Awan Hitam Di Hidupku

Setelah di perjalanan pulang pun, Aksara masih terdiam. Terus mencoba mencari kata-kata yang tepat, sekali-kali melirik istrinya. Sedangkan Ratia, sudah cukup tenang.

Aku harus mempertahankan pernikahan ku, aku tidak mau menikah berkali-kali. Bagaimana pun dia harus belajar mencintai ku. Aksara

Ya tuhan, apa yang akan terjadi di hidup ku nanti. Tempat macam apa itu tadi, apa segelap ini dunia Tuan Aksara. Ratia

Membelah jalanan malam ini, dengan pikiran mereka masing-masing. Dan tentunya dengan dua raut wajah yang berbeda, sang pria dengan wajah penuh kebingungan dan sang gadis dengan wajah penuh ketakutan.

Bahkan setelah sampai di rumah masih tercipta kebisuan di antara ke duanya. Aksara dengan cepat menggendong istrinya ketika Ratia mulai melangkah, tidak ada penolakan.

"Ayo cepat ganti baju, kenapa bisa sekotor ini?" pakaian Ratia begitu kotor, percikan air di jalanan dan debu-debu seolah ikut menyerang tubuhnya. Saking lelahnya, Ratia tidak menolak saat Aksara yang menggantikan pakian.

"Mas, pergilah aku tidak apa-apa jika mas ingin ke sana lagi."

"Tidak, Herry akan mengurus semuanya. Aku akan mengurus mu di rumah." mendengar apa yang di katakan Aksara, Ratia tersentak apa maksudnya. Dia pun mulai gelisah, membayangkan apa yang akan terjadi jika sang suami masih di kamar yang sama dengannya.

Mengurus ku? Tidak jangan sampai itu terjadi lagi. Aku tidak mau mengandung anaknya. Tidak mau! Ratia

Menyadari istrinya memikirkan hal itu, seringai nakal di wajah Aksara pun timbul. "Kita lakukan sekarang?"

"Aku lelah Mas, Kaki ku rasanya akan patah." Menarik selimut secepat mungkin, menutup tubuhnya hingga hanya ujung kepalanya saja yang tersisa. Langsung memejamkan mata, dan memaksa dirinya tidur.

"Sini!'' namun sang pria dengan cepat menarik selimut itu kembali. Menarik kaki Ratia, dengan cukup kuat.

"Mas, jangan lakukan itu sekarang."

"Kau bilang kaki mu mau patah, biar aku l lihat." Aksara mulai memegang kaki Ratia, membolak balikkannya beberapa kali.

"Bagaimana kau bisa seceroboh ini Ratia, aku jadi ragu kalau kau sangat cerdas seperti yang selalu kakek katakan." merasa dirinya diremehkan, gadis itu memajukan bibirnya menatap kesal. Tapi sisi lain otaknya menyadari, dia sangat ceroboh tadi. Berlari menggunakan sepatu high heels yang cukup tinggi, tentu akan membuat kaki mulus itu lecet.

"Kenapa apa kau tidak terima?"

"Bukan tidak terima Mas, aku hanya terdesak!" langsung menarik kakinya, dan melipat tangan didada. Menatap dan memaki dalam hati.

"Kau terdesak atau salah sangka?"

Apa aku benar-benar salah sangka ya? Apa memang dia tidak berniat menjual ku tadi? Ratia

"Untuk apa aku menjual mu? Untuk uang? Apa kau tidak tau, sebanyak apa uang yang ku punya Ratia?" Ratia pun termenung, benar apa yang di katakan Aksara tidak mungkin untuk uang. Bahkan kekayaan milik keluarga Suseno ini sudah tidak bisa di hitung lagi.

Benar juga ya, apa aku memang bodoh. Tapi apa yang tidak mungkin, untuk manusia seperti dia? Ratia

"Benarkan, aku ini suami mu dan kau istriku. Berpikirlah Ratia, apa selamanya hubungian kita akan seperti ini?''

