NovelToon NovelToon
Sisa Rasa Rosa

Sisa Rasa Rosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:552
Nilai: 5
Nama Author: Noey Ismii

Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?


Update setiap hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satu Hari yang Haru

Kelas sudah sangat riuh saat Rosa baru datang. Pagi ini tidak seperti pagi tenang yang biasanya. Saat masuk ke dalam kelas, baru Rosa tahu apa penyebabnya.

“Aku datang paling pagi, belum ada siapa-siapa. Terus aku kebelet, karena dingin, jadi aku ninggalin pouch gitu aja di tas. Pas balik kelas tas aku udah berantakan,” Najwa menjelaskan sekali lagi.

Dia sungguh tidak punya clue siapa yang mengambilnya. Najwa benar-benar sendiri saat datang tadi. Belum ada yang datang. Dia juga tidak melihat ada orang lain yang datang setelahnya.

“Aku bakal ganti. Cuma ini bikin aku drop banget. Aku dapet amanah, aku dapet kepercayaan, tapi aku ceroboh. Dua pouch hilang gitu aja. Aku ngerasa gagal,” katanya sambil menahan tangis. Dia kesal.

Najwa memang bisa menggantinya. Tapi usahanya selama ini melindungi uang dan kepercayaan kelas dan OSIS, seakan terenggut begitu saja. Najwa sangat terluka dengan kecerobohannya sendiri.

Mencoba menenangkan Najwa, Rosa memberinya air minum. Wajah Najwa sudah pucat. Dia banyak menyesali dirinya sendiri.

“Aku udah tanya Pak Ujang, tapi dia lagi bantu anak-anak nyeberang sesudah kamu masuk gerbang. Dan ada lumayan banyak jadi Pak Ujang ga yakin bakal inget satu-satu,” Danish si Ketua Kelas masuk kelas setelah mencoba bertanya pada satpam sekolah, Pak Ujang.

“Satu-satunya cara adalah bikin laporan, Jwa, jadi kita bisa liat CCTV.” Vira menyarankan untuk membuat laporan pada sekolah.

“Iya, Jwa, kita laporan aja,” Bella coba meyakinkan Najwa.

“Kita bukannya sangsi kamu bakal ganti. Tapi kalau kita gak tau siapa yang ambil, artinya kita biarin pencurinya lolos gitu aja.” Nicko menimpali. Dia anak paling nakal di kelas. Tapi usulannya kali ini diiyakan seluruh kelas.

Najwa menimbang-nimbang. Ini melukai egonya yang yakin dengan tugas dan jabatannya. Tapi ini juga harus diselesaikan dengan baik. Pertanyaan berkelebat di kepala Najwa. Apakah dia akan dipercaya lagi untuk jabatan-jabatan lainnya setelah ketahuan ceroboh seperti ini?

Gadis itu kemudian mengambil kesimpulan, dia akan memikirkannya sampai jam istirahat kedua. Dia akan mencari jalan keluarnya lebih dulu.

Tangan Rosa mengusap punggung Najwa, memberinya kekuatan. Dia akan ikut menambah ganti uang kasnya. Tapi dia juga setuju dengan usulan Nicko. Tapi Najwa yang punya ego setinggi langit itu tidak bisa membuat dirinya dipandang buruk setelah ini.

Siapa yang mengambil pouch Najwa?

Rosa membuka tasnya. Dia masih membawa cookies sisa kemarin. Kepalanya berputar melirik ke kursi Gisha. Hari ini dia juga tidak masuk kelas.

-o0o-

Bel istirahat berbunyi. Setengah dari penghuni kelas sudah bubar ke kantin. Mereka menunggu keputusan Najwa untuk melaporkannya atau tidak. Rosa menemani Najwa yang masih duduk termenung. Bella juga sudah kehilangan selera makannya. Vira sedang menghapus papan tulis, lalu mengisi tinta pada spidol merah.

Sisa kelas itu hanya beberapa orang yang memang masih mengisi tugasnya masing-masing.

Kemudian Rosa melihat Gisha memasuki kelas.

Dia terlambat empat jam pelajaran. Semua mata tertuju pada gadis itu sekarang. Alih-alih berjalan ke kursinya, Gisha berjalan ke arah Najwa. Tangannya menggenggam keresek hitam. Dia menyimpan keresek itu di atas meja Najwa.

Tangisnya pecah.

Vira segera menutup pintu kelas mereka. Saat tahu uang yang dipegang Najwa hilang, sekelas sudah sepakat untuk tetap menjaga berita itu agar tidak sampai ke kelas lain. Dan melihat gelagat Gisha, Vira bertindak dengan cepat.

“Najwa, maaf. Maaf.” Bibirnya bergetar saat mengatakannya. Dia berlutut di pinggir kursi Najwa. Gisha sudah pasrah jika setelah ini semua temannya memusuhinya. Dia juga siap dengan semua resiko atas apa yang sudah dilakukannya.

Dia mengakui kejahatannya.

“Aku yang ambil pouch kamu.”

Semua penghuni kelas terkaget-kaget dengan pengakuan Gisha.

Tangan Najwa membuka keresek di depannya. Dia menemukan kedua pouchnya ada disana. Masih setebal seperti tadi pagi. Apakah Gisha belum memakainya? Dia mengeluarkan dua kotak kain yang dipakainya untuk menyimpan dua uang kas itu.

Mata Rosa melihat pouch yang sudah dikenalnya. Bella berdiri, matanya lurus menatap Najwa yang membuka catatannya. Semua murid di kelas hening seketika. Mereka tidak menyangka Gisha bisa melakukan hal seperti itu.

