Dengan sebilah pedang di tangan, aku menantang takdir, bukan demi menjadi pahlawan tetapi agar terciptanya kedamaian.
Dengan sebilah pedang, aku menantang empat penjuru, langit dan bumi, menjadi tidak terkalahkan.
Dengan sebilah pedang, aku menjelma menjadi naga, menghabisi iblis, menyelamatkan kemanusiaan.
Dengan sebilah pedang, aku menemukan dunia dalam diri seseorang, menjaganya segenap kekuatanku, bersamanya selamanya.
Dengan sebilah pedang, kuukir sebuah legenda, tentang anak manusia menantang langit, legenda pendekar naga!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shujinkouron, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 11 – Satu Tahun
“Chen’er seperti biasa, kau tidak pernah berhenti mengejutkanku.” Fang An mengelus kepala Xiao Chen dengan lembut.
Tidak terasa setahun telah berlalu sejak Xiao Chen menjadi murid Fang An, kini Xiao Chen telah berusia 6 tahun tetapi pertumbuhannya jauh di atas rata-rata anak seusianya. Xiao Chen terlihat seperti anak berusia 10 tahun dari ukuran tubuhnya.
Setahun terakhir Xiao Chen tidak berhenti mengejutkan Fang An, dia begitu patuh belajar membaca, menulis dan berhitung. Pelajaran yang seharusnya membutuhkan tiga tahun untuk mempelajarinya dilahap oleh Xiao Chen dalam beberapa bulan, tentu saja ini karena dasarnya Xiao Chen sudah mengetahui semuanya.
Xiao Chen bisa saja menguasainya pada hari dia diajarkan tetapi itu akan sangat mengejutkan sehingga dia berpura-pura belum memahaminya dan menghabiskan beberapa bulan untuk mempelajari semuanya. Fang An kemudian mengajarkan Xiao Chen ilmu sastra, seni lukis dan juga etika.
“Chen’er sungguh berbakat, andai dirinya tidak bisa menjadi pendekar sekalipun, dia bisa menjadi sarjana ternama.” Batin Fang An saat memandangi murid satu-satunya tersebut.
Selama setahun terakhir Xiao Chen belajar begitu keras, sebagian besar waktunya dihabiskan di ruang belajar. Biarpun Fang An mendorongnya untuk bermain dengan anak seusianya, Xiao Chen mengatakan dirinya lebih tertarik untuk belajar. Dia memiliki mental orang berusia 90an tahun, tidak mungkin Xiao Chen memiliki keinginan bermain dengan anak-anak berusia 6 tahun.
Fang An juga tidak mengambil misi selama setahun terakhir karena memusatkan perhatiannya mendidik Xiao Chen semua pengetahuan dasar yang diperlukan.
Xiao Chen memang sering berada di ruang belajar pada saat malam hari sekalipun. Ketika Fang An sedang tidak mengawasinya, Xiao Chen menyalin Kitab Dewa Naga Surgawi pada sebuah buku kosong. Xiao Chen juga menulis semua kejadian penting yang bisa diingatnya.
Biarpun Xiao Chen memiliki ingatan dari kehidupan sebelumnya tentang banyak hal yang terjadi di masa depan tetapi bukan berarti dirinya tidak bisa lupa. Seiring waktu setelah menjalani kehidupan barunya ini pasti ada yang dia lupakan, sebab itulah Xiao Chen mencatat semuanya dan menyimpannya dengan baik.
Xiao Chen yang belum bisa mempelajari bela diri maupun tenaga dalam karena kondisinya memilih untuk mempelajari hal-hal yang sebelumnya tidak dia perhatikan. Demi mengisi waktu Xiao Chen mempelajari ilmu pengobatan, ilmu formasi dan lainnya dari buku-buku yang terdapat di Vila Pedang Bambu.
“Chen’er, ada yang perlu Guru bicarakan denganmu…” Setelah latihan melukis pada pagi hari, Fang An mendadak meminta Xiao Chen duduk di hadapannya dan mendengarkan yang ingin Fang An sampaikan, “Chen’er sebagai Tetua Pedang, Guru harus mengambil misi dari waktu ke waktu.”
Pada dasarnya Fang An menjelaskan paling lama Tetua Pedang bisa libur adalah satu tahun. Dalam waktu dekat Fang An akan pergi mengambil misi, dia berpesan agar Xiao Chen tidak kendor pada latihannya.
“Guru tidak perlu khawatir, murid tidak akan mengecewakan Guru.” Jawab Xiao Chen.
Pada kehidupan sebelumnya, Fang An tidak mengambil libur selama ini dari misi-misinya karena Xiao Chen menginginkan lebih banyak waktu sendiri. Kali ini Fang An tidak melakukan misi setahun penuh karena ingin mendidik Xiao Chen yang begitu berbakat.