Eh apa maksudnya, hubungan semacam apa yang dia mau? Dia bahkan punya pacar di luar sana. Ratia

Ratia pun berusaha terus mencerna apa yang di katakan Aksara, untuk hal semacam ini entah bagaimana otaknya tidak bisa di andalkan sama sekali.

"Boleh aku bertanya pada mu?" Aksara semakin mendekat, nampaknya dia tidak ingin melewatkan raut wajah yang akan Ratia tunjukkan nanti.

"Apa kau tidak bisa belajar untuk mencintai ku Ratia?"

"Apa?"

"Setidaknya, perlakukan aku sebagai suami mu?" mendengar hal itu Ratia langsung berdiri menjauh. Kemarahan begitu nampak di wajahnya.

"Apa aku juga boleh bertanya Mas? Apa mas sudah memperlakukan ku dengan baik. Kau bahkan setiap malam pergi entah ke mana, aku sangat yakin kau sudah terbiasa meniduri wanita-wanita semacam itu tadi. Dan ku peringkatkan lagi pada mu, jangan menyentuh ku lagi aku tidak mau tertular penyakit dari mu." Mendengar apa yang di ucapkan sang istri, Aksara nampak cukup terkejut. Namun ada kelegaan di sana, dia jadi tau apa saja yang ada di pikiran sang istri tentang dirinya.

"Hal apa saja yang sudah kau dengar tentangku Ratia?" tentu sebenarnya Aksara tau gunjingan orang-orang diluar sana terhadapnya. "Selama kita menikah, apa kau pernah mencium alkohol dari tubuh ku?"

Oh iya juga, dia hanya nampak lelah setiap hari dan tidak ada bau-bau alkohol.Ratia

Ratia terlihat bingung, apa selama ini orang-orang sudah salah menilai suaminya. Tapi bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi tanpa alasan. Tidak akan ada asap jika tidak ada api bukan, lalu apa sebenarnya yang telah terjadi.

"Aku mengakui Ratia, salah ku meninggalkan mu setiap malam. Tapi kau harus tau, aku tidak punya pilihan." Ada sesuatu yang dia tangkap dari kata-kata sang suami, apa ada hal lain yang telah terjadi sebenarnya di keluarga Suseno ini.

"Dan kau juga harus tau Ratia, aku tidak bisa meniduri perempuan jika aku tidak mencintainya."

Lalu apa yang dia lakukan siang tadi pada ku, dasar kau pikir aku bodoh. Ratia

Kau pasti tidak paham apa maksud ku. Aksara.

Ratia pun kehabisan kata-kata, dan Aksara pun nampak semakin frustasi.

"Sudahlah sini, berbaring lagi kau bilang kaki mu sakit, biar ku pijit." Karena memang kakinya sangat sakit, tawaran itu tanpa sadar dia terima. Cukup lama Aksara memijat lembut kaki istrinya itu. Diam-diam Ratia memperhatikan wajahnya, entah mengapa ada desiran di hati gadis itu.

Tuan Aksara ini tampan ya, hanya nampak seram saja. Seandainya dia tidak punya wanita lain mungkin aku akan belajar membuka hati ku.Ratia

"Kenapa melihat ku seperti itu? Apa kau baru sadar jika suami mu ini tampan?'' Ratia pun menjadi salah tingkah, bagaimana mungkin dia tertangkap basah sedang memandangi Aksara. Ah, malu sekali.

Aduh, kenapa dia sadar jika aku memandangi nya. Ratia

"Sudahlah Mas, aku mau tidur" tanpa mengucapkan terimakasih, Ratia menarik selimut mengabaikan suaminya yang nampak sedikit bahagia. Aksara pun ikut berbaring di samping sang istri, melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu. Membelai pucuk kelapa sang istri dnegan lembut. Hari ini sangat melelahkan, banyak harapan yang di panjatkan Tuan Aksara untuk hari esok.

Sementara itu, salah seorang pelayan yang berdiri di depan pintu menarik nafas lega. Dengan cepat dia mengetikan sesuatu untuk mengirim pesan ''Tidak ada pertengkaran malam ini Tuan, sepertinya mereka sudah akan tidur."