Di ulang tahun pernikahannya yang kedua, Lalita baru mengetahui kenyataan menyakitkan jika suaminya selama ini tidak pernah mencintainya, melainkan mencintai sang kakak, Larisa. Pernikahan yang selama ini dia anggap sempurna, ternyata hanya dia saja yang merasa bahagia di dalamnya, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Cincin pernikahan yang yang disematkan lelaki itu padanya dua tahun yang lalu, ternyata sejak awal hanya sebuah cincin yang rusak yang tak memiliki arti dan kesakralan sedikit pun.
Apa alasan suami Lalita menikahi dirinya, padahal yang dicintainya adalah Larisa? Lalu akankah Laita mempertahankan rumah tangganya setelah tahu semua kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Palsu
Lalita masih termangu dengan pikiran yang melayang entah kemana. Padahal, saat ini dia sudah tidak lagi berada di kediaman Amirah, melainkan sedang berada di dalam sebuah taksi, dalam perjalanan hendak kembali ke penginapan tempatnya bermalam selama dua hari ini.
Tangan Lalita tampak mendekap album berisi foto kenangan mendiang ibu kandungnya. Pikiran Lalita berkecamuk tak menentu. Berjuta emosi kini memenuhi dirinya, berbaur menjadi satu dan membuatnya bingung mesti merasakan apa. Kenyataan yang dihadapinya saat ini terlalu bertubi-tubi, mengejutkan dan tak terduga. Pertama, dia mesti menelan kepahitan karena mengetahui jika suaminya tak pernah sekali pun mencintainya, melainkan mencintai sang kakak. Lalu sekarang, dia juga mesti menerima fakta jika Riani dan Larisa bukanlah mama dan kakak kandungnya.
Hanya Tuhan saja yang tahu seperti apa perasaan Lalita saat ini. Tak habis pikir dia dengan jalan pikiran Arfan. Meskipun alasannya melakukan semua itu demi untuk kebahagiaan Lalita sendiri, tapi apakah harus sampai menciptakan dunia penuh sandiwara seperti itu?
Lalita memejamkan matanya sembari menghela napas dalam. Rasanya dia kembali ingin menangis, tapi sebisa mungkin dia tahan agar air mata tak kembali jatuh ke pipinya. Meski kecewa dan juga sedih, tapi dia tak mau berasumsi sendiri. Dia mesti meminta penjelasan dari sang papa. Lalita mesti mendengar sendiri dari mulut Arfan, atas dasar apa papanya itu sampai melakukan hal sejauh itu untuknya.
Ah, jika teringat pada Riani dan Larisa, hati Lalita tak bisa tak merasa pilu. Sebelumnya, Amirah juga menjelaskan latar belakang kedua perempuan tersebut. Riani adalah seorang pelayan di sebuah bar dan masih memiliki suami saat bertemu dengan Arfan, dan jelas suaminya itu adalah ayah kandung Larisa. Namun, dia dan Larisa tak diperlakukan baik oleh suaminya. Sering dipukuli dan dipaksa mencari uang.
Karena wajahnya yang mirip dengan Dinara, Arfan akhirnya memberikan penawaran pada Riani, yaitu melepaskan perempuan itu dari dunianya yang suram dan mengangkat derajatnya, dengan syarat, Riani dan Larisa mesti bisa menjadi ibu dan kakak yang baik untuk Lalita. Tentu saja Riani yang sudah nyaris putus asa dengan kehidupannya menerima tawaran itu tanpa berpikir panjang lagi.
Dalam benak Riani, yang penting dia dan putrinya terlepas dari belunggu suaminya kejamnya dan bisa hidup lebih baik daripada saat itu. Arfan pun membawa Riani dan Larisa pulang, yang rupanya mendapatkan respon yang sangat baik dari Lalita. Putrinya yang kala itu masih berusia dua tahun langsung mengira jika Riani adalah ibunya dan terus menempel.
Melihat hal itu, Arfan pun tak merasa ragu lagi. Dia langsung menyusun sebuah skenario yang membuat Riani bercerai dari suaminya. Tapi karena lelaki itu merasa tak terima, dia membuat masalah dengan Arfan, yang tentu saja berujung pada kerugian untuk dirinya sendiri. Mantan suami Riani akhirnya dijebloskan ke dalam penjara dan meninggal di sana beberapa hari setelahnya. Banyak yang berspekulasi jika Arfan yang telah membunuhnya, tapi tidak ada bukti sama sekali, sehingga lelaki itu pun lolos dari kecurigaan orang-orang.
