Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Mencari Kebenaran
Dalam perjalanan menuju Desa Sewujiwo, Reyza sedang berbicara melalui telepon dengan seseorang saat masih didalam mobil.
"Oke, Mas Aji, makasih ya. Assalamualaikum,"
Ratu menatap Panca yang tertidur bersandar di pundaknya, meskipun sedikit terasa berat namun laki-laki tampak sekali sangat kelelahan. Karena ia tidak hanya memikirkan masalah serta urusan Ratu beserta temannya, melainkan Panca juga harus fokus dengan sekolahnya yang hampir lulus.
Mas Panca kalo tidur gini ganteng banget dah, mana dia pake kaos hitam polos lagi. Rambutnya juga wangi, pake sampo apa sih dia? Batin Ratu.
"Guys, nanti kita akan ketemu sama laki-laki yang namanya Aji. Dari usaha Bisma semalem yang sebar informasi buat kita cari seseorang yang tahu asal-usul Desa Sewujiwo itu. Katanya beliau udah lama tinggal menetap di sebuah kampung dekat desa tersebut." kata Reyza.
Ninda sambil menyeruput susu kotaknya pun menyahut, "Kerja bagus tuh, lumayan kan kita jadi cepet selesaikan kasus ini. Padahal niat kita dari awal cuma mau fokus belajar, tapi entahlah nasibnya harus selalu sama kayak yang udah terjadi."
Sementara Cakra berdecak. "Udah gue bilang kalo kita bukan anak biasa, lagian udah terbukti juga dari nyanyian lagu Bu Mirah yang direkam sama Ratu." sahutnya.
Mendadak namanya disebut, Ratu menoleh ke belakang. "Asal kalian tahu aja ya, gimana rasanya jadi gue kemarin itu, kata gue mah udah pingsan lo semua." timpal Ratu.
Disaat semuanya tertawa setelah mendengar ucapan Ratu, Intan memperhatikan Bisma yang hanya diam saja bahkan tidak ikut tertawa.
"Eh, kenapa lo, Bis?" tanya Intan.
"Iya, lo diem aja, kenapa?" ikut Reyza.
Yang diperhatikan seketika menghela nafas dengan raut wajahnya datar.
"Gue gak nyangka aja,"
"Gak nyangka kenapa?"
"Gak nyangka kalo ternyata Cakra itu bisa kocak juga! Hahaha!" ucap Bisma sambil tertawa puas.
Sedangkan yang jadi bahannya justru memasang wajah kesal.
"Seneng lo begitu,"
"Eh, tapi mending lo kalo kita begini. Biar gak apa-apa tuh kerasa datar aja, kali-kali kita bercanda tapi yang gak kelewat batas jugaa." kata Ninda.
Semuanya pun mengangguk setuju, sementara Panca seketika terbangun dari tidurnya karena suara anak-anak yang tertawa.
"Aduh, Ratu, maaf ya. Kamu pegel ya pundaknya? Astaghfirullah, aku ketiduran lama banget nih pasti. Yang sakit mana, Ratu?" tanya Panca membuat kawan-kawannya Ratu terdiam.
Reaksi Ratu hanya senyum-senyum. "Gak papa kok, sakit juga tangannya aja sih. Tapi, gak masalah, cuma pegel aja."
Panca sontak menatap ibu jari tangan Ratu. "Kalo aku pijit, mau gak? Atau gimana?"
"Pijit aja, Mas. Kak Ratu tuh emang sering pegel gitu jempolnya." Bukan Ratu yang menjawab, justru Reyza.
"Yaudah, aku pijit, ya? Nanti kalo sakit kamu boleh bilang,"
Karena merasa suasana didalam mobil begitu sepi, Intan pun tiba-tiba memanggil sang supir yang bertugas mengendarai mobil milik ayahnya Panca.
"Pak, coba hidupkan musik dong! Sepi banget nih, biar ada keseruan dikit. Dari belakangan ini yang bikin kita pusing." usul Intan langsung dianggukki oleh sang supir.
Selama perjalanan panjang menuju ke kampung Rogoseto. Kampung yang katanya dihuni oleh Aji dan beberapa warga lainnya.
Alunan musik yang asik membuat semuanya senang bernyanyi selama di perjalanan. Sang supir pun turut bahagia karena tingkah laku dari para anak remaja tersebut.
"Ku takkan mati ...,"
"Takkan mati."
ΩΩΩ
Sesampainya di kampung Rogoseto, Ratu bersama kawan-kawannya pun berkenalan dengan Mas Aji. Tampak sekali bahwa laki-laki sekitar umur 20 tahun tersebut begitu tampan.
