Bekerja sebagai pelayan di Mansion seorang Mafia???
Grace memutuskan menjadi warga tetap di LA dan bekerja sebagai seorang Maid di sebuah Mansion mewah milik seorang mafia kejam bernama Vincent Douglas. Bukan hanya kejam, pria itu juga haus Seks wow!
Namun siapa sangka kalau Grace pernah bekerja 1 hari untuk berpura-pura menjadi seorang wanita kaya yang bernama Jacqueline serta dibayar dalam jumlah yang cukup dengan syarat berkencan satu malam bersama seorang pria, namun justru itu malah menjeratnya dengan sang Majikannya sendiri, tuanya sendiri yang merupakan seorang Vincent Douglas.
Apakah Grace bisa menyembunyikan wajahnya dari sang tuan saat bekerja? Dia bahkan tidak boleh resign sesuai kontrak kerja.
Mari kita sama-sama berimajinasi ketika warga Indonesia pindah ke luar negeri (〃゚3゚〃)
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMLMM — BAB 23
SEBUAH ANCAMAN
Tidak memperdulikan larangan Jack selak tangan kanan Vincent. Grace yang sudah dilanda amarah tak akan mau bila terus bertahan di tempat seperti itu. Dia tidak peduli meskipun Vincent orang kaya ataupun tampan, bagi Grace kebebasan adalah yang terbaik.
“Kau tidak boleh pergi sebelum ada izin ke bos Vincent.” Tegas Jack.
“Aku berhenti menjadi maid and I don't care. Now, minggir.” Tegas Grace tak mau kalah.
Maida dan beberapa maid yang bersamanya pun ikut menjadi penonton. Sambil mengerutkan keningnya, Maida benar-benar dibuat geleng kepala oleh kelakuan Grace yang diluar nalar. “Apa dia ingin mati.” Gumam Maida pelan namun masih bisa didengar oleh Sia dan maid lainnya.
Grace masih mencoba menerobos Jack walaupun pria itu masih menahannya dengan menghalangi setiap langkah yang Grace ambil.
“Siapa yang menyuruhmu keluar?”
Mendengar suara Vincent. Grace mulai panik hingga tanpa pikir panjang ia memegang kedua pundak Jack dan langsung memberinya pukulan di bagian pertamanya alias joninya Jack. Ya! Dengan lututnya Grace berhasil membuat pria itu kesakitan luar biasa sembari bertekuk lutut sambil memegangi bagian utamanya.
Vincent yang melihat hal itu pun terkejut luar biasa bahkan Maida dan maid lainnya.
Grace berlari ke arah gerbang namun Vincent dengan cepat langsung mengejarnya dengan wajah marah hingga berhasil memepet Grace ke gerbang Mansion.
Rompi yang Grace kenakan pun sudah tak karuan hingga turun memperlihatkan pundak kanannya yang mulus. Napas Grace tersengal ketika Vincent mengunci kedua tangannya dari belakang dan membuatnya terpojok ke pagar Mansion.
“LEPASKAN AKU..., AKU TIDAK MAU BEKERJA DI SINI, BIARKAN AKU KELUAR!” ronta Grace yang benar-benar tak ingin bekerja di sana walaupun gaji tinggi.
“Aku tidak menerima resign mu. Mistress Jacqueline is fake.” Balas Vincent tepat di belakang telinga kanannya hingga Grace membulatkan matanya saat menyadari ucapan pria itu.
Yang bisa Grace lakukan hanyalah menelan ludahnya kasar dengan tubuh gemetar.
“Kau pikir aku tidak akan tahu permainanmu? Kau salah bila bermain denganku.” Suara dingin dan serak Vin menusuk telinga Grace hingga napas panas Vin membuat tubuhnya bergidik.
“Lepaskan aku... Kenapa kau tidak membuat perhitungan nya pada wanita itu? Karena nya aku harus kehilangan keperawanan ku.” Sentak Grace menahan tangisnya. Orang kaya memang sialan.
“But, I like it!” bala Vin tak tahu malu.
Grace bak betina buas yang masih meronta dan menggertakkan giginya. Sementara Vin yang masih berada di belakangnya, mengunci kedua tangannya dengan jarak yang sangat dekat hingga para maid yang ada di sana tak dapat membedakan apakah mereka tengah bertengkar atau bermesraan? Yang pasti— mereka yang melihatnya, cemburu.
“I hate you. Aku akan melaporkan mu karena pemaksaan pekerja!” ancam Grace yang masih tak membuahkan hasil.
“Lakukan saja jika bisa.” Vin melepas paksa rompi jaring yang Grace kenakan.
“Hentikan. Jangan macam-macam!” wanita itu tak tahu apa yang ingin tuannya perbuat sampai harus melepas rompinya? Sudahlah pakaian yang dia kenakan berupa lingerie tanpa lengan, celana pendek dan kini... Vin ingin melucuti nya di depan para maid dan Maida, juga jangan lupakan penjaga di sana yang hanya diam tak bisa berkutik.
