Setelah orang tua nya bercerai, Talita dan kedua adiknya tinggal bersama ibu mereka. Akan tetapi, semua itu hanya sebentar. Talita dan adik-adik nya kembali terusir dari rumah Ibu kandung nya. Ibu kandungnya lebih memilih Ayah tiri dan saudara tiri nya. Bukan itu saja, bahkan ayah kandung mereka pun menolak kedatangan mereka. Kemana Talita dan adik-adik nya harus pergi? Siapa yang akan menjaga mereka yang masih sangat kecil? Jawaban nya ada di sini. Selamat membaca. Ini novel kedua ku ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Talita,"
"Bu Andin?"
"Akhir nya Ibu bisa melihat kamu lagi, Talita."
"Maafkan Talita, bu."
"Apapun yang terjadi, kamu bisa bercerita kepada Ibu."
Bu Andin adalah wali kelas Talita di sekolah. Selama ini, ia sangat dekat dengan guru nya itu.
"Apa yang harus Talita jelaskan, Bu? Hidup yang seperti Ini?"
"Setidak nya kamu jangan putus sekolah. Kasihan kamu Talita. Hanya tinggal beberapa bulan lagi kamu akan menyelesaikan pendidikan kamu di SMA."
"Lalu, siapa yang akan memberikan kami nafkah, Bu. Adik ku mati saja tidak ada yang datang melihat."
"Tasya? Bagaimana mungkin?"
"Cerita nya panjang, Bu. Inti nya, untuk kami anak-anak yang di buang oleh orang tua, pendidikan tidak bisa menjadi prioritas kami. Ada perut yang harus kami isi."
"Maafkan Ibu, Talita. Ibu sama sekali tidak tahu kalau kehidupan mu akan menjadi seperti ini."
"Hidupku sudah hancur, Bu. Tapi, aku tidak ingin masa depan adik ku hancur begitu saja. Aku masih ingin memperjuangkan masa depan nya."
"Apa yang harus Ibu lakukan Talita?"
"Cukup jadi Ibu guru yang baik untuk teman-teman Talita yang lain ya, Bu."
Setelah berbicara beberapa saat dengan guru nya, Talita kembali berkutat dengan kue-kue pesanan orang. Tidak lupa Talita membungkus beberapa kue untuk Guru nya itu.
Tujuan nya adalah agar guru nya mau mempromosikan dagangan milik nya. Saat ini, mencari uang adalah yang paling utama.
"Oh, jadi kamu udah pindah ke sini, ya."
Seorang Ibu yang dulu nya menjadi saingan Talita saat berjualan lauk datang menghampiri. Ternyata dia membawa beberapa teman-teman nya.
"Iya, bu. Ibu mau beli kue apa?"
"Alah, tak usah sok berbaik hati kau itu Talita. Aku tahu, kamu pasti sakit hati kan dagangan mu tidak laku lagi gara-gara aku."
"Nggak kok, Bu. Talita biasa aja. Rejeki udah ada yang mengatur kan." Ucap Talita dengan senyum manis.
"Emang sekarang kamu jual apa? Hebat ya, jual beginian aja bisa langsung sewa rumah di depan sini. Atau jangan-jangan kamu pake pesugihan, ya?"
"Ya ampun Bu Romlah, kok jelek sekali sih isi pikiran Ibu. Jaman sekarang tu udah canggih, bu. Jualan bukan di sini aja. Tapi bisa via online."
"Apaan tu via online? Nama orang?"
"Ya, terserah Ibu aja deh. Jadi beli nggak nih."
"Nggak ah, nggak level sama kue yang beginian. Kamu tunggu aja ya Talita, aku juga akan buka bisnis dagang kue. Pasti nanti punya mu bakalan nggak laku lagi."
"Alhamdulillah kalau Ibu mau jualan kayak gini juga. Semoga laris ya, bu."
"Hey Romlah, aku mau beli kue itu. Kau kalau tidak mau ya terserah." Ucap teman nya Romlah yang sudah tergiur saat melihat puding buah milik Talita.
Apalagi dengan kondisi panas seperti ini, pasti enak sekali.
Romlah hanya melihat teman-teman nya yang memborong kue milik Talita. Semakin iri dan dengki lah hati nya itu.
Entah apa salah Talita sehingga ia bisa segitu iri. Padahal berkat Talita ia bisa berjualan lauk dan memiliki banyak pembeli.
Walaupun lauk yang ia jual tidak seenak milik Talita, namun karena tidak ada yang lain para pembeli terpaksa membeli nya.
"Kak, kenapa sih Bu Romlah tu kayak gitu?" Ucap Tania yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya.
"Biarkan saja. Mungkin dia lagi nggak ada kerjaan lain. Maka nya gangguin kakak."
"Kakak ini, di tanyain juga."
"Sudah, makan dulu. Pasti kamu udah lapar kan?"
"Kakak masak apa?"
"Teri sambal kacang dan daun ubi kuah santan."
"Wah, bakalan nambah terus kalau itu menunya. Oh iya kak. Minggu depan, Tania di undang di stasiun televisi. Kita pergi ya."
"Tapi, kakak nggak percaya diri."
"Kak, kita belanja pake uang Tania yuk. Nanti kita kan harus kelihatan cantik pas ke sana nya."
"Emang nya, kok bisa sih kamu di undang gitu dek?"
"Karena nilai Tania yang paling tinggi kak. Maka nya mereka penasaran ingin mewawancarai Tania. Tania bahkan bisa mengalahkan anak-anak di sekolah unggul."
"Wah,,, adik kakak memang jenius."
