru pulang ya, Nih makan apel biar segar." Nadia memberikan sebuah apel merah.
Tanpa pikir panjang dan karena Nara sangat ingin makan buah itu, Maka Nara mengambil nya dan menggigit dengan sangat rakus sekali. Rasa apel yang sangat manis menempel di lidah nya Nara, Ternyata makanan mereka memang sangat lah enak, Nayla dan Nadia saling pandang sambil tersenyum licik. Nara tak menyadari keadaan itu karena dia sedang memakan apel nya dengan perasaan yang sangat bahagia, Di luar mobil yang sering di pakai Pak Tono tampak berhenti dan pria itu berjalan masuk dengan wajah masam, Bisa di pastikan bahwa dia sedang kalah judi.
"Ayaaaah! Lihat lah Nara ini sangat rakus, Dia mengambil apel ku!" Teriak Nadia menuding Nara.
"Tidak, Kakak yang memberikan padaku!" Jerit Nara langsung ketakutan.
Reflek buah apel yang sedang ia pegang jatuh kelantai karena sangking takut nya, Pak Tono pasti percaya dengan ucapan nya Nadia dari pada Nara. Bahkan tanpa mendengarkan alasan dari Nara lagi dan dia merasa tak perlu untuk mendengarkan nya, Pak Tono mengambil rotan yang biasa nya untuk memukuli Nara. Tanpa iba dan belas kasihan pada putri kecil nya yang sudah sangat kurus itu, Pak Tono menghantam kan rotan ketubuh Nara dengan kekuatan penuh tentu nya, Sekalian untuk melepaskan emosi dia akibat kalah berjudi tadi.
"Dasar anak rakus! Sialan kurang ajar, Rasakan ini." Pak Tono terus menghantam tubuh Nara.
"Ampuuun, Huhuuuu ampuni aku, Ayah." Nara histeris karena kesakitan.
"Najis aku kau panggil Ayah! Lebih baik kau tidak lahir saja di dunia ini." Geram Pak Tono.
"Aaaagggk, Aaaggkk!"
Nara hanya bisa menggerang pasrah karena mau melawan pun pasti tak bisa, Membiarkan tubuh nya merasakan puluhan cambuk hanya karena dia menerima pemberian apel dari Nadia. Oknum yang memfitnah tertawa puas seolah penderitaan Nara sebuah tontonan yang sangat lucu bagi mereka, Nayla cuek saja sambil makan buah milik nya karena dia sedang tidak mood mau menjadi kompor.
"Bajingan, Bedebah haram kau!" Pak Tono menendang pinggang Nara dengan keras.
Setelah itu baru bergegas masuk membiarkan saja putri nya yang menggeliat karena sangking sakit nya tendangan itu, Tubuh ini sudah hancur karena terlalu sering di hajar dengan cara yang sangat binatang. Tak ada satu pun orang yang bisa membela nya, Bahkan Bu Lastri hanya menatap sekilas dan kembali fokus pada miras, Entah kenapa wanita itu seolah sangat tak peduli dengan penderitaan yang di alami putri nya. Sedangkan gelak tawa Nadia menggema dalam rumah ini, Rasa nya sangat puas melihat adik nya kesakitan hingga susah mau bangun.
...****************...
Susah payah Nara bersujud di tengah malam yang sangat sepi, Para penghuni lain pasti sedang tidur pulas dan kalau ada yang masih terjaga pasti lah salah satu Kakak nya yang sedang asik berselancar di dunia maya. Beda hal nya dengan gadis kecil ini, Dia memohon kepada allah untuk mengambil nyawa nya saja dari pada hidup di dunia terlalu banyak penderitaan, Rasa nya sejak kecil sudah semenderita ini. Tak ada satu pun orang yang peduli kepada dia, Hanya hajaran saja yang selalu Nara terima dari orang tua.
"Ambil saja nyawa ku ini, Ya allah! Hamba tak kuat lagi hidup begini." Nara berdoa sambil menangis.
Walau Nara sangat ingin kematian karena sudah terlalu lelah dengan hidup nya, Namun tak pernah sedikit pun terlintas dalam benak nya untuk bunuh diri, Cukup terhina saat masih di dunia, Jangan sudah meninggal pun dia juga terhina. Tak peduli betapa sengsara nya hidup ini, Nara akan terus bertahan tanpa mau merenggut nyawa nya sendiri.
"Aku lelah, Ya Allah." Nara meneteskan air mata di atas sajadah.
Lama dia menangis dan akhir nya tertidur sendiri karena sangking lelah nya, Sudah lelah karena seharian bekerja di kebun kopi tanpa upah. Pulang pun masih di hajar karena fitnah Nadia, Siapa yang tak sedih bila mendapat hidup begitu. Mungkin bila mereka bertiga sama sama anak orang miskin dan hidup sama sama susah, Masih ada rasa bahagia nya, Ini beda cerita dengan Nara. Di rumah ini hanya dia saja yang susah, Sedang kan yang lain hidup enak tanpa harus bekerja keras, Seperti Nadia dan Nayla yang mau minta apa pun tinggal bilang, Semua nya langsung di kabulkan oleh Ayah mereka. Tak seperti Nara yang sudah bekerja keras pun masih saja salah, Tamparan dan tendangan adalah hadiah dari semua itu.
"Bukan aku, Ayah! Itu bukan salah ku." Dalam tidur nya Nara masih mengingat kejadian tadi.
Bahkan air mata nya juga merembes dari mata yang terpejam itu, Tampak nya hati Nara jauh lebih sakit dari pada tubuh nya yang mendapat banyak pukulan dan tendangan. Air mata nya berderai di atas sajadah memohon kepada allah agar bisa hidup lebih enak, Atau lebih baik dia kembali saja kepangkuan nya.
"Aku anak mu, Ayah." Rintih Nara bergetar seluruh tubuh nya.
Ingin sekali Nara merasakan pelukan hangat dari kedua orang tua nya, Bukan hanya untuk sasaran emosi nya, Bila bukan Pak Tono maka Bu Lastri lah yang akan menghajar nya secara brutal.