Kisah mengharukan datang dari seorang gadis yang bernama, Shafina yg dulu pernah terjerat pergaulan bebas bersama dengan kekasihnya sehingga membuat dirinya hamil di luar nikah dan melahirkan anak seorang diri.
Beruntung waktu itu ada seorang lelaki yang tak di kenal datang membantunya hingga membawanya ke rumah laki-laki yang menghamili Shafina.
Setelah berdebatan yang cukup alot dan dengan desakan Pak RT dan warga setempat akhirnya laki-laki yang bernama Seno itu yang merupakan ayah dari anak Shafina. Mau untuk bertanggungjawab.
Tapi setelah itu pernikahan Shafina dan Seno melalui banyak ujian dan cobaan yang datang dari orang tua Seno yang tidak merestui hubungan keduanya.
Akankah gadis malang ini bisa menemukan kebahagiaannya? temukan jawabannya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Keesokan harinya saat ini Sabrina dan rombongannya sudah tiba di pulau Sumatera, kedatangannya langsung di ketahui oleh warga setempat, dari salah satu warga ada yang mengingat wajah-wajah mereka kemudian mereka melaporkan kedatangan mereka kepada Gilang.
"Pak Gilang, di jalan menuju makam, aku bertemu dengan keluarga dari almarhum Pak Seno," adu seorang warga.
"Oh baiklah kalau begitu terima kasih sudah memberi tahuku," ucap Gilang.
Setelah mendengar berita dari warga setempat Gilang langsung mendatangi rumah Shafina, memastikan kalau kedua orang tua Seno datang menemui Shafina karena biar bagaimanapun almarhum dari Seno memberikan sebuah wasiat yang di tulis melalui surat untuk kedua orang tuanya.
Setelah sampai di kediaman Shafina, Gilang tidak melihat penampakan mereka akhirnya dengan inisiatif sendiri Gilang mulai menghampiri mereka ke makam Seno.
Sesampainya di makam Seno, Gilang melihat ada beberapa orang yang sedang mendoakan almarhum Seno, Gilang hanya diam melihat mereka dari kejauhan.
Setelah selesai berdoa mereka pun langsung meninggalkan makam Seno dan di pertengahan jalan Gilang langsung menemui orang tua Seno.
"Om, Tante. Apa kabar," ucap Gilang.
"Oh, kamu. Rupanya kamu masih hidup," ucap Arga dengan gayanya yang selalu merendahkan orang lain.
"Aku di sini tidak ingin berbasa-basi, hanya ingin menyampaikan salam saja. Kalau sebelum meninggal Seno sempat berpesan kepada istrinya untuk memberikan surat yang sudah dia tulis untuk Om dan Tante," cerita Gilang.
"Rencana apa lagi ini," cetus Arga.
"Aku tidak pernah merencanakan sesuatu apapun, tapi itu memang wasiat dari Seno kalau anda tidak percaya? Aku tidak memaksa," terang Gilang.
"Pa gimana ini siapa tahu Seno menulis surat terakhir untuk kita," ucap Sabrina yang mulai penasaran.
"Halah, paling mereka hanya ingin meminta kita untuk mengurus anak Seno Mam," sahut Arga.
"Kalau itu aku tidak sudi, mau itu anak kandung Seno sama saja ibunya wanita jalang," ejek Sabrina.
"Tante Shafina tidak pernah meminta keluarga Seno untuk membiayai anaknya, aku datang kesini hanya menyampaikan pesan dari almarhum, kalau kalian tidak percaya, ya sudah tidak apa-apa," sungut Gilang sambil meninggalkan tempat.
Setelah kepergiannya Gilang mereka berdua sepertinya sedang berunding, dengan apa yang di katakan Gilang tadi, setelah hampir 15 menit akhirnya mereka memutuskan untuk datang ke rumah Shafina tapi tujuan mereka bukan untuk menemui mereka berdua melainkan menagih surat yang sudah di tulis oleh anaknya.
Sabrina dan Arga sudah sampai di depan rumah Shafina, wanita paruh baya itu menatap nyalang dengan keadaan rumah Shafina yang serba sederhana itu.
"Rumah kumuh seperti ini, pantesan anakku cepat meninggal karena hidup miskin bersama wanita sialan ini," gerutu Sabrina.
Ketika hendak mengetuk pintu tiba-tiba saja ada seorang anak kecil yang sedang berlari-lari bersama dengan teman sebayanya, karena keasyikan main tidak sengaja anak kecil itu menabrak tubuh Sabrina.
"Auuuu ... Sakit!" pekik anak kecil yang tak lain adalah Chantika.
"Hati-hati dong dasar anak kampung kalau main urakan gak tahu sopan santun udah gitu pada bau matahari," cerocos Sabrina.
"Maaf Nenek," sahut Chantika.
"Nenek, nenek memang saya nenek kamu," ketus Sabrina yang membuat anak kecil itu ketakutan.