Talita mencium seluruh wajah adik nya. Tiba-tiba mata nya kembali basah. Bukan karena teringat akan orang tua nya. Melainkan karena ingat akan Tasya. Adik mereka yang sudah bahagia di alam lain.
*****
Talita dan Tania akhirnya sampai di sebuah pusat perbelanjaan. Kali ini, Talita tidak akan memakai uang adik nya untuk berbelanja. Tabungan nya sudah sangat banyak jika harus membeli sepasang baju.
Kali ini ia ingin membahagiakan adik nya dengan uang hasil jerih payah nya selama ini. Tidak lupa ia juga membeli satu set pakaian. Agar ketika nanti ia pergi dengan Tania, Tania tidak merasa malu.
"Kak, ini cantik ya."
"Kamu suka?
" Tapi harga nya ini kak."
" Nggak masalah, kalau kamu suka ya ambil aja."
Tiba-tiba saat Tania ingin mengambil baju itu, seorang anak perempuan juga menarik baju yang di inginkan Talita.
" Loh, kok di tarik sih. Kan aku duluan yang ambil ni baju."
"Orang miskin seperti kalian pasti tidak akan mampu membeli baju ini. Jadi, mengalah aja ya."
"Siapa bilang kami nggak mampu?"
Adegan tarik menarik pun terjadi di antara dua anak itu. Pegawai wanita datang dan mencoba melerai.
"Maaf ya dik, ada apa ini?"
"Mbak, aku tu langganan di sini. Jadi, semua baju di sini, harus aku dulu yang coba. Tapi anak miskin ini malah mau coba juga. Dasar nggak tahu diri."
"Aku bukan orang miskin. Kamu itu yang miskin tata krama. Atau mungkin kamu nggak pernah sekolah ya."
Pegawai yang mendengar perkataan Tania hanya bisa tersenyum. Ia sebenarnya sudah sangat jengah dengan perlakuan sok manja dari anak itu.
"Kok kamu ikutan ketawa? Awas ya kalian, akan adukan pada mama ku."
"Tania, kita cari baju lain aja ya. Kakak malas kalau berdebat dengan mereka."
"Tapi, kan duluan Tania yang pegang. Pas mau ambil malah di tarik sama anak itu."
Saat Tania dan Talita sedang berbincang, seorang Ibu-ibu datang menghampiri mereka. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Ibu-ibu itu datang bersama Naina.
Mata Naina membulat sempurna saat melihat anak-anak nya ada di toko tersebut. Ia tidak menyangka mereka berani masuk ke toko yang tergolong mewah itu.
"Oo, jadi kalian yang mengganggu anak ku?"
"Mengganggu ? Enggak tu. Kami lagi lihat-lihat baju di sini. Dan cocok, pas adik saya mau ambil, malah anak mu itu yang menarik nya dengan paksa."
"Ya, suka-suka kami dong. Kami itu kaya. Bahkan toko ini pun bisa kami beli."
"Yaudah, kalau mau beli ya tinggal beli aja bu. Nggak usah bilang-bilang."
Talita yang tadi nya tidak ingin mencari masalah, karena melihat Ibu nya hanya diam saja saat melihat mereka di hina, ia pun mulai memanas hati nya.
"Memang benar-benar anak ini. Kok bisa sih, anak orang miskin masuk ke sini? Mana ni keamanan toko nya."
"Maaf bu, ada yang bisa saya bantu?"
Seorang manajer datang menghampiri mereka.
"Mengapa kalian mengizinkan orang miskin masuk ke sini?"
"Nggak masalah miskin, asal ada uang. Iya kan pak?"
Manajer yang mendengar perkataan Talita pun ikut mengiyakan.
"Benar bu, asal ada uang, siapapun bebas masuk ke toko ini. Kami tidak pernah membeda-beda kan pelanggan."
"Tuh, kan. Aku bilang juga apa. Aku tu kenal sama pemilik nya yang baik hati dan tidak sombong. Nggak sama seperti kalian ini."
"Talita! Jaga omongan mu."
Tiba-tiba Naina menjawab ucapan Talita. Dari tadi ia sudah tidak tahan dengan perkataan yang di lontarkan oleh anak sulung nya itu.
"Loh jeng, kamu kenal sama anak ini?"
"Anu,, anu,,"
Naina tergagap. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Talita langsung mengambil ponsel nya dan merekam perkataan Naina. Ia ingin mendengar apa yang akan di katakan oleh Naina.
"Ayo, katakan siapa kami, Bu."
"Mereka anak tetangga saya, makanya saya kenal dengan mereka."
Talita langsung tertawa sambil memegang perut nya. Rekaman itu sudah ia matikan. Setidak nya ia telah memiliki bukti.
"Bu Naina yang terhormat. Bukti sudah ada di tangan saya. Jika suatu saat anda datang mencari kami, maka rekaman ini yang akan saya nampakkan. Ayo Tania, kita pergi. Kakak alergi dekat-dekat mereka."
Tania tidak marah atau sakit hati, ia udah biasa dengan penolakan itu. Setelah mereka berbelanja di toko lain, mereka pun pulang. Rasanya hari ini sudah sangat lelah.
Namun saat mereka akan pulang, mereka kembali bertemu dengan Naina lagi.
" Dimana Tasya? Mengapa kalian tidak membawa nya? Apa kau tidak mau di repotkan lagi oleh nya Talita?"
"Anda sungguh lucu Bu Naina. Sampai kapan pun anda tidak akan pernah bisa bertemu dengan Tasya lagi. Bahkan, dalam mimpi sekalipun."
"Kamu cukup bilang saja dimana Tasya."
"Apa peduli ku.. Cari saja sendiri jika anda mau."
Mereka berdua pun pergi meninggalkan Naina dengan segala emosi yang ada.