“Gisha, aku perlu penjelasan,” kata Najwa setelah berhasil menguasai dirinya. Menahan diri untuk kembali menghitung.

Gisha menunduk. “Kemarin, Mama kecelakaan waktu, waktu subuh, hujan.” Terbata, dia mencoba menjelaskan.

Mama Gisha memang punya warung nasi kecil-kecilan di depan rumahnya. Dan Ayah Gisha berkerja di pabrik. Gisha juga punya dua adik yang masing-masing SD dan SMP. Dengan mamanya yang kecelakaan, Gisha bingung. Dia berencana absen lagi hari ini. Dia tidak bisa meninggalkan Mama di rumah sakit. Belum lagi mengurus adiknya yang masih SD. Tapi Ayahnya menyuruh Gisha untuk tetap sekolah.

Gisha adalah salah satu dari banyaknya murid beasiswa di SMA Bandung Raya. Gisha memang tidak bisa dibilang jenius. Tapi dia pasti masuk sepuluh besar kelas dan lima puluh besar di kelas X. UTS kemarin, Gisha mendapat peringkat ke empat puluh lima dari seluruh kelas X.

“Aku bawa itu ke rumah sakit dan langsung dimarahin Ayah. Aku tahu itu salah, tapi aku beneran gak tau harus gimana. Maaf Najwa,”

Gisha masih terisak. Rambutnya berantakan.

Seragamnya tidak disetrika dengan baik. Gisha masih menunduk dia menangkupkan kedua tangan di depan dada.

Najwa terlalu kaget untuk bisa beraksi.

Nissa berjalan ke arah Gisha yang masih berlutut. Nissa membantu Gisha bangun. Dia membersihkan roknya yang berdebu. Kemudian memeluk Gisha.

“Kamu pasti kalut banget,” Nissa menepuk-nepuk punggung Gisha.

Mendapat perlakuan seperti itu, tangis Gisha makin kencang. Mamanya yang masih belum sadar. Dia merasa harus kuat karena menjadi anak sulung.

Najwa menyeka bulir bening yang menetes dari ujung matanya. Bella berjalan ke arah Nissa dan Gisha. Ikut memeluk Gisha.

“Kenapa kamu gak bilang aja, Gis? Kita pasti bantu,” Vira menepuk pundak Gisha.

Najwa berdiri. Sambil membawa pouchnya, dia berjalan keluar kelas dengan hidung memerah.

Gisha melihat itu dan membuat hatinya terhenyak seketika. Dia sudah siap jika Najwa melaporkannya. Dia siap mendapat hukuman.

Nicko mengambil air mineral dari lemari persediaan. Memberikannya pada Bella. Dia menerimanya dan menyerahkannya pada Gisha.

Dia sudah lebih tenang sekarang. “Najwa pasti marah, ya? Aku udah keterlaluan. Maafin aku semuanya. Tadi pagi kalian pasti bingung karena ulah aku.” Gisha menunduk dengan bibir masih gemetar.

Nissa menuntun tangan Gisha untuk duduk di kursinya. “Kamu udah makan?” tanyanya yang langsung dijawab gelengan oleh Gisha.

Sebungkus cookies terulur ke arah Gisha, “Kemarin Rama bagi itu. Ini bagian kamu,” Rosa sudah berdiri didekat meja. Dia sudah menunggu Gisha dari kemarin.

Sudut bibir Gisha melengkung sedikit, “Makasih,” katanya sambil menerima cookiesnya.

Najwa masuk sesaat setelah bel masuk berbunyi. Dia langsung berjalan ke kursi Gisha.

Gisha berdiri, siap menerima apapun yang akan dikatakan Najwa.

“Aku udah bilang Bu Nina dengan alasannya. Aku gak tau Bu Nina akan memaafkan atau enggak. Tapi tindakan kamu jelas salah, Nagisha,” Najwa sengaja memberi penekanan dengan menyebutkan nama Gisha.

Gisha menunduk, mengangguk setuju.

“Tapi kenapa kamu gak bilang?” suara Najwa melunak. Air mata merembes dari sudut matanya. Dia segera mengusapnya dengan punggung tangan. “Kita sekelas udah mau enam bulan. Kita temen. Kita udah jadi keluarga kelas X-3. Kalau kamu bilang, kita akan cari jalan keluarnya bersama. Itulah gunanya temen. Itulah gunanya keluarga. Untuk saling menguatkan disaat seperti ini!”

Najwa menangis. Dia memeluk Gisha yang juga sudah menangis. Semua murid sudah kembali ke kelasnya masing-masing. Jadi tidak ada yang menonton kejadian mengharukan di kelas X-3 kecuali para penghuninya.

“Maaf,” Gisha berkata sekali lagi.

Najwa mengangguk. “Tapi jangan pernah kayak gitu lagi!” tegasnya. Gisha mengangguk sekali lagi.

Nicko yang pertama kali bertepuk tangan. Diikuti semua murid kelas X-3.

Danish menghentikan tepuk tangan riuh itu dengan suaranya, sambil mengangkat ponselnya yang menampilkan pesan dari grup ketua kelas.

“Udah masuk pengumumannya. Donasi buat Gisha dikumpulin di Najwa, eh, di Fiola aja. Ya, Fi?”

Fiola sebagai wakil bendahara berseru, “Siap, Cap!”

Suasana kelas kembali seperti biasa saat Bu Intan masuk kelas. Mereka kembali siap untuk belajar. Najwa sudah duduk di kursinya juga.

Senyumnya sudah kembali.

Tapi Rosa masih tertegun. Ucapan Najwa tadi masih berdengung di telinganya. Kejadian hari ini sangat membuatnya berpikir.

-o0o-

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!