"Ma, sudah-sudah apa mama tidak lihat wajah anak kecil itu," bisik Arga.
Sekilas Sabrina melihat ke arah Chantika dan benar wajah anak itu begitu mirip dengan wajah almarhum Seno, emosi Sabrina begitu membuncah ketika melihat wajah anak tersebut.
Karena bagi Sabrina anak ini yang menjadi pemicu anaknya membangkang terhadap keluarganya, "Dasar anak haram, sampai kapan pun aku tidak sudi mengakui mu sebagai cucu," desis Shafina.
"He anak kecil! cepat kau panggilkan ibumu!" suruh Sabrina dengan nada sombongnya.
Chantika anak kecil itu langsung nurut saja, dia tidak tahu kalau wanita paruh baya yang menyuruhnya itu adalah neneknya sendiri.
"Mama, di luar ada seseorang yang mencari Mama," ucap anak tersebut.
"Siapa Sayang?" tanya Shafina.
"Gak tahu Mam, orangnya galak masak Chantika gak sengaja menabrak dia langsung marah-marah kepada Chantika, kayaknya orang itu bukan orang sini deh Ma," adu Chantika.
"Baik Sayang, mama akan menemui orang itu," sahut Shafina.
Shafina masih berpikir kira-kira siapa orang yang di ceritakan anaknya itu, ketika dirinya mulai melangkahkan kakinya di teras depan dia baru tahu kalau orang-orang itu adalah segerombolan mertuanya.
"Astagfirullah mereka, bahkan sampai sekarang pun mamanya mas Seno masih belum menerima Chantika," gumam Shafina.
"Assalamualaikum Mama, Papa. Kapan datangnya," sapa Shafina.
"Sudah jangan banyak basa-basi cepat berikan kepada kami wasiat yang di tulis Seno untuk ku," ketus Sabrina.
"Oh ya Ma, apa tidak masuk dulu Mama dan Papa," tawar Shafina dengan kerendahan hatinya.
"Tidak usah, rumahmu yang sempit mana muat nampung kita yang banyak," hina Sabrina.
Shafina langsung terdiam, dia tahu kalau mertuanya itu masih belum bisa menerima kehadirannya, karena tidak ingin berdebat akhirnya Shafina memilih untuk mengambil secarik kertas yang sudah di bungkus amplop putih yang di tulis oleh Seno.
Selesai mengambil surat tersebut Shafina langsung memberikannya kepada Shafina. "Ini Ma, suratnya," ucap Shafina sambil menyodorkan surat tersebut dan di tanggapi dengan kasar oleh mama Seno.
"Sebelum meninggal Mas Seno juga berpesan untuk menyampaikan maafnya kepada kalian berdua," imbuh Shafina yang tidak di hiraukan oleh mereka.
Setelah itu Sabrina langsung membuka surat tersebut, dan isi surat itu sebuah permintaan maaf Seno terhadap ibunya, sungguh hal yang membuat Sabrina sampai menitihkan air mata, tapi setelah melihat ke bawah isi surat itu membuat Sabrina menatap bengis.
Karena di dalam surat tersebut Seno menuntut haknya sendiri, hasil kerja kerasnya dulu untuk membangun usaha kecil-kecilan dan sampai sekarang usaha itu masih berkembang cukup baik.
Di dalam surat wasiat itu Seno ingin memberikan usahanya itu terhadap istri dan anaknya, semoga saja orang tuanya berkenan.
"Apa kamu yang mendesak anakku untuk ini!" gertak Sabrina sambil menunjuk isi surat yang bagian akhir.
"Tidak Ma, aku tidak pernah mendesak Mas Seno," sahut Shafina.
"Halah, jangan pura-pura tidak tahu, aku sudah tahu perempuan culas seperti mu itu," ucap Sabrina.
"Aku tidak apa-apa hidup sederhana seperti ini Ma, bahkan aku tidak pernah meminta hak apapun dari keluarga Mas Seno, jadi jangan pernah Mama menghina atau menuduhku yang tidak-tidak," sahut Shafina kali ini dia mulai sedikit melawan.
"Bagus dong kalau kamu memang sadar dari lagian ya, kalau boleh aku terangkan lagi anak wa AA harammu itu memang tidak mempunyai hak waris apapun dari ayahnya."
"Stop! Sudah cukup. Jangan pernah kau bicara seperti itu mengenai anakku!" geram Shafina.
"Kamu mulai berani melawan ku," ucap Sabrina.
"Pergi kalian dari rumahku! Dan jangan pernah lagi kalian menginjakkan kaki di sini!" usir Shafina.
Karena teriakan Shafina tadi mengundang banyak warga yang berdatangan, warga masih ingat kejadian lima tahun lalu di mana Sabrina melempar bayi yang tidak bersalah, karena warga di sini begitu baik, mereka langsung kompak mengusir orang-orang Arga dari wilayahnya ini.
🌹 Bersambung🌹
Adli dirimu orang baik
favorit
👍❤