Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Panggilan di Atap
Musim dingin menyelimuti kampus, dengan salju tipis yang turun pelan, menciptakan suasana dingin yang menusuk. Para mahasiswa sibuk dengan rutinitas mereka, mengenakan jaket tebal dan syal, tetapi ada ketegangan yang terasa di udara, tersembunyi di balik keheningan musim ini.
Asahi dan Akira baru saja selesai dengan mata kuliah mereka ketika sebuah notifikasi tiba secara bersamaan di ponsel mereka. Pesan singkat tanpa pengirim, hanya tertulis:
"Temui kami di atap, sekarang."
Mereka saling bertukar pandang, rasa waspada segera mengisi pikiran mereka. Setelah kejadian terakhir, di mana Sagaras muncul sebagai ancaman utama, mereka tahu ini bukan pertemuan biasa. Tanpa membuang waktu, mereka melangkah cepat menuju atap gedung kampus.
Tangga menuju atap terasa sunyi, hanya terdengar derap langkah mereka yang bergaung. Pintu besi yang berderit pelan saat didorong membuka pemandangan atap yang terbuka, dengan salju menutupi sebagian besar permukaan. Di ujung atap, dua sosok berdiri menunggu di tengah angin musim dingin yang menusuk.
Marshall, seorang pria bertubuh tegap dengan otot-otot besar terlihat jelas meski dibalut jaket tebal, berdiri kokoh dengan tatapan penuh percaya diri. Di sampingnya, seorang perempuan dengan ekspresi tajam bernama Lily, yang dikenal dengan senjata khasnya—pisau kecil yang selalu ia bawa ke mana-mana. Rambutnya tertiup angin, tapi tatapannya dingin, seakan menembus siapa pun yang melihatnya.
Tak ada sapaan atau basa-basi. Namun, tatapan tajam dari Lily sudah cukup menyampaikan pesan yang jelas. Asahi dan Akira saling melirik, memastikan bahwa mereka siap menghadapi apa pun yang akan terjadi.
Marshall akhirnya membuka suara, nadanya rendah namun penuh ancaman, “Kami dengar kalian punya urusan dengan Sagaras… Tapi sebelum itu, kami ingin menguji kalian sedikit.”
Lily, dengan pisau di tangannya, memainkannya di antara jarinya dengan gerakan yang begitu terlatih. Senyum kecil tersungging di wajahnya yang menyeramkan. “Sagaras tidak mau kalian sampai di sana dalam kondisi prima. Kami disuruh untuk melemahkan kalian sebelum pertemuan sebenarnya.”
Udara dingin terasa semakin menusuk, tetapi bukan karena salju. Ketegangan di atap itu kini semakin jelas. Asahi mengepalkan tangannya, sementara Akira tetap diam, menganalisis situasi dengan tenang. Meski tak ada kata langsung tentang pertarungan, niat Marshall dan Lily sudah jelas.
“Asahi, apa mereka hanya boneka dari Sagaras?” tanya Akira, matanya tetap terfokus pada kedua orang di hadapannya.
Marshall hanya mengangkat bahu dengan santai, tak terpengaruh oleh pertanyaan itu. “Kami bekerja untuk siapa pun yang bisa memberikan kami sesuatu yang menyenangkan. Dan hari ini, kalian yang menjadi mainan kami.”
Lily maju selangkah, pisau di tangannya berkilau saat terkena cahaya matahari musim dingin. "Jangan khawatir, ini tidak akan berlangsung lama," katanya dengan suara dingin.
Asahi melangkah maju sedikit, wajahnya penuh tekad. "Kalau begitu, kita selesaikan di sini."
Pertarungan ini tak terhindarkan. Di tengah atap yang bersalju, dengan musim dingin sebagai latar belakang, Asahi melawan Marshall, sementara Akira menghadapi Lily. Mereka tahu ini bukan sekadar pertarungan fisik, tapi sebuah ujian untuk melihat seberapa jauh mereka sanggup bertahan dalam permainan musuh mereka.
Marshall meluncurkan serangan pertama, mengayunkan tinjunya dengan kekuatan besar. Asahi, dengan refleks cepat, berhasil menghindar, tetapi tidak sepenuhnya. Pukulan itu mengenai bahunya, membuatnya terhuyung. Rasa sakit menyengat, tetapi dia tidak boleh mundur.
“Apakah itu semua yang kau punya?” Marshall mengejek, dengan senyuman sinis di wajahnya.
Di sisi lain, Akira berusaha menghadapi serangan cepat dari Lily. Dia menghindar dari tikaman pisau yang berbahaya, tetapi setiap gerakan Lily terlihat terlatih dan mematikan. Setiap kali Akira berusaha membalas, Lily selalu berhasil memotong jalannya. Napasnya mulai terengah-engah, dan dia merasakan tekanan dari serangan yang terus-menerus.
“Jangan lari, Akira! Mari kita bermain!” tantang Lily dengan senyum penuh tantangan, melemparkan pisau kedua ke arah Akira.
Dengan sigap, Akira melompat ke samping, tetapi Lily tidak memberi kesempatan untuk bernapas. Dia melancarkan serangan bertubi-tubi, memaksa Akira untuk terus menghindar. Dalam hatinya, dia merasakan kekhawatiran bahwa implan paru-parunya bisa membuatnya lelah lebih cepat jika dia terus tertekan seperti ini.
Sementara itu, Asahi berjuang melawan Marshall, berusaha menemukan momen yang tepat untuk membalas. Namun, setiap serangan Marshall membuatnya semakin tertekan. Pukulan demi pukulan menghantamnya, dan meskipun dia berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahan, rasa sakit semakin sulit untuk ditahan.
“Bangkitlah, Asahi!” Akira berteriak, melihat sepupunya terdesak oleh Marshall. “Kita tidak bisa menyerah!”
Asahi menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa sakit. Dia merasa semakin terjepit di antara serangan Marshall. Dengan sisa tenaganya, dia mencoba menyerang balik, meluncurkan jab ke arah wajah Marshall, tetapi lawannya hanya tertawa, dengan mudah menghindar.
“Bisa-bisanya kau masih berdiri?” Marshall berkata, terkesan dengan ketahanan Asahi, namun dia tidak akan memberi ampun. Dia melanjutkan serangannya, membuat Asahi mundur lebih jauh.
Akira, terdesak oleh serangan Lily, berusaha mencari peluang. Dia mengingat semua pelatihan yang telah dilalui, tetapi serangan Lily terlalu cepat. Saat dia mencoba menyerang, Lily segera membalas dengan tikaman pisau, yang membuat Akira terpaksa mundur lagi.
“Kau harus lebih baik dari ini, Akira!” Lily mengejek, menikmati permainan ini.
Kedua sepupu itu terdesak, masing-masing berjuang melawan lawan yang tidak memberi ampun. Dalam hati mereka, terbersit harapan—meskipun terpuruk, mereka tidak akan menyerah. Pertarungan ini bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang tekad untuk bertahan dan melindungi satu sama lain.
Dengan segala kekuatan yang tersisa, Asahi dan Akira bersiap menghadapi tantangan yang lebih besar yang dihadapi oleh Sagaras. Meskipun terdesak, mereka berdua bertekad untuk bangkit dan melawan kembali. Mereka tahu bahwa tidak peduli seberapa kuat Marshall dan Lily, mereka akan berjuang hingga akhir, berusaha untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan pernah menyerah.
Terua semangat Author
Jangan lupa mampir 💜