"Saya Ratu, ini teman-teman saya. Kami semua dari kota, yang kebetulan sempat belajar di balai desa Sewujiwo." ucap Ratu sopan.
"Saya Aditya Aji Pratama. Rumah saya ada di perempatan sana, mari kita ke gubug yang ada di sebelah sana." ajak Aji.
Panca diam-diam mencolek lengan tangan Ratu, tetapi yang dicolek hanya biasa saja. Toh, Panca memang sudah sering jahil kepadanya.
"Jadi, sebenarnya ada apa dengan Desa Budijoyo itu, Mas Aji?" tanya Reyza.
Semua duduk membentuk lingkaran di sebuah gubug dekat sawah yang tempatnya juga tak jauh dari Sekolah Dasar Budijoyo tersebut.
"Dulu pada tahun 2000, sewaktu saya belum lahir itu Ibu saya kan dulunya pedagang di sekolah tersebut. Dulu kantin itu berada di belakang kelas lima dan enam, serta tepat bersejajar dengan lokasi sumur tua yang mungkin Mbak Ratu lihat. Kata ibuku, dahulu itu di sekolah pernah terjadi masalah besar. Masalah yang mengakibatkan kematian satu keluarga. Dan mereka merupakan orang-orang yang bertugas di sekolahan itu."
"Yang ibu saya tahu hanya kabar menggegerkan tentang adanya seorang laki-laki muda yang terjatuh ke dalam sumur hingga dinyatakan meninggal. Bersamaan pula dengan penemuan jasad gadis berhijab, dia masih anak SD situ. Anaknya muslimah, namun nasibnya malang karena tewas secara tak wajar di dalam gudang balai desa. Kemudian harinya si orangtua dari mereka pun konon ribut besar karena anak-anaknya meninggal secara mendadak. Hingga pada akhirnya ibu-ibu yang bekerja sebagai pedagang kantin yang Ratu temui itu tewas dipukul wajahnya menggunakan balok kayu." jelas Mas Aji.
Ratu bergidik ngeri sampai memegang lengan tangan Panca begitu erat.
"Takut, Mas, ngeri banget ternyata kisah mereka." ujar Ratu.
Tak berbeda dengan Intan dan Ninda kepada lelaki sejati mereka.
"Pada akhirnya pak Bejo itu gimana, Mas?" tanya Reyza.
"Bersamaan dengan istrinya, dan yang gangguin kalian itu yaa bukan aslinya. Karena beliau sudah meninggal sangat lama. Itu hanya ilusi atau gambaran yang mereka semua kirim untuk kalian." jawab Aji.
Ratu malah mengernyit bingung.
"Tapi, kemarin Mas Panca terluka karena —"
"Aku memang sudah terluka dari sebelum jemput kamu, Ratu. Memang ada yang jahatin di jalan, ketemu preman lah, biasa."
Mendengar penjelasan itu, Ratu hanya mendengus. Lalu, Aji melanjutkan kembali ceritanya.
"Dan mungkin kalian pernah dengar kabar miring yang tidak sesuai dengan kenyataannya?" tanya Aji.
Semua kompak mengangguk. Sebab memang benar adanya, banyak kabar berita dari internet yang tidak sesuai dengan apa yang mereka alami.
"Sebenarnya kematian sosok laki-laki berinisial B itu tewas bukan karena disiksa di dalam toilet lalu dibuang ke sumur, itu bukan aslinya. Karena ada satu anak SD cowok yang jadi saksi mata dulu. Katanya dia ngeliat ada yang masuk ke dalam tubuh si B tersebut, sehingga entah mengapa langsung masuk ke dalam sumur." Penjelasan Aji menimbulkan pertanyaan dari Reyza.
"Tapi, gak mungkin kan kalau Mas B itu masuk begitu saja ke dalam sumur tersebut meski tubuhnya sedang dikendalikan oleh sesuatu?"
Aji mengangguk.
"Memang betul. Anak itu kemudian lari mencari saya hingga kami bertemu di belakang sekolah. Karena pada saat itu saya sedang membantu bapak saya mencari rumput untuk kambing. Kemudian ketika saya mencoba untuk mengecek dalam sumur itu, saya menemukan banyak kembang tujuh rupa. Dan anehnya lagi, air di dalam sana itu terlihat merah semua. Seperti air terkena darah sih menurut saya,"
Tiba-tiba Aji menatap ke arah Ratu.
"Coba kamu pegang tangan saya, kamu akan melihat semuanya."
Ratu dengan beraninya menuruti kata Aji. Sehingga matanya pun terpejam. Tubuhnya seketika bergetar dan langsung meneteskan air mata.
"S-sa-kit ... Gak kuat ...,"