Fang An mengingatkan agar Xiao Chen tidak menunjukan kepandaiannya kepada orang lain untuk sementara waktu, Fang An tidak menjelaskan alasannya tetapi Xiao Chen bisa memahaminya. Dalam dunia persilatan yang kejam, seseorang yang berbakat tidak selalu menjadi pujaan. Andai tidak memiliki latar belakang yang kuat, bakat-bakat ini justru dihabisi sebelum berkembang.
Setidaknya karena tidak mengambil misi selama setahun penuh, kondisi Fang An menjadi lebih baik. Batuknya tidak sesering sebelumnya ketika malam hari tiba.
Keesokan harinya, Fang An meninggalkan Vila Pedang Bambu. Fang An mengatakan mungkin akan membutuhkan waktu beberapa minggu sebelum dirinya kembali.
“Akhirnya aku bisa lebih bebas…” Xiao Chen menghela nafas panjang setelah melihat sosok Fang An tidak terlihat lagi.
Xiao Chen memang senang kondisi Fang An sedikit membaik, tetapi setahun terakhir ruang gerak Xiao Chen menjadi begitu terbatas karena Fang An selalu mengawasinya hampir setiap waktu. Xiao mengemas beberapa barang sebelum lari ke gudang barang Vila Pedang Bambu.
Vila Pedang Bambu terletak dibagian timur Lembah Seratus Pedang, Vila tersebut juga menyatu dengan dinding pembatas kota. Selama setahun terakhir setiap kali Fang An sudah terlelap, Xiao Chen membangun jalan rahasia yang bisa membawanya keluar dari Lembah Seratus Pedang.
Jika Xiao Chen ingin meninggalkan Lembah Seratus Pedang, dia harus melaporkannya pada Paviliun Pedang Muda. Xiao Chen yakin dirinya tidak akan mendapatkan izin untuk meninggalkan sekte, sebab itulah dia membangun jalan rahasia ini.
Xiao Chen dengan hati-hati memeriksa keadaan sekitarnya sebelum keluar dari jalan rahasia tersebut, dia kemudian menutupi kembali pintu rahasia itu menggunakan rerumputan dan batu-batu. Setahun terakhir dirinya tidak pernah meninggalkan Vila Pedang Bambu, padahal Xiao Chen termasuk orang yang suka berpergian jadi tubuhnya terasa sangat gatal untuk berpetualang.
“Akhirnya aku bisa mulai melakukan rencanaku…” Xiao Chen berlari menuju ke arah timur, tempat yang menjadi tujuan adalah sebuah sungai besar yang berada di dekat Lembah Seratus Pedang.
Disebabkan Fang An terus mengawasinya, Xiao Chen tidak bisa belajar banyak bela diri tetapi dia tidak lupa dari waktu ke waktu berlatih untuk memperkuat fisiknya dengan melakukan kegiatan sehari-hari seperti menimba air di sumur, memotong kayu bakar, membersihkan Vila dan sebagainya.
Bagi anak seusianya, semua kegiatan itu termasuk latihan fisik yang cukup baik.
Xiao Chen juga diam-diam mempelajari ilmu meringankan tubuh, karena dia belum memiliki tenaga dalam jadi Xiao Chen hanya bisa mempelajari ilmu meringankan tubuh paling dasar yang dikuasai semua pendekar pertama kali yaitu Ilmu Langkah Angin.
“Kaki-kaki pendek ini terasa begitu menyedihkan…” Xiao Chen tersenyum pahit ketika merasakan kecepatan larinya menggunakan ilmu Langkah Angin tidak berbeda dengan kecepatan lari orang dewasa biasa.
Satu perubahan nyata yang dibandingkan kehidupan sebelumnya adalah pertumbuhan fisik Xiao Chen, sebelumnya dia adalah pemuda kurus yang terlihat kurang gizi dan tenaga, sama sekali tidak seperti pendekar pada umumnya namun kali ini dia memiliki nafsu makan besar serta melakukan latihan dengan aktif jadi fisiknya tumbuh menjadi besar dan kuat.
Xiao Chen sedikit merindukan kemampuannya yang mampu berlari secepat angin, tetapi dirinya juga memahami selama dia berlatih cukup keras maka cepat atau lambat dia akan mendapatkan kemampuan itu kembali.
Setelah berlari beberapa waktu, Xiao Chen bisa melihat aliran sungai di hadapannya. Sungai yang sebelumnya membawa malapetaka bagi Lembah Seratus Pedang yaitu Sungai Rumput Giok.