“Hentikan...”
“Diam, atau aku akan melucuti mu.” Ancam Vincent tak main-main sehingga Grace memilih pasrah sampai rompi yang dia kenakan berhasil dilepas oleh Vin.
“Apa tuan Vincent akan melakukannya di sana?” tebak salah satu maid berbisik ke Victoria.
Dengan tatapan tak suka, wanita berambut pirang itu menatap ke arah Grace dan Vincent tanpa menjawab tebakan tadi.
Napas Grace masih tak karuan, mulutnya yang tak bisa diam, terus saja mengoceh ingin dilepaskan dan juga mencaci maki Vincent secara terbuka bak seorang pendemo yang tertangkap polisi.
Grace berteriak mengompori para pekerja di Mansion tersebut agar tidak mempercayai Vincent. “KALIAN AKAN MENYESAL KARENA BEKERJA BERSAMA PRIA INI. LEPASKAN AKU!!”
Sungguh, Vin merasa lelah mendengar ocehan wanita itu hingga dia berhasil mengikat kedua tangan Grace dengan rompi tipisnya yang berhasil dilepas.
“Kau pria sialan! Kau tuan yang sialan!!”
“Ya, aku tahu.” Vin menarik napas dalam-dalam lalu menatap sekilas ke Grace yang juga menatapnya tajam penuh kekesalan.
“Kau tidak mau berjalan?” tebak Vin. Grace hanya diam dan masih kesal hingga ia tak mau menatap wajah tampan pria didepannya itu.
Tak ada jawaban, pria itu langsung membopong tubuh Grace bak karung beras, tak peduli meski kedua kaki Grace bergerak-gerak serta berteriak minta tolong. Vincent seperti orang tuli yang terus berjalan lurus hingga masuk melewati para maid di sana.
“Bawakan makanan ke kamar.” Pinta Vin pada Maida.
Tak ada penolakan, Maida menunduk penuh hormat. “Baik Tuan.” Jawabnya.
“LEPASKAN AKU!!” teriak grace begitu lantang hingga membuat Maida sedikit terlonjak kaget.
Para maid di sana masih memperhatikan kepergian Vin bersama Grace. Sampai suara tepukan tangan Maida menyadarkan mereka semua. Plok!! “Ayo, waktunya bekerja.”
“Bagaimana dengannya?” tanya Sia tentang Grace.
“Itu bukan urusan kita. Ayo!” jawab Maida tak ingin ikut campur urusan majikannya.
Jika memang Grace bernasib berbeda, maka itu keberuntungannya. Para maid mulai bubar termasuk Victoria yang sangat-sangat tidak menyukai Grace, terlihat dari ekspresi wajahnya yang sedari tadi hanya diam dengan tatapan tajamnya.
Maida yang masih memperhatikan semua maidnya, hingga dia juga memperhatikan ekspresi Victoria pun wanita tua itu menyeringai kecil dengan kepala sedikit mendongak menunjukan kewibawaan.
Sementara di kamar. Vin menurunkan Grace sehingga wanita itu langsung berjalan mundur dalam posisi tangan yang masih berada di belakang. “What do you want?” tanya Grace to the poin.
Wanita itu benar-benar lelah jika harus memilih berhadapan dengan Vincent. Dia tahu kalau dia akan kalah melawannya.
“There is no.” Jawab singkat Vin terlihat santai hingga pria itu mendekatinya.
Tentu saja Grace mencoba menghindar namun Vin meraih lengannya dan menariknya kasar. “Jika memang tidak ada, maka lepaskan aku! Lepa—” Grace terbungkam dengan deru napasnya ketika matanya melihat pisau yang baru saja Vin keluarkan.
Pisau kecil, namun tetap saja itu benda tajam yang dapat melukaimu.
“Kau tahu ini apa?”
Manik mata Grace mengarah ke mata biru Vin. Sementara tangan kanan pria itu masih menunjukkan pisau tersebut tepat di depan wajah Grace.
Grace tak menjawabnya, bibirnya mulai gemetar.
“Kau tahu sudah berapa banyak kulit yang tersayat olehnya?” lagi, pertanyaan Vin membuat mental Grace down.
Sebuah bahaya besar ada di depan matanya. Vin masih enggan menjauhkan pisau tersebut, tangan kirinya bergerak membelai rambut Grace hingga menyibaknya perlahan agar dia dapat melihat leher jenjangnya yang terekspos.
“Jika kau masih memberontak, maka tidak hanya menggores lenganmu, aku akan menusukkan pisau ini leher mulus mu.” Ujar Vin seraya membelai leher Grace dengan jari telunjuknya.
Kontak mata mereka saling bertemu, air mata tertahan di kelopak mata Grace sedangkan Vin masih dengan sapphire blue tajamnya.
“You understand?”