Tak menunggu lama, Arfan akhirnya menikahi Riani secara sah. Dia juga menjadikan putri yang dibawa oleh Riani sebagai ahli waris yang sah, sama posisinya dengan Lalita. Tentu semua itu mendapatan pertentangan dari keluarga besar Baskara, tapi pada akhirnya semuanya berjalan sesuai dengan yang Arfan rencanakan.
Semua orang tak tahu jika di balik keberuntungan yang didapatkan oleh Riani dan Larisa, ada beban tanggung jawab yang teramat sangat berat yang mesti mereka pikul. Mereka harus memastikan kebahagiaan Lalita bagaimana pun caranya, karena jika tidak, makan sesuatu yang buruk dan tak terbayangkan bisa saja akan mereka alami. Kemarahan Arfan tak pernah main-main. Penderitaan berpuluh-puluh kali lipat pasti sungguh akan dia berikan pada Larisa dan Riani jika sampai Lalita bersedih. Itulah yang selalu dia tekankan.
Lalita kembali menghela napasnya. Kali ini lebih panjang dan lebih dalam daripada sebelumnya. Kini dia harus menerima jika keluarga tempatnya tumbuh besar selama ini adalah sebuah keluarga palsu hasil rancangan sang papa. Meski Riani memang dinikahi secara sah dan dan nama Larisa juga tercantum di dalam kartu keluarga, tapi tetap saja keberadaan mereka hanyalah setingan belaka. Di dalam lubuk hari Lalita yang terdalam, dia bahkan bertanya-tanya, pernahkah selama ini Riani dan Larisa benar-benar menyayanginya dengan tulus?
Entahlah, Lalita merasa sangat bodoh karena dengan mudahnya bisa dibohongi dan dipermainkan oleh orang-orang di sekitarnya. Ironisnya, orang-orang tersebut adalah orang-orang yang paling dia sayangi dan juga paling dia percaya.
"Sudah sampai, Mbak." Suara sopir taksi membuat isi kepala Lalita terbuyar. Dia tergagap dan langsung menyadari jika saat ini dia telah sampai di depan penginapan tempat di bermalam.
Segera Lalita membayar ongkos taksi, baru kemudian turun dari kendaraan tersebut. Dia masuk ke dalam penginapan hanya untuk membereskan barang-barangnya saja, lalu dia keluar kembali dan langsung menyetop sebuah taksi dan langsung menuju ke bandara secepatnya. Lalita memang hendak pulang hari itu karena besok adalah sidang pertama atas gugatan cerainya dilaksanakan. Diperkirakan, dia akan tiba di kota tempat tinggalnya agak malam.
***
Malam pun merambat. Di kediaman Arfan, suasana di dalam rumah tampak tegang. Setelah sebelumnya Arfan mendengar Erick mengatakan jika Lalita kabur dari rumah, sekarang Erick pun diminta untuk memberikan penjelasan. Tak ada pilihan lagi bagi Erick selain menceritakan hal yang sebenarnya. Bahkan, fakta jika selama ini Erick tak memperlakukan Lalita dengan baik pun terungkap.
"Bajing*n kamu, Erick!" Suara Arfan terdengar menggelegar.
Lelaki paruh baya itu kemudian bangkit dan menghadiahi sebuah pukulan di wajah Erick. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali.
Bught! Bught! Bught!
Arfan membabi buta, membuat Erick tak bisa menghindar pasrah saja menerima pukulannya.
"Kurang ajar! Memangnya siapa dirimu? Berani-beraninya kamu memperlakukan putriku seperti itu, hah?" tanya Arfan dengan penuh emosi sembari terus memukuli Erick.
"Cukup, Pa. Saya mohon, hentikan," pinta Larisa sembari berusaha melerai.
Riani tampak hanya bisa terdiam di sudut ruangan dengan wajah syok. Adegan kekerasan yang dilihatnya saat ini benar-benar telah membangkitkan trauma masa lalunya.
"Pa, cukup," mohon Larisa sekali lagi sembari sebisa mungkin menahan tangan Arfan.
Namun, bukannya menghentikan aksinya, Arfan justru semakin membabi-buta. Erick sendiri hanya bisa pasrah menerima semua itu. Hanya ringisan saja yang terdengar keluar dari bibir lelaki itu saat Arfan menghaj*rnya tanpa ampun.
"Papa, sudah, Pa!" Larisa berseru. Namun, bukannya didengarkan, tubuh gadis itu ikut terhempas saat Arfan mengibaskan tangannya.
"Dasar tidak tahu diuntung! Kalian semua benar-benar tidak tahu diuntung!"
Bersambung ....
Mak othor kereeen /Good//Good//Good//